SBY Lebih Bagus daripada Prabowo dalam Menangani Bencana
Penanganan bencana selalu menjadi salah satu ukuran paling nyata untuk menilai kapasitas seorang pemimpin. Di tengah situasi darurat, publik tidak membutuhkan janji, tidak membutuhkan retorika, dan tidak membutuhkan panggung politik—yang diperlukan adalah kecepatan, ketepatan, empati, serta kemampuan menggerakkan seluruh instrumen negara untuk menyelamatkan nyawa. Pada titik ini, perbandingan antara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Prabowo Subianto sebagai presiden Indonesia menjadi menarik, terutama setelah munculnya kritik terkait respons Prabowo terhadap bencana banjir dan longsor di sejumlah wilayah Sumatera.
Tsunami Aceh tahun 2004 adalah salah satu bencana terbesar dalam sejarah modern Indonesia. Dalam hitungan jam setelah gelombang dahsyat menerjang, Presiden SBY mengambil langkah luar biasa cepat dengan menetapkan status bencana nasional. Keputusan ini bukan sekadar administratif, melainkan sinyal kuat bahwa negara hadir penuh dan serius.
SBY memimpin langsung koordinasi lintas lembaga, menggerakkan TNI, Polri, BNPB (saat itu masih Bakornas PB), kementerian teknis, hingga membuka kerja sama luas dengan dunia internasional. Salah satu aspek penting dari kepemimpinannya adalah fokus total. Selama masa krisis, SBY benar-benar mengonsentrasikan seluruh energinya untuk penanganan bencana, bukan sekadar muncul untuk foto atau kunjungan simbolik.
Model kepemimpinan SBY yang mengutamakan koordinasi, perencanaan matang, dan keterlibatan langsung telah menciptakan standar tinggi dalam manajemen bencana di Indonesia. Banyak pengamat menyebut keberhasilan ini sebagai salah satu capaian terbaik pemerintahan SBY.
Berbeda dengan SBY, Presiden Prabowo Subianto menghadapi kritik tajam ketika banjir bandang dan longsor melanda sejumlah wilayah Sumatera. Banyak pihak menilai respons Prabowo tidak secepat yang diharapkan publik—sebuah persepsi yang diperkuat oleh beberapa faktor, termasuk kepergiannya ke Pakistan dan Rusia di saat situasi dalam negeri sedang genting.
Meski Prabowo akhirnya turun ke lapangan dan melakukan kunjungan ke lokasi bencana, langkah tersebut dinilai terlambat dan lebih bersifat simbolik ketimbang strategis. Publik menilai negara membutuhkan arahan langsung dari pucuk pimpinan, bukan sekadar kunjungan seremonial setelah bencana berlangsung berhari-hari.
Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah bocoran informasi internal yang menyebut adanya fenomena asal bapak senang (ABS) di lingkaran Istana. Menurut bocoran tersebut, peringatan cuaca ekstrem dari BMKG tidak disampaikan ke Presiden Prabowo secara optimal. Jika benar, situasi ini menunjukkan adanya problem serius dalam sistem informasi dan komunikasi pemerintah.
Model birokrasi ABS sangat berbahaya. Ia tidak hanya menghambat pengambilan keputusan, tetapi juga mengorbankan keselamatan publik. Bencana tidak bisa ditangani dengan laporan yang disaring, dibungkus, atau dipoles. Negara membutuhkan data apa adanya, meskipun pahit.
Kegagalan menyampaikan informasi dini dapat membuat pemerintah terlambat mengambil keputusan evakuasi, penyebaran logistik, atau mobilisasi pasukan SAR—dan jeda waktu beberapa jam saja bisa menentukan jumlah korban.
Ketika SBY menghadapi bencana, ia menghabiskan waktu di pusat koordinasi, memastikan seluruh lembaga bekerja sesuai ritme yang sama. Sementara Prabowo dianggap lebih tampil sebagai “pemadam kebakaran politik” yang turun setelah bencana terjadi, bukan pemimpin yang berada di garis depan sejak awal.
Perjalanan luar negeri Prabowo ke Pakistan dan Rusia menjadi catatan penting. Meskipun diplomasi internasional itu memiliki tujuan strategis, waktu pelaksanaannya menimbulkan kesan bahwa isu global lebih diprioritaskan dibanding keselamatan warga di dalam negeri. Persepsi publik sangat penting dalam situasi krisis, dan kali ini persepsinya sangat negatif.
Dalam era digital seperti saat ini, publik menilai pemimpin melalui kecepatan dan ketepatan tindakan. Keputusan yang terlambat beberapa jam dapat langsung memicu gelombang kritik besar. Media sosial menjadi alat kontrol publik yang kuat.
Banyak komentar masyarakat yang menilai Prabowo kurang empatik, kurang cepat, dan terutama kurang fokus. Tagar-tagar kritik bermunculan, menggambarkan betapa sensitifnya isu bencana bagi publik.
Apa yang bisa dipelajari dari era SBY?
-Kepemimpinan langsung dari presiden adalah krusial.
Koordinasi antar lembaga sering kali macet tanpa instruksi presiden.
-Transparansi informasi adalah kunci.
Tidak ada ruang untuk ABS dalam penanganan bencana.
-Kecepatan menentukan jumlah korban.
-Fokus total diperlukan.
Bencana bukan panggung politik.
-Komunikasi publik harus jelas dan konsisten.
Perbandingan antara SBY dan Prabowo bukan untuk menghadirkan politik identitas atau nostalgia. Ini adalah evaluasi yang diperlukan agar negara bisa menjadi lebih siap menghadapi bencana, terlebih di tengah krisis iklim yang memperburuk intensitas bencana alam.
Prabowo masih memiliki waktu untuk memperbaiki sistem penanganan bencana. Ia harus memastikan informasi dari BMKG dan lembaga terkait tidak lagi tersekat, memastikan koordinasi berjalan tanpa hambatan, dan menunjukkan ketegasan serta kecepatan sebagaimana dituntut oleh situasi darurat.
Bencana tidak menunggu. Rakyat tidak bisa menunggu. Dan seorang presiden tidak boleh memimpin dari kejauhan.
Jika negara ingin maju, penanganan bencana harus menjadi prioritas—bukan kegiatan sampingan. Dan pada titik ini, publik menilai, SBY masih menjadi standar terbaik yang pernah dimiliki Indonesia.
Oleh: Rokhmat Widodo,
Pengamat Politik dan Sosial
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
SBY Lebih Bagus daripada Prabowo dalam Menangani Bencana
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:

Tidak ada komentar