Breaking News

Purbaya Belum Menyerah Tetap Tolak APBN Dipakai Bayar Seluruh Utang Kereta Cepat Whoosh


Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa kembali menegaskan sikapnya terkait skema pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.

Meski Presiden Prabowo Subianto telah menyatakan pemerintah siap mengambil alih tanggung jawab penuh, Purbaya menegaskan APBN tidak boleh menjadi penanggung seluruh kewajiban proyek tersebut.

Dalam media briefing di Jakarta, Jumat (14/11/2025), Purbaya menyampaikan bahwa APBN hanya layak digunakan untuk membayar porsi infrastruktur, bukan komponen rolling stock atau struktur utang komersial yang menjadi tanggung jawab PT Danantara dan mitra Tiongkok.

“Kalau saya sih mending nggak bayar utang Whoosh. Tapi ini kebijakan pimpinan di atas. Kalau pun ikut, APBN hanya membayar jalannya (infrastruktur), bukan rolling stock,” ujar Purbaya.

Pernyataan ini kontras dengan sikap Presiden Prabowo yang sebelumnya menegaskan bahwa negara siap mengambil alih penuh beban utang KCJB.

“Saya tanggung jawab. Negara ambil alih semuanya,” kata Prabowo pada 4 November 2025.

Menko Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga mengisyaratkan hal serupa, yaitu bahwa negara siap masuk secara penuh untuk meredam ketidakpastian proyek dan menjaga stabilitas.

Namun Purbaya masih menarik garis tegas, bahwa APBN harus dilindungi dari beban fiskal yang tidak perlu.

Purbaya mengingatkan bahwa pelemahan rupiah menambah besarnya kewajiban proyek.

Berdasarkan kurs 15 November 2025 di sekitar Rp16.712 per dolar, total biaya KCJB diperkirakan telah meningkat menjadi sekitar Rp121,3 triliun, naik dari perhitungan lama Rp116 triliun.

Biaya infrastruktur: sekitar Rp110 triliun

Rolling stock (kereta CR400AF): 6–16 triliun

Infrastruktur dinilai sebagai aset jangka panjang, sementara rolling stock menyusut nilainya, sehingga tak layak dibebankan ke APBN.

Inilah alasan Purbaya menolak APBN membayar keseluruhan komponen utang.

Sikap Menteri Keuangan ini bukan hanya pertimbangan teknis, tetapi juga langkah politik fiskal defensif untuk menjaga APBN yang sedang tertekan oleh defisit, belanja wajib, serta utang pemerintah.

Ia menegaskan bahwa, APBN tidak boleh menjadi “pembayar terakhir” dari kesalahan manajemen proyek.

PT Danantara sebagai holding BUMN harus tetap bertanggung jawab pada porsi yang menjadi kewajibannya.

Infrastruktur boleh dibantu negara karena termasuk aset jangka panjang, tetapi rolling stock tidak boleh dialihkan begitu saja ke APBN.

Purbaya juga menyinggung bahwa ia ingin ikut dalam pembahasan dengan pihak Tiongkok agar posisi fiskal Indonesia tidak dirugikan.

“Saya mau ikut supaya saya nggak rugi-rugi amat. Yang penting terbaik untuk negara,” ujar Purbaya.

Sikap Purbaya menciptakan kontras yang tajam dengan pendekatan politik Presiden yang berfokus pada stabilitas, hubungan strategis dengan Tiongkok, serta penyelesaian polemik berkepanjangan terkait proyek Whoosh.

Di sisi lain, Purbaya memainkan peran tradisional Menteri Keuangan, menjadi rem dalam kebijakan besar agar APBN tetap aman.

Langkah ini mengingatkan publik pada situasi serupa di era sebelumnya, ketika proyek-proyek infrastruktur besar tanpa pengetatan fiskal menimbulkan beban jangka panjang.

Saat ini pemerintah masih membahas skema final pembayaran.

Purbaya tetap patuh pada keputusan Presiden, namun berusaha menjaga batas fiskal dengan jelas:

APBN boleh masuk untuk infrastruktur.

APBN tidak boleh menanggung rolling stock atau utang komersial.

Posisi ini menjadikan Purbaya salah satu sedikit figur dalam kabinet yang secara eksplisit menjaga disiplin fiskal negara, tanpa secara langsung menentang keputusan Presiden.

Sumber: porosjakarta
Foto: Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa

Purbaya Belum Menyerah Tetap Tolak APBN Dipakai Bayar Seluruh Utang Kereta Cepat Whoosh Purbaya Belum Menyerah Tetap Tolak APBN Dipakai Bayar Seluruh Utang Kereta Cepat Whoosh Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar