Breaking News

Modus 'Orang Dalam' Korupsi BPJS, Komisi 25 Persen dari 340 Pasien Hantu


Jaringan korupsi berjamaah yang menggerogoti dana Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah DKI Jakarta terbongkar.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta kembali menyeret dua nama baru ke pusaran kasus, mengungkap modus operandi licik yang melibatkan 'orang dalam' untuk meloloskan ratusan klaim BPJS dari pasien hantu.

Skandal yang diduga telah berlangsung selama satu dekade, dari tahun 2014 hingga 2024, ini memasuki babak baru dengan penetapan dua tersangka tambahan yang merupakan mantan karyawan internal BPJS Ketenagakerjaan.

"Pada hari ini, Senin 22 Desember 2025, penyidik Kejati Jakarta telah menetapkan kembali dua orang sebagai tersangka dalam perkara klaim fiktif ini," kata Kepala Seksi Operasi Kejati DKI Jakarta, Adhya Satya, dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Senin (22/12/2025).

Dua tersangka tersebut adalah SL, yang merupakan mantan karyawan BPJS Ketenagakerjaan Kanwil DKI Jakarta, dan SAN, seorang eks karyawan dari kantor cabang Jakarta Kebon Sirih.

Penetapan status tersangka ini dikukuhkan melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-29 dan TAP-30 tertanggal 22 Desember 2025.

Modus Operandi: Otak, Eksekutor, dan Komisi Haram 25 Persen

Penyidik Kejati DKI Jakarta membeberkan secara gamblang bagaimana kongkalikong ini berjalan mulus selama bertahun-tahun.

Kedua tersangka, SL dan SAN, diduga kuat menjadi 'pintu' bagi tersangka utama yang telah ditangkap sebelumnya, yakni RAS.

Modusnya, RAS yang bertindak sebagai otak dan pemasok data, akan mendaftarkan total 340 pasien fiktif untuk mencairkan klaim JKK.

Namun, sebelum dokumen-dokumen palsu itu dimasukkan secara resmi, RAS terlebih dahulu memberikan sinyal atau informasi kepada SL dan SAN.

Berbekal 'kode' dari RAS, kedua orang dalam ini kemudian bertugas memastikan dokumen klaim fiktif tersebut lolos proses verifikasi dan mendapatkan persetujuan pencairan.

Sebagai imbalan atas jasa mereka meloloskan klaim bodong, SL dan SAN disebut menerima bayaran fantastis sebesar 25 persen dari setiap klaim JKK yang berhasil dicairkan.

Adhya Satya menegaskan bahwa kedua tersangka ini bertindak dengan kesadaran penuh dan niat jahat sejak awal. Mereka tahu betul bahwa setiap lembar dokumen yang mereka proses adalah palsu.

“SL dan SAN sudah mengetahui bahwa dokumen klaim yang dimasukkan seluruhnya adalah fiktif,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara.

Dengan kerugian keuangan negara yang ditaksir sementara mencapai Rp21 miliar, komisi haram yang dinikmati para tersangka ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp5 miliar.

Jerat Hukum dan Penahanan

Akibat persekongkolan jahat ini, para tersangka kini harus menghadapi jerat hukum yang berat. Mereka disangkakan melanggar pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut, Kejati DKI Jakarta langsung melakukan penahanan.

Tersangka SL dijebloskan ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sementara SAN ditahan di Rutan Kelas I Cipinang. Keduanya akan mendekam di sel tahanan selama 20 hari ke depan.

Penetapan dua tersangka baru ini merupakan pengembangan dari penangkapan tersangka RAS pada 18 Desember 2025 lalu. RAS diduga menjadi aktor intelektual di balik skema klaim fiktif yang merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah ini.

Sumber: suara
Foto: Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi klaim fiktif jaminan kecelakaan kerja (JKK) pada BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah DKI Jakarta tahun anggaran 2014–2024, Jakarta, Kamis (18/12/2025). ANTARA/HO-Kejati DKI Jakarta.

Modus 'Orang Dalam' Korupsi BPJS, Komisi 25 Persen dari 340 Pasien Hantu Modus 'Orang Dalam' Korupsi BPJS, Komisi 25 Persen dari 340 Pasien Hantu Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar