Breaking News

KPK Singgung Herman Hery dan Ikhsan Yunus dalam Perkara Korupsi Bansos


Meskipun belum meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung kerugian negara, nama politisi PDI Perjuangan Herman Herry dan Ihsan Yunus kembali mencuat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Munculnya nama politisi PDIP Herman Herry dan Ihsan Yunus itu disampaikan langsung oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat ditanya soal perkembangan penyelidikan baru terkait kerugian negara dalam pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako Covid-19 di Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2020 yang sebelumnya menjerat Juliari Peter Batubara saat menjabat sebagai Menteri Sosial.

Alex mengatakan, BPK dan BPKP umumnya akan bersedia melakukan penghitungan kerugian negara ketika sebuah perkara sudah masuk dalam tahap penyidikan.

"Ketika sudah masuk tahap penyidikan, kemudian kita akan minta mereka untuk melakukan penghitungan kerugian negara," ujar Alex kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis sore (25/11).

Akan tetapi kata Alex, sejauh ini sudah ada beberapa hasil audit yang dilakukan oleh BPKP. Misalnya, terkait selisih harga atau kelebihan bayar.

"Dan rekomendasinya agar terhdap perbedaan atau selisih harga tersebut kalau belum dibayar, tidak dibayar, kalau sudah terlanjur dilakukan pembayaran, diminta untuk mengembalikan karena ada kelebihan harga," kata Alex.

Selanjutnya, Alex mengingatkan publik terkait upaya yang telah dilakukan yakni melakukan penggeledahan di beberapa kantor perusahaan milik Ihsan Yunus dan Herman Herry.

"Apakah nanti akan kita tindaklanjuti dengan bansos yang misalnya yang kemarin rasanya teman-teman juga mengikuti kita sudah melakukan penggeledahan terhadap beberapa kantor ya, punya IY dan HH itu kan, nah itu masih dalam proses penyelidikan," kata Alex.

Sehingga sambung Alex, hingga saat ini KPK belum meminta BPK dan BPKP untuk melakukan penghitungan kerugian negara terkait pengadaan bansos sembako Covid-19.

"Nanti ketika cukup alat bukti, dan kita naikkan ke penyidikan, kita akan meminta bantuan BPK atau BPKP untuk melakukan audit penghitungan kerugian negara," pungkas Alex.

Seperti diketahui, nama Herman Herry dan Ihsan Yunus kerap muncul disebut mendapatkan jatah kuota bansos sembako Covid-19 di Kemensos tahun 2020.

Bahkan, nama Herman Herry dan Ihsan Yunus juga menjadi fakta hukum disebut mendapatkan jatah dan disebut memberikan sejumlah uang agar mendapatkan jatah kuota bansos.

Fakta hukum itu muncul di saat persidangan vonis Juliari maupun terdakwa lainnya saat itu yang dibeberkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam pertimbangan-pertimbangan sesuai dengan fakta keterangan saksi-saksi maupun bukti yang ada, Majelis Hakim membeberkan keterlibatan Herman Herry dan Ihsan Yunus.

Dalam pertimbangan Majelis Hakim, Juliari membagikan kuota paket penyedia bansos sembako menjadi beberapa kelompok dengan pembagian 1,9 juta paket antara lain untuk wilayah Botabek, 550 ribu paket diberikan kepada PT Anomali Lumbung Artha.

PT Anomali Lumbung Artha (ALA) berdasarkan fakta persidangan, merupakan perusahaan titipan Juliari dan selalu mendapatkan kuota sangat besar dengan total 1.506.900 paket. PT ALA sendiri ternyata perusahaan yang bergerak di bidang elektronik.

Demikian juga perusahaan afiliasinya seperti Junatama Foodia Kreasindo yang memperoleh kuota 1.613.000 paket, PT Famindo Meta Komunika memperoleh kuota 1.230.000 paket dan PT  Tara Optima Primago 250 ribu paket.

Sementara PT Dwimukti Grup yang merupakan perusahaan milik Herman Herry yang diklaim oleh Ivo Wongkaren sebagai perusahaan penyuplai sembako bagi PT ALA dan perusahaan afiliasinya tersebut merupakan perusahaan yang bergerak di bidang elektronik.

Selanjutnya PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) juga merupakan perusahaan titipan Juliari yang berasal dari Muhammad Rakyan Ihsan Yunus selaku mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dengan penanggungjawabnya adalah Agustri Yogasmara alias Yogas yang ditunjuk sebagai penyedia dalam pengadaan bansos sembako.

Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan sebagai penyedia karena PT Pertani tidak mempunyai kemampuan keuangan, sedangkan PT MHS tidak mempunyai pengalaman pekerjaan di bidang sejenis, melainkan hanya sebagai supplier dari PT Pertani.

Dalam pelaksanaan pengadaan bansos sembako dalam rangka penanganan Covid-19 tersebut, PT ALA pada tahap tiga memperoleh kuota paling besar 550 ribu paket.

Akan tetapi, Adi Wahyono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menurunkan kuota kepada perusahaan tersebut pada pengadaan tahap kelima menjadi 500 ribu paket. Dengan alasan agar bisa mengakomodir perusahaan penyedia lainnya yang akan ikut berpartisipasi dalam pengadaan bansos sembako.

Tetapi atas penurunan kuota tersebut, Ivo Wongkaren dan Herman Herry menyampaikan keberatan dan meminta agar kuotanya tidak dikurangi. Atas keberatan tersebut, pada pengadaan tahap 6, Adi kembali menaikkan kuota PT ALA menjadi 550 ribu paket.

Demikian juga terhadap pengurangan kuota untuk PT MHS oleh Joko. Pada tahap 11 menjadi 100 ribu paket. Setelah memperoleh informasi atas pengurangan kuota dari Joko, Harry Van Sidabukke selaku penanggungjawab PT MHS melaporkan pengurangan kuota tersebut kepada pemilik kuota yaitu Yogas yang merupakan kepanjangtanganan Ihsan Yunus dengan meminta agar kuota PT MHS tidak dikurangi yang disetujui oleh Yogas.

Atas laporan tersebut, kemudian kuota PT MHS tidak jadi dikurangi dan dikembalikan menjadi 135 ribu paket.

Hakim menilai, telah terbukti bahwa terkait dengan penunjukan PT Pertani (Persero), PT MHS sebagai penyedia dalam pengadaan bansos sembako untuk penanganan Covid-19 di Kemensos 2020, penunjukan PT Tigapilar Agro Utama (TAU) dan penunjukan penyedia lainnya, Juliari, Adi dan Joko terbukti telah menerima fee berupa uang dari Harry Van Sidabukke selaku penanggungjawab kegiatan PT Pertani (Persero) dan PT MHS sejumlah Rp 1.280.000.000.

Dari Ardian Iskandar Maddanatja selaku penanggungjawab PT TAU sejumlah Rp 1.950.000.000 dan para penyedia lainnya sejumlah Rp 29.252.000.000. Sehingga uang yang diterima oleh Juliari seluruhnya Rp 32.482.000.000. (rmol)

Foto: Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat menyampaikan keterangan pers perkemangan kasus korupsi bansos/RMOL
KPK Singgung Herman Hery dan Ikhsan Yunus dalam Perkara Korupsi Bansos KPK Singgung Herman Hery dan Ikhsan Yunus dalam Perkara Korupsi Bansos Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar