Breaking News

Jaksa Agung: Uang Rp 6,6 Triliun dari Denda Tambang-Sawit hingga Eksekusi Korupsi CPO


Kejaksaan Agung (Kejagung) membawa kabar baik bagi kas negara. Melalui kerja Satuan Tugas Pengembalian Kawasan Hutan (Satgas PKH), negara berhasil mengantongi uang senilai Rp6,6 triliun dari hasil penertiban lahan hutan dan eksekusi perkara korupsi kelas kakap.

Angka fantastis ini diumumkan langsung oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin di markas besarnya, Gedung Bundar Kejagung, pada Rabu (24/12/2025).

Dana triliunan rupiah tersebut merupakan gabungan dari penagihan denda administratif kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan hingga eksekusi uang pengganti dari perkara korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap.

Ini menjadi bukti nyata keseriusan pemerintah dalam menindak para perusak hutan sekaligus koruptor yang merugikan negara.

Rincian 'Harta Karun' Rp6,6 Triliun

Jaksa Agung ST Burhanuddin memaparkan secara rinci sumber dari penerimaan negara tersebut. Sebesar Rp2,3 triliun di antaranya merupakan hasil penagihan denda administratif dari puluhan perusahaan yang terbukti melanggar aturan di sektor kehutanan.

“Berasal dari 20 perusahaan sawit dan satu perusahaan tambang nikel,” kata Burhanuddin, di Gedung Bundar Kejagung, Rabu (24/12/2025).

Sementara itu, pemasukan terbesar datang dari eksekusi perkara tindak pidana korupsi (tipikor) yang telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.

Nilainya mencapai Rp4,2 triliun, yang sebagian besar berasal dari kasus mega korupsi yang sempat menghebohkan publik.

“Berasal dari perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO, dan perkara impor gula,” jelasnya.

Selamatkan Hutan Seluas 12 Kali Jakarta

Selain pemasukan dalam bentuk uang, Satgas PKH juga berhasil mengembalikan fungsi kawasan hutan kepada negara dengan luasan yang sangat signifikan, yakni mencapai 896.969,143 hektar. Luasan ini setara dengan lebih dari 12 kali luas wilayah DKI Jakarta.

Di sisi lain, Satgas juga menangani isu sosial yang kompleks, yakni keberadaan permukiman warga di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Teso Nilo.

Burhanuddin menyebut, saat ini terdapat 7 desa dengan total 5.733 kepala keluarga yang bermukim di sana.

Kawasan tersebut bahkan telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas publik.

"Dalam kawasan itu, terdapat pula 12 sarana pendidikan, 52 rumah ibadah, dan 12 fasilitas kesehatan," ungkapnya.

Pemerintah pun telah menyiapkan solusi melalui program relokasi.

“Jumlah kepala keluarga (KK) yang telah didaftarkan untuk mengikuti program relokasi sebanyak 1.465 KK,” katanya.

Satgas PKH telah bergerak cepat dengan menyiapkan lahan seluas 8.077 hektar untuk program relokasi tersebut. Tahap pertama bahkan telah dieksekusi beberapa hari lalu.

“Telah melakukan relokasi penduduk tahap satu pada tanggal 20 Desember 2025 terhadap 227 KK dari lahan perkebunan sawit seluas 6.330,78 hektar,” ucapnya.

Potensi Denda Ratusan Triliun di Depan Mata

Jaksa Agung optimistis bahwa penerimaan negara dari sektor ini akan terus bertambah secara masif.

Untuk tahun 2026 mendatang, pemerintah telah memetakan potensi denda administratif dari perusahaan sawit dan tambang di kawasan hutan dengan nilai yang jauh lebih besar.

“Potensi denda administratif dari sawit sebesar Rp109,6 triliun dan potensi administratif tambang sebesar Rp32,63 triliun,” tandasnya.

Sumber: suara
Foto: Jaksa Agung, ST Burhanuddin. [Instagram stburhanuddin_]

Jaksa Agung: Uang Rp 6,6 Triliun dari Denda Tambang-Sawit hingga Eksekusi Korupsi CPO Jaksa Agung: Uang Rp 6,6 Triliun dari Denda Tambang-Sawit hingga Eksekusi Korupsi CPO Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar