Breaking News

Jawaban Mengejutkan Ekonom Soal Redenominasi Rp 1.000 Jadi Rp 1


Pengamat Ekonomi, Prof Ferry Latuhihin, mengkritisi rencana redenominasi rupiah yang tercantum dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan 2025–2029.

Menurutnya, rencana penyederhanaan nominal rupiah harus memiliki alasan kuat dan kebutuhan mendesak, bukan sekadar kebijakan tanpa fondasi.

Dalam pandangan Prof Ferry, redenominasi idealnya menyentuh tiga fungsi utama uang, yaitu alat tukar, alat penyimpan nilai, dan satuan hitung (unit of account).

Jika hanya satu fungsi yang terpengaruh tanpa alasan jelas, maka urgensi kebijakan tersebut patut dipertanyakan.

“Pertama kita tanya dulu, mau melakukan ini ada urgensinya nggak? Kalau tidak ada urgensinya dan bisnis tidak merasa komplain dalam transaksi? Uang itu punya tiga fungsi,” ujar Prof Ferry dalam kanal YouTube Hendri Satrio Official, Senin (17/11/25).

“Yang disentuh kalau 3 nol dihilangi itu hanya unit of account. Dua fungsi lainnya tidak tersentuh.”

Bandingkan dengan Era 1960-an: Ada Krisis, Ada Alasan

Prof Ferry kemudian menyinggung redenominasi pada era 1960-an di masa Presiden Soekarno.

Saat itu, Bank Indonesia disebut terlalu banyak mencetak uang demi proyek mercusuar, sehingga inflasi mencapai 650 persen.

Kondisi tersebut menjadi alasan kuat untuk melakukan redenominasi.

“Pada tahun 60-an, BI terlalu banyak nyetak uang untuk proyek-proyek mercusuar. Inflasi saat itu 650 persen. Itu ada alasan untuk melakukan redenominasi,” jelasnya.

“Nah, kalau sekarang tidak ada alasannya.”

Prof Ferry menegaskan kembali bahwa ia masih mempertanyakan apa urgensi rencana redenominasi jika memang akan diterapkan.

“Purbaya sendiri bilang ini urusan BI, bukan urusan saya. Nah makanya saya bingung, urgensinya apa?”

Purbaya: Redenominasi Bukan Wewenang Kementerian Keuangan

Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku belum mengetahui kapan redenominasi akan diterapkan.

Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan kewenangan penuh Bank Indonesia (BI).

“Kalau redenominasi itu bukan wewenang Kementerian Keuangan,” kata Purbaya.

“Bank Indonesia nanti yang akan menyelenggarakannya.”

Meski demikian, Kemenkeu tetap mempersiapkan perangkat hukumnya.

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Renstra Kemenkeu 2025–2029, pemerintah menargetkan RUU Redenominasi dapat selesai pada 2026 atau 2027.

Dalam beleid tersebut, redenominasi disebut memiliki urgensi strategis untuk mendorong efisiensi perekonomian, menjaga stabilitas nilai rupiah, meningkatkan daya saing nasional, dan memperkuat kredibilitas rupiah di mata internasional.

Pelaksanaan teknis rencana ini nantinya akan berada di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu.

Sebelumnya, rencana serupa pernah dicantumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani melalui PMK Nomor 77 Tahun 2020 dalam Renstra 2020–2024, namun belum juga terealisasi.

Apa Itu Redenominasi?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengubah nilai tukarnya.

Artinya, daya beli masyarakat tidak berubah. Perubahan hanya terjadi pada jumlah digit, misalnya Rp1.000 menjadi Rp1

Kebijakan ini berbeda dengan sanering, yang biasanya disertai pemotongan nilai uang dan daya beli.

Sumber: suara
Foto: Pengamat Ekonomi Prof Ferry Latuhihin [Youtube Hendri Satrio Official]

Jawaban Mengejutkan Ekonom Soal Redenominasi Rp 1.000 Jadi Rp 1 Jawaban Mengejutkan Ekonom Soal Redenominasi Rp 1.000 Jadi Rp 1 Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar