Breaking News

Ada Hubungan Kuat, Bagi-bagi Bansos dan Kepentingan Elektoral


Pengamat politik yang juga pendiri lembaga Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti mengatakan, ada unsur yang melekat cukup kuat antara bagi-bagi bantuan sosial (bansos) dan kepentingan elektoral.

Hal itu didasarkan pada keterangan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Jumat (5/4/2024).

Saat itu, Menkeu menjelaskan sumber anggaran kegiatan kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, anggaran kegiatan kunjungan kerja dan bansos yang dibagikan Jokowi berasal dari dana operasional presiden, bukan bagian dari Perlindungan Sosial (Perlinsos).

“Bantuan kemasyarakatan dari presiden bukan merupakan bagian dari Perlinsos, anggaran untuk kunjungan presiden dan anggaran untuk bantuan kemasyarakatan dari presiden berasal dari dana operasional presiden yang berasal dari APBN,” katanya.

Dalam pandangan Ray, keterangan Menkeu itu diserahkan kepada cara pandang hakim-hakim di MK.

“Sejauh ini, menurut saya lumayan baik bekerja, sehingga dengan begitu akan ditemukan kebenaran yang hakiki dari proses bagi-bagi bansos dan dengan begitu juga kita mendapatkan pelaksanaan Pilpres yang benar-benar berasaskan seperti yang diatur dalam konstitusi, jujur dan adil,” ujarnya dikutip dari akun TikTok @rayrangkuti259, Senin (8/4/2024).

Disebutkan, ada tiga hal menarik pada keterangan Menkeu terkait dana operasional presiden, yang digunakan dalam rangka keperluan akomodasi dan transportasi presiden selama kunjungan ke beberapa tempat dan daerah, khususnya dalam konteks pembagian bansos.

Pertama, dana kunjungan Presiden sejak awal tidak dimasukkan ke dalam anggaran bansos karena mungkin dianggap intensitas kunjungan presiden tidak begitu tinggi.

“Mungkin sejak dari awal juga tidak ada skenario bahwa bansos ini nantinya akan langsung dibagikan presiden, sehingga tidak perlu bajet untuk transportasi dan akomodasi presiden selama kunjungan dimasukkan ke dalam bujet bansos,” paparnya.

Kedua, kemungkinan intensitas kunjungan yang cukup tinggi akan sulit dimasukkan ke dalam unit anggaran bansos karena jumlahnya bukan kecil. Pasalnya, perjalanan presiden melibatkan banyak orang, kementerian dan pengamanan.

Apalagi, ujarnya, nyaris selama lebih sebulan Jokowi berkeliling Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah, sehingga dana dalam jumlah besar akan sulit jika dimasukkan ke dalam bagian dana bansos. Oleh karena itu, kata Ray, dana operasional Jokowi berkeliling kabupaten/kota menjelang Pilpres 2024 dikeluarkan dari skema dana bansos.
Ketiga, besar kemungkinan jadwal kunjungan presiden terkait pembagian bansos itu tidak didesain sedari awal, mungkin didesain jelang bansos dilaksanakan.

“Hanya bansos ini dilakukan pada bulan-bulan penting jelang Pilpres 2024 lalu, sehingga akomodasi transportasi presiden, selain karena intensitas perjalanan tinggi dan jadwal padat, tidak mungkin dimasukkan sebagai bagian dari perhelatan bansos.” paparnya.

Artinya, besar kemungkinan jadwal presiden yang membagi-bagikan bansos sepanjang lebih dari satu bulan menjelang pelaksanaan Pilpres 2024 adalah jadwal yang baru disusun, bukan jadwal yang didesain dari awal.

“Katakanlah sebulan, dua bulan, dan tiga bulan sebelum bansos diberikan kepada masyarakat. Saya kira makin menjelaskan kepada kita ada unsur yang melekat cukup kuat antara bagi-bagi bansos dengan kepentingan elektoral,” pungkasnya.

Hasil Penelitian UI

Ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Vid Adrison menegaskan, dari hasil penelitian yang dilakukannya, terbukti ada hubungan yang kuat antara penggelontoran bansos dan efek Jokowi terhadap perolehan suara Prabowo-Gibran.

Dia mencatat Jokowi mengunjungi 30 kabupaten dan kota sepanjang Oktober 20923 hingga Februari 2024. Dari 30 kabupaten dan kota itu, 15 di antaranya berlokasi di Jawa tengah (Jateng). Sementara itu, Prabowo-Gibran hanya mengunjungi 9 kabupaten dan kota.

Dari hasil penelitian tidak ada bukti perolehan suara Prabowo pada Pilpres 2019 berhubungan dengan perolehan suara pada Pilpres 2024. Kunjungan Jokowi efektif meningkatkan suara Prabowo pada Pilpres 2024.

“Artinya, memang kuat bukti statistiknya, efek Jokowi efek lebih kuat daripada efek Prabowo,” kata ekonom yang juga menjadi ahli pada sidang sengketa Pilpres 2024 di MK.

Selanjutnya, dari hasil penelitian ditemukan juga bahwa tanpa efek Jokowi dan bansos, paslon nomor 02 Prabowo-Gibran meraih 42,38% pada Pilpres 2024. Sementara itu, berdasarkan hasil perhitungan suara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 20 Maret 2024, jumlah suara paslon nomor 02 sebanyak 96.214.691 suara atau 58,59%.

Sebelumnya, dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024, Hakim Saldi Isra bertanya kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengenai sumber anggaran kegiatan kunjungan kerja presiden.

“Kira-kira alokasi dana yang dibawa untuk kunjungan-kunjungan presiden itu dari mana saja? Pak Menko dan Ibu Menteri, ini yang terkait langsung dengan permohonan yang diajukan kedua pemohon,” ujar Saldi.

Diketahui, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam permohonannya mendalilkan bahwa kunjungan kerja Jokowi berpengaruh pada kemenangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024. (kba)

Sumber: kbanews
Foto: Pendiri lembaga Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti/Net
Ada Hubungan Kuat, Bagi-bagi Bansos dan Kepentingan Elektoral Ada Hubungan Kuat, Bagi-bagi Bansos dan Kepentingan Elektoral Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar