Breaking News

Pengkhianat Bangsa dan Negara Haruskah Dihukum Mati?


DIREKTORAT Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia resmi meluncurkan kebijakan visa rumah kedua (second home visa) lewat SE No IMI-0740.GR.01.01 tahun 2022.  Waktunya 10 tahun, tarifnya 3 juta. Ini sungguh memalukan dan memilukan. 

Jelas surat edaran ini ditujukan untuk warga Cina RRC, karena akhir-akhir ini warga RRC yang membanjiri Indonesia. Usaha ini pelan tapi pasti merupakan upaya untuk menyingkirkan penduduk pribumi dengan cara-cara yang  vulgar memberikan waktu panjang 10 tahun, dengan tarif obral. Ini benar-benar merendahkan martabat bangsa. Aturan secra jelas dimaksudkan untuk mengundang warga negara RRC jadi imigran legal.

Sudah merupakan pengetahuan umum, bahwa Cina menganut Undang-Undang  Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Prinsip ini mengakui bahwa setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau ilegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. sehingga menyebabkan seluruh penduduk Cina di seluruh negara di dunia otomatis memperoleh kewarganegaraan Cina tanpa harus mendaftarkan diri terlebih dahulu.

HOME adalah rumah tinggal dan SECOND HOME tentunya adalah RUMAH TINGGAL KEDUA.

Visa adalah izin bagi seseorang yang diberikan Pemerintahan Negara lain untuk bisa memasuki negara tersebut dan biasanya bersifat sementara dan jangka pendek. 

Pengecualian dari Reguler Visa adalah LONGSTAY VISA, biasanya untuk jangka waktu 5 tahun.  Setidaknya itulah tentang visa melalui izin itu selalu dikeluarkan dengan batasan waktu. 

Peraturan pemerintah RI dibuat untuk melindungi kepentingan warga negara asli. Jika sebaliknya seperti surat edaran tersebut di atas, merupakan bentuk pengkhianatan pejabat pemerintah yang berkuasa.  Tujuan memperbanyak imigran legal terutama dari China tinggal di Indonesia berusaha dan berkeluarga. Lambat laun akan menyingkirkan warga pribumi seperti halnya terjadi di Singapura dan Australia. Secara bersamaan untuk kepemilikan HGU juga dikeluarkan oleh Menteri Agraria selama 160 tahun.  

Kebijakan menerbitkan Visa Second Home dan kemudian menyebabkan warga negara asing berduyun-duyun masuk ke Indonesia  untuk membangun "rumah kedua". Ini jelas merupakan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara. Jika dalam kondisi perang, pembuat aturan ini tergolong pengkhianat bangsa, hanya hukuman tembak mati di tempat yang pantas untuknya.

Perlu ditegaskan tentang aturan tersebut tentang visa merupakan tanggung jawab sepenuhnya MenKumHam dan Presiden Jokowi.

Bagaimana pun seperti yang tercantum pada UUD Warga Negara Indonesia Asli sebagai pemilik negeri ini harus dilindungi, bukan warga pendatang asing yang dilegalkan. Untuk hal tersebut solusinya cabut kembali SE Dirjen Imigrasi di atas, dan tidak lagi memberikan keringanan kepada warga asing dalam bentuk apapun termasuk HGU dan pembebasan pajak.

Jika tidak juga dilakukan, artinya dengan sengaja rezim yang berkuasa melakukan pengkhianatan kepada bangsa dan Negara. Harus segera dilakukan penggantian rezim yang menjadi boneka asing. Tentunya, tidak perlu dengan hukuman tembak mati. (*)

Oleh Memet Hamdan, SH., MSi & Dr. Ir. Memet Hakim
Aktivis 66/ Alumnus Unpad

Sumber: fnn
Foto: Ilustrasi Hukuman Mati (Edi Wahyono/detikcom)

Disclaimer : Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Pengkhianat Bangsa dan Negara Haruskah Dihukum Mati? Pengkhianat Bangsa dan Negara Haruskah Dihukum Mati? Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar