Mahfud MD: Penyelesaian Utang Whoosh Tak Cukup Secara Politik, Harus Lewat Jalur Hukum
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kembali angkat bicara mengenai polemik proyek Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC) atau Whoosh, yang hingga kini masih menjadi sorotan publik akibat besarnya beban utang terhadap China.
Dalam video yang diunggah di kanal Mahfud MD Official pada Jumat malam, 24 Oktober 2025, Mahfud mempertanyakan kejelasan isi kontrak kerja sama antara Indonesia dan China dalam proyek transportasi tersebut.
“Kita belum tahu secara pasti isi kontrak antara Indonesia dan China. Bahkan, ada anggota DPR yang mengaku belum pernah melihat dokumen itu. Apakah kontrak tersebut bisa diakses publik secara utuh?” ujar Mahfud.
Kontrak China dan Klausul Kerahasiaan
Mahfud mengutip hasil studi Deutsche Welle berjudul China’s Secret Loans to Developing Nations (31 Maret 2021), yang meneliti 142 perjanjian pinjaman Bank China dengan 24 negara berkembang.
Hasilnya, sebagian besar kontrak tersebut mengandung klausul kerahasiaan tinggi.
Menurut laporan itu, China memiliki wewenang besar dalam mengatur hubungan finansial dengan negara peminjam, bahkan bisa mengakhiri kontrak atau menuntut pengembalian dana jika ada perubahan kebijakan nasional atau hukum di negara penerima pinjaman.
“Sebanyak 90 persen kontrak memberi hak kepada China untuk mengintervensi kebijakan luar negeri negara peminjam,” jelas Mahfud.
Selain itu, negara penerima pinjaman juga wajib memberikan prioritas pembayaran kepada Bank China jika terjadi restrukturisasi utang atau kebangkrutan.
Risiko Wanprestasi dan Potensi Penyitaan Aset
Mahfud mengingatkan bahwa beberapa perjanjian pinjaman mencantumkan ketentuan wanprestasi jika hubungan diplomatik antara negara peminjam dan China terputus.
“Sekitar 30 persen kontrak mengharuskan negara peminjam menyetor agunan ke rekening khusus yang dikuasai oleh China,” paparnya.
Mahfud mencontohkan kasus pelabuhan Sri Lanka, yang disita China akibat gagal bayar proyek infrastruktur.
Menurutnya, risiko serupa bisa saja terjadi jika Indonesia tidak berhati-hati dalam mengelola utang Whoosh.
Utang Pemerintah Adalah Utang Rakyat
Mahfud menegaskan bahwa utang pemerintah pada dasarnya menjadi tanggung jawab rakyat, karena dana publik akan digunakan untuk menutup beban pinjaman tersebut.
“Rakyat tidak bisa menuntut pertanggungjawaban sebelum pemerintah menyelesaikan isi kontrak sesuai perjanjian. Artinya, beban utang ini juga menjadi beban rakyat,” tegasnya.
Nilai Kontrak Tak Bisa Disalahkan, Tapi Indonesia Harus Cermat
Mahfud menilai klausul kontrak yang dibuat China tidak bisa disalahkan karena sesuai dengan kepentingan nasionalnya dan diakui dalam aturan GATT serta WTO. Namun, ia menilai Indonesia harus lebih berhati-hati agar tidak dirugikan.
“Masalahnya bukan pada China, tapi pada kita. Jangan-jangan kita yang lalai atau bahkan ada praktik koruptif di balik kontrak tersebut,” ujarnya.
Mahfud: Penyelesaian Whoosh Harus Lewat Jalur Hukum
Mahfud menekankan bahwa penyelesaian masalah utang proyek Whoosh tidak cukup dilakukan lewat pendekatan politik semata.
“Kasus ini harus diselesaikan bukan hanya secara politik, tetapi juga lewat jalur hukum. Ini penting agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan wewenang yang diwariskan dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya,” pungkasnya.***
Sumber: inilah
Foto: M Mahfud MD mantan Menkopolkam/Net
Mahfud MD: Penyelesaian Utang Whoosh Tak Cukup Secara Politik, Harus Lewat Jalur Hukum
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:

Tidak ada komentar