Eks Pimpinan KPK Nilai Penghentian Kasus Nikel Konawe Utara Tidak Tepat
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif menilai kasus izin pengelolaan pertambangan nikel di Konawe Utara tidak layak dihentikan penyidikannya atau dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Hal ini mengingat dampak kerusakan lingkungan dan nilai kerugian yang dinilai sangat besar.
"Kasus itu tidak layak untuk di SP3 karena kasus sumber daya alam yang sangat penting dan kerugian negaranya besar," kata Laode ketika dihubungi wartawan, Minggu (28/12/2025).
Apabila, kata Laode, dugaan kerugian negara dalam kasus tersebut dinilai kurang cukup bukti oleh KPK, maka KPK bisa fokus pada penyidikan kasus suapnya. Hal itu juga bisa ditempuh apabila Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak mau menghitung kerugian negara dalam perkara tersebut.
Laode menilai bukti dugaan penerimaan suap yang diduga diterima oleh mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman (ASW), sangat kuat.
"Kalau BPK enggan melakukan perhitungan kerugian keuangan/perekonomian negaranya, KPK bisa melanjutkan kasus suapnya saja," ucap Laode.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penyidikan atau menerbitkan SP3 terkait kasus korupsi pemberian izin pengelolaan pertambangan nikel di Konawe Utara pada 2009. Alasannya, kasus tersebut dinilai kurang bukti.
"Bahwa tempus perkaranya adalah 2009, dan setelah dilakukan pendalaman pada tahap penyidikan tidak ditemukan kecukupan bukti," ucap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan kepada wartawan, Jumat (26/12/2025).
KPK sebelumnya telah menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka pada 3 Oktober 2017 dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemkab Konawe Utara tahun 2007–2014. Dia dijerat dengan dua pasal terkait dugaan kerugian negara dan suap.
Indikasi kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut mencapai sekitar Rp2,7 triliun yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh melalui proses perizinan yang melawan hukum.
Selain itu, Aswad Sulaiman selaku Bupati Konawe Utara periode 2007–2009 diduga menerima uang sejumlah Rp13 miliar dari beberapa perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan kepada Pemkab Konawe Utara. Indikasi penerimaan tersebut terjadi dalam rentang waktu 2007 hingga 2009.
Aswad Sulaiman disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Aswad Sulaiman juga disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: inilah
Foto: Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif. (Foto: Antara)
Eks Pimpinan KPK Nilai Penghentian Kasus Nikel Konawe Utara Tidak Tepat
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:

Tidak ada komentar