Memanas, Hanny Kristianto Kecam Aksi Pelemparan Alquran saat Eksekusi Rumah Yatim Piatu Fajar Hidayah
Aktivis muslim Hanny Kristianto menyoroti eksekusi berujung kekerasan di
rumah yatim Fajar Hidayah di komplek pesona amsterdam blok I Kota Wisata,
Ciangsana, Gunung Putri, Bogor.
Seperti diketahui, eksekusi yang dipimpin jurusita dari Pengadilan Negeri
Cibinong sempat mendapatkan perlawanan dari puluhan santri anak yatim dan
dhuafa yang tinggal di rumah yatim itu.
Di akun media sosialnya, pegiat dari Mualaf Center Indonesia itu mengunggah
informasi mengenai dugaan penistaan agama dalam esekusi tersebut.
Ia menyebut, ada oknum dalam proses pengosongan rumah itu, yang melempar
kitab suci Alquran dari lantai atas rumah.
Ia pun meminta polisi bertindak atas dugaan penistaan agama itu.
"Mohon @polribogor @polres.bogor memproses dan menangkap preman-preman yang
sengaja melempar membuang Alquran dari atas di lokasi Pesona Amsterdam blok
I no 31, Kota Wisata kemarin, divideo ini," tulis Hanny dikutip dari
Instagram pribadinya pada Kamis (2/12/2021).
Hanny menyebut, tindakan itu bisa merusak keutuhan dan persatuan.
"Tindakan ini akan membahayakan keutuhan dan persatuan. Maka, pelaku
penghinaan itu haruslah diberi tindakan tegas oleh aparat hukum dan
pemerintah," imbuh dia.
Postingan itu menuai komentar dari ratusan warganet.
Hanny menambahkan Alquran merupakan pegangan hidup i umat Islam yang wajib
dijaga dan bela kehormatan serta kemuliaannya.
"Jika kita melihat atau mendengar ada seseorang atau sekelompok orang yang
mencerca atau menghina Al Quran, maka pantaslah kita merasa sakit hati dan
marah," kata dia.
Hanny juga menyebut telah terjadi dugaan penistaan terhadap jilbab.
Ia bahkan menyertakan foto seorang pria yang diduga melakukan kekerasan
terhadap perempuan berjilbab.
"Orang ini menarik dan memaksa melepas jilbab serta memperlakukan perbuatan
tidak senonoh terhadap anak yatim perempuan (membuka aurat anak perempuan).
Dan masih banyak lagi bukti² video lainnya, diantaranya pemukulan dan
kekerasan terhadap anak-anak yatim piatu," ungkapnya
Ia kemudian mengutip perkataan Imam an Nawawi menyatakan dalam ‘At Tibyan fi
Adaabi Hamaalatil Qurán:
"Para ulama telah bersepakat akan wajibnya menjaga Mushaf Al Quran dan
memuliakannya. Jika ada seorang muslim melemparkan Al Quran ke tempat kotor,
maka dihukumi kafir. Menghina dan menistakan Alquran sama dengan merendahkan
kehormatan dan kepentingan Islam dan kaum muslim."
"Jika ada yang mengenali identitas orang yang melempar Al Quran divideo ini
mohon segera kabari kami," imbuhnya
Pihak yayasan akan melapor ke Kapolri hingga presiden
Diberitakan sebelumnya, pihak yayasan yang menaungi sekolah Fajar Hidayah
tak terima buntut eksekusi yang dilakukan sejumlah aparat dan petugas
jurusita dari Pengadilan Negeri (PN) Cibinong.
Seperti diketahui, dalam upaya eksekusi tersebut, sempat terjadi kericuhan
lantaran ada perlawanan dari para santri yatim piatu dan pengurus yayasan.
Pada eksekusi yang berlangsung Selasa (30/11/2021), aksi saling dorong
terjadi antara aparat juru sita dengan santri yang mayoritas anak-anak dan
pengurus yayasan.
Kedua bangunan yang diekskusi itu terletak di komplek pesona amsterdam blok
I Kota Wisata, Ciangsana, Gunung Putri, Bogor.
Akibat eksekusi tersebut, para anak yatim dah dhuafa yang selama ini tinggal
di sana terancam kehilangan tempat berteduh.
Nusa Rangkuti, Direktur Yayasan Hidayah mengungkapkan, pihaknya mencium
banyak kejanggalan atas eksekusi tersebut.
"Ini diduga kuat ada yang tidak beres. Bagaimana bisa aset yang tidak pernah
dijaminkan sama sekali tiba-tiba diambilpaksa," ungkap Nusa Rangkuti di
Jakarta pada Rabu (2/12/2021).
Nusa Rangkuti menduga, ada 'permainan tidak sehat' yang dilakukan oknum
maupun kelompok tertentu dalam masalah tersebut.
Ia pun dalam waktu dekat akan segera mengambil langkah demi mencari
keadilan.
Nusa menyebut, pihaknya sedang melakukan audiensi dengan Mabes Polri serta
para pakar terkait 'kejanggalan' hingga berujung eksekusi bangunan sekolah
Fajar Al-Hidayah.
"Upaya ini semata kami lakukan untuk membongkar pihak-pihak yang diduga
melakukan tindakan melawan dan atau mengakali hukum. Kami segera membuat
laporan ke polisi, juga akan mengadu ke lembaga-lembaga terkait, termasuk
kapolri, DPR RI hingga Presiden Jokowi," ungkapnya.
Nusa optimistis, upaya-upaya yang akan dilakukannya bakal menjadi
'pelajaran' bagi oknum-oknum yang diduga menyalahi prosedur.
Terlebih, saat ini, masalah mafia tanah sedang menjadi sorotan presiden,
termasuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Jangan sampai ada praktik-praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat.
Ini menjadi pintu bagi kita untuk membuka tabir siapa saja yang terlibat,"
katanya.
Temukan banyak kejanggalan
Nusa menyebutkan, banyak kejanggalan hingga munculnya keputusan dari
Pengadilan Negeri Cibinong untuk mengeksekusi dua bangunan sekolah itu.
"Semua kejanggalan sudah kami catat. Bukti-bukti kami sangat kuat. Nanti
akan kami lampirkan dalam pelaporan ke pihak kepolisian, lembaga terkait dan
presiden," ungkapnya.
Sementara itu, Pemilik sekaligus Ketua Yayasan Fajar Hidayah Bogor, Mirdas
Eka Yora, menjelaskan, sengketa lahan dan bangunan itu berawal pada tahun
2000-an
Saat itu, sekolah Fajar Hidayah mulai membangun, datanglah seorang
pekerja bangunan bernama Abdul Syukur yang meminta pekerjaan sebagai tukang.
Setelah diterima dan pekerjaannya baik, Syukur akhirnya ‘naik pangkat’.
menjadi mandor, kemudian sub-kontraktor dan kemudian menjadi kontraktor.
Pada tahun 2006, Yayasan Fajar Hidayah membangun sebuah masjid di Kota
Deltamas, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dengan Abdul Syukur sebagai
pemborong. Namun, masjid yang baru dibangun tersebut roboh total, yang
disinyalir dibangun tidak sesuai dengan standar atau ada malpraktik saat
membangun.
Hancurnya masjid tersebut belum dituntut oleh Fajar Hidayah, namun malah
didatangi oleh debt collector dari supplier baja.
"Setelah diusut, ternyata Abdul Syukur sebagai pemborong belum membayar
bahan bangunan yang diambilnya. Padahal, pihak Yayasan Fajar Hidayah sudah
membayar lunas proyek senilai Rp1.731.228.963 itu kepada Abdul Syukur, yang
kebetulan saat itu lagi mencalonkan diri sebagai Kades di Babakan Madang dan
kalah,” terang Mirdas.
Menurut Mirdas, pihak suplier akhirnya melaporkan Syukur ke Polisi dan
berujung pada penahanannya.
Istri Abdul Syukur dalam keadaan memprihatinkan datang ke Fajar Hidayah
untuk meminta pertolongan.
Setelah demikianpun Fajar Hidayah masih mau membantu.
Namun, setelah keluar dari penjara, Abdul Syukur malah mendatangi Fajar
Hidayah dengan membawa supplier dan menuding Fajar Hidayah masih menunggak
utang senilai Rp2,3 miliar.
Tak terima dengan tuduhan tersebut, Fajar Hidayah membawa perkara tersebut
ke Polres dan dilakukan audit oleh auditor independen yang ditunjuk oleh
Polres setempat.
Dari hasil audit keseluruhan proyek yang pernah dikerjakan Abdul Syukur,
terbukti Fajar Hidayah telah membayar Rp3,7 miliar, yang bukan hanya lunas,
bahkan spembayaran justru lebih hingga Rp 300 juta.
“Walau keadaan sudah demikian, pekerjaan Abdul Syukur tidak sempurna, sudah
dibantu malah difitnah menunggak, Fajar Hidayah masih tetap tidak menuntut,”
katanya.
Kemudian secara diam-diam, Abdul Syukur tetap memperkarakannya dengan
tuduhan pihak Fajar Hidayah belum melakukan pembayaran.
Akhirnya, pada medio tahun 2017, Pengadilan Negeri Cibinong mengirimkan
surat yang ditujukan pada Fajar Hidayah, namun dikirimkan ke kelurahan dan
bukan ke Sekolah Fajar Hidayah yang jaraknya hanya beberapa meter atau lima
menit dari kantor kelurahan tersebut, sehingga Fajar Hidayah tidak
mengetahui perihal surat pemanggilan yang sudah dikirim sebanyak empat kali.
Akibatnya, perkara tersebut disidangkan, diputuskan, dan langsung inkracht,
tanpa sepengetahuan dan kehadiran pihak Fajar hidayah.
Setelah dinyatakan inkracht, secara sepihak Pengadilan Negeri Cibinong
melelang kedua bangunan rumah yang sebenarnya bukan milik Fajar Hidayah,
namun milik pribadi Ketua dan Pembina Yayasan Fajar Hidayah, yang yang
menjadi tempat tinggal anak-anak yatim saat ini.
“Padahal, yang menjadi objek perkara adalah bangunan sarana pendidikan Fajar
Hidayah di Kota Deltamas Bekasi, namun yang dijadikan tereksekusi adalah
pribadi-pribadi, dan yang disita kemudian dilelang adalah dua bangunan rumah
milik pribadi-pribadi,” terang Mirdas.
Padahal, pada saat yang bersamaan, Fajar Hidayah masih melakukan perlawanan
(verzet) terhadap putusan verstek yang masih diperiksa di Mahkamah Agung
(MA). Dengan demikian, Pengadilan Negeri Cibinong telah melanggar hak-hak
hukum Fajar Hidayah dalam melakukan upaya hukum perlawanan atas putusan
verstek.
“Luar biasanya, kedua bangunan rumah yang ditempati anak-anak yatim tersebut
telah beralih kepemilikan atas nama Henricus Samodra, sebagai pemenang
lelag,” kata Mirdas
Dalam surat pemberitahuan eksekusi tertera ‘Tanah berikut bangunan
berdasarkan Sertifikat Hak Guna bangunan No.6021/Ciangsana, Surat Ukur
No.111/Ciangsana/2007 Tgl 28-02-2017, luas 240 m2, nama pemegang hak:
HENRICUS SAMODRA, yang terletak di Perumahan Kota Wisata Cluster Amsterdam
111 No.31 Kel. Ciangsana Kec. Gunung Putri Kab. Bogor
Penjelasan juru sita
Di sisi lain, Iman Hanafi, Juru Sita dari Pengadilan Negeri Cibinong,
mengatakan eksekusi dilakukan berdasarkan keputusan PN Cibinong Nomor
Perkara 151/Pdt.G/2017.PN Cbi, yang dikeluarkan pada Rabu, 27
September 2017.
Baca juga: Anies Temui dan Duduk Bareng Massa Buruh, Politisi Demokrat:
Lebih Manusiawi daripada Menemui Bebek
"Berdasarkan keputusan ini maka telah dikeluarkan penetapan No.
36/Pen.Pdt/Lelang.Eks/2017/PN.Cbi. Jo. No. 151/Pdt.G/2017/PN.Cbi tanggal 16
Januari 2020," ujarnya.
Penetapan ini memerintahkan bahwa rumah yang beralamat di kota Wisata
Amsterdam I 11 No. 31,32,33, Kel Ciangsana, Kecamatan Gunung Putri,
Kabupaten Bogor disita dan dilelang di muka umum.
Hasilnya lelang diserahkan guna membayar pelunasan hutang ke Penggugat
(Abdul syukur) sesuai Putusan pengadilan.
Meridas Eka Yora dan istrinya Puti Draga Rangkuti (Tergugat) lalu mengajukan
Banding. Putusan banding yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung
Nomor Perkara 440/PDT/2018/PT BDG, yang dikeluarkan pada Kamis, 15 Nopember
2018, yg isinya menolak permohonan banding Tergugat.
Tergugat kemudian mengajukan Kasasi. Putusan kasasi yang dikeluarkan
Pengadilan Kasasi Nomor Perkara 2145/K/Pdt/2019, yang dikeluarkan pada
Senin, 26 Agustus 2019, juga menolak permohonan kasasi tergugat.
Belum puas dengan keputusan Kasasi, pihak Tergugat kemudian mengajukan
Peninjauan Kembali.
Putusan Peninjauan Kembali Nomor Perkara 584 PK/PDT/2020 pun menolak
permohonan Peninjauan Kembali tergugat.
"Dengan ditolaknya peninjauan kembali tersebut maka putusan tersebut sudah
berkekuatan hukum tetap/Inkrah," tegas Hanafi.
Setelah peninjauan kembali ditolak, Tergugat kemudian mengajukan permohonan
penundaan objek sengketa atau penundaan eksekusi ke Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN).
Putusan PTUN Nomor Perkara 112/PLW/2019/PTUN.BDG, tanggal Kamis, 02 Januari
2020 pun menolak permohonan Tergugat.
Dengan demikian seluruh proses hukum telah dilewati dalam perkara ini, dan
keputusan pengadilan tingkat pertama di PN Cibinong tetap diakui dan harus
dilaksanakan.
"Karena semua proses hukum telah dilalui, proses eksekusi pun kemudian
dilaksanakan oleh tim Juru sita PN Cibinong," pungkas Hanafi.
Sengketa lahan dan bangunan itu berawal pada tahun 2000-an
Saat itu, sekolah Fajar Hidayah mulai membangun, datanglah seorang
pekerja bangunan bernama Abdul Syukur yang meminta pekerjaan sebagai tukang.
Setelah diterima dan pekerjaannya baik, Syukur akhirnya ‘naik pangkat’.
menjadi mandor, kemudian sub-kontraktor dan kemudian menjadi kontraktor.
Pada tahun 2006, Yayasan Fajar Hidayah membangun sebuah masjid di Kota
Deltamas, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dengan Abdul Syukur sebagai
pemborong. Namun, masjid yang baru dibangun tersebut roboh total, yang
disinyalir dibangun tidak sesuai dengan standar atau ada malpraktik saat
membangun.
Hancurnya masjid tersebut belum dituntut oleh Fajar Hidayah, namun malah
didatangi oleh debt collector dari supplier baja. Setelah diusut, ternyata
Abdul Syukur sebagai pemborong belum membayar bahan bangunan yang
diambilnya. Padahal, pihak Yayasan Fajar Hidayah sudah membayar lunas proyek
senilai Rp1.731.228.963 itu kepada Abdul Syukur, yang kebetulan saat itu
lagi mencalonkan diri sebagai Kades di Babakan Madang dan kalah,” cerita
Mirdas.
Menurut Mirdas, pihak suplier akhirnya melaporkan Syukur ke Polisi dan
berujung pada penahanannya.
Istri Abdul Syukur dalam keadaan memprihatinkan datang ke Fajar Hidayah
untuk meminta pertolongan. Setelah demikianpun Fajar Hidayah masih mau
membantu.
Namun, setelah keluar dari penjara, Abdul Syukur malah mendatangi Fajar
Hidayah dengan membawa supplier dan menuding Fajar Hidayah masih menunggak
utang senilai Rp2,3 miliar.
Tak terima dengan tuduhan tersebut, Fajar Hidayah membawa perkara tersebut
ke Polres dan dilakukan audit oleh auditor independen yang ditunjuk oleh
Polres setempat.
Dari hasil audit keseluruhan proyek yang pernah dikerjakan Abdul Syukur,
terbukti Fajar Hidayah telah membayar Rp3,7 miliar, yang bukan hanya lunas,
bahkan sedemikan rupa berlebih bayar hingga 300 juta.
“Walau keadaan sudah demikian, pekerjaan Abdul Syukur tidak sempurna, sudah
dibantu malah difitnah menunggak, Fajar Hidayah masih tetap tidak menuntut,”
katanya.
Kemudian secara diam-diam, Abdul Syukur tetap memperkarakannya dengan
tuduhan pihak Fajar Hidayah belum melakukan pembayaran.
Akhirnya, pada medio tahun 2017, Pengadilan Negeri Cibinong mengirimkan
surat yang ditujukan pada Fajar Hidayah, namun dikirimkan ke kelurahan dan
bukan ke Sekolah Fajar Hidayah yang jaraknya hanya beberapa meter atau lima
menit dari kantor kelurahan tersebut, sehingga Fajar Hidayah tidak
mengetahui perihal surat pemanggilan yang sudah dikirim sebanyak empat kali.
Akibatnya, perkara tersebut disidangkan, diputuskan, dan langsung inkracht,
tanpa sepengetahuan dan kehadiran pihak Fajar hidayah.
Setelah dinyatakan inkracht, secara sepihak Pengadilan Negeri Cibinong
melelang kedua bangunan rumah yang sebenarnya bukan milik Fajar Hidayah,
namun milik pribadi Ketua dan Pembina Yayasan Fajar Hidayah, yang yang
menjadi tempat tinggal anak-anak yatim saat ini.
“Padahal, yang menjadi objek perkara adalah bangunan sarana pendidikan Fajar
Hidayah di Kota Deltamas Bekasi, namun yang dijadikan tereksekusi adalah
pribadi-pribadi, dan yang disita kemudian dilelang adalah dua bangunan rumah
milik pribadi-pribadi,” terang Mirdas.
Padahal, pada saat yang bersamaan, Fajar Hidayah masih melakukan perlawanan
(verzet) terhadap putusan verstek yang masih diperiksa di Mahkamah Agung
(MA). Dengan demikian, Pengadilan Negeri Cibinong telah melanggar hak-hak
hukum Fajar Hidayah dalam melakukan upaya hukum perlawanan atas putusan
verstek.
“Luar biasanya, kedua bangunan rumah yang ditempati anak-anak yatim tersebut
telah beralih kepemilikan atas nama Henricus Samodra, sebagai pemenang
lelag,” kata Mirdas
Dalam surat pemberitahuan eksekusi tertera ‘Tanah berikut bangunan
berdasarkan Sertifikat Hak Guna bangunan No.6021/Ciangsana, Surat Ukur
No.111/Ciangsana/2007 Tgl 28-02-2017, luas 240 m2, nama pemegang hak:
HENRICUS SAMODRA, yang terletak di Perumahan Kota Wisata Cluster Amsterdam
111 No.31 Kel. Ciangsana Kec. Gunung Putri Kab. Bogor. (tribunnews)
Foto: Tangkapan layar kericuhan saat proses eksekusi rumah Yatim Fajar
Hidayah/Instagram Hanny Kristianto
Memanas, Hanny Kristianto Kecam Aksi Pelemparan Alquran saat Eksekusi Rumah Yatim Piatu Fajar Hidayah
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar