Breaking News

Kuasa Hukum Warga Kohod Beberkan Nama-nama Mandor Pagar Laut, Dalangnya Disebut-sebut!


Tim Advokasi Warga Kohod, Henri Kusuma mengungkap sosok diduga mandor pagar laut yang namanya belakangan ini beredar di jagat maya.

Nama mandor pagar laut itu sempat diungkap Ahmad Khozainuddin selaku pihak yang melakukan gugatan atas adanya pagar laut ini.

Menurut Khozainuddin yang juga pengacara, pembangunan pagar laut diduga atas perintah Ali Hafiah Lijaya.

Khozainuddin menegaskan jika Ali Hafiah merupakan orang Aguan yang diduga menjadi dalang pemasangan pagar laut di pesisir Tangerang.

Proyek itu diduga dikerjakan oleh mandor Memet, atas permintaan Gojali alias Engcun. Pembangunan ini disubervisi oleh Ali Hafiah Lijaya yang disinyalir merupakan orang kepercayaan Aguan.

Berangkat dari hal tersebut, Henri Kusuma mengatakan bahwa nama yang disebutkan itu adalah seorang makelar properti. Sampai saat ini juga masih sebatas dugaan.

"Itu calo. Calo aja. Dia cuma ya ada tanah murah ya dibayarin dulu. Ya di belakangnya mungkin ada yang punya uangnya," ujar Henri kepada Disway.id, dikutip Rabu, 05 Januari 2025.

Kemungkinan, kata Henri, dari salah satu nama itu ada yang menjembatani kepada si pemodal. Sehingga harga penawarannya pun bisa dibilang tidak masuk akal.

"Ya mungkin Engcun-nya misalnya. Engcun kalo saya pantau sih. Engcun bayar. Engcun juga kan pasti punya pemodal. Mungkin dia gitu ya," katanya.

"Habis itu ke warga bayarin. Seenaknya jidat. Seenak jidatnya dia nawarnya juga," sambungnya.

Sementara itu, Henri Kusuma juga menjelaskan polemik Sertifikat Hak Guna Bangunan (SGHB) pagar laut yang berada sekitar di Laut Alar Jiban, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.

Sebelumnya Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin bin Asip ngotot mengatakan ke Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid bahwa SGHB di laut dulunya bekas daratan, yang seiring berjalannya waktu terkena abrasi.

Namun, Menteri Nusron dengan tegas membantah pernyataan tersebut. Menurutnya, tanah yang sudah tidak ada fisiknya masuk ke dalam kategori tanah musnah.

Henri Kusuma mengakui bahwa saat itu memang pernah terjadi abrasi di dua tempat. Yakni di Desa Kohod dan Kramat, Kabupaten Tangerang.

Namun, dampak abrasi tidak begitu besar. Pasalnya jarak dari bibir pantai ke area pagar laut lumayan jauh, dan pada saat itu juga sempat muncul tanah timbul.

"Jadi gini, ini kan pantai. Dulu memang ada abrasi tapi ga sebesar itu. Dan sempat muncul ini tanah. Nah, disebutlah tanah timbul. Ga banyak ya, cuman 20-30 hektar mungkin ya. Nah ini sempet timbul.

Tapi tertutup lagi sama laut," ujarnya kepada Disway.id, Sabtu, 01 Februari 2025.

Sementara, jarak menuju ke tempat dipasangnya pagar laut itu sekitar 800 meter dari bibir pantai. Jadi penerbitan SGHB di laut tidak terkait dengan faktor abrasi.

"Empang itu hasil abrasian yang kemudian muncul tanah timbul. Hasil abrasi itu awalnya dijadiin empang. Ada juga jadiin apa gitu," tuturnya.

"Dan itu sebentar aja. Ga sampe tahunan. Yang saya denger sih ga sampe tahunan. Akhir tahun udah hilang lagi. Tertutup laut lagi," sambungnya.

Menurut Henri, tanah timbul (daratan) yang dijadikan sebagai empang maupun tambak itu hanya muncul beberapa bulan saja. Selepasnya, sudah tidak ada lagi.

"Nah sementara pagar laut itu 800 meter dari pantai. Gimana? Masa pindah ngegeser kesana? " ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid sempat berdebat dengan Kepala Desa Kohod soal Sertifikat Hak Guna Bangunan (SGHM) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.

Perdebatan memanas ketika Menteri Nusron dan Kades Kohod, Tarsin meninjau langsung area lahan yang bersertifikat di Laut Alar Jiban, Desa Kohod, Kab. Tangerang.

Tarsin mengatakan, sebelum diterbitkan SGHB, mulanya lahan tersebut bekas empang dan terdapat beberapa tambak yang kemudian terimbas abrasi.

Namun, Menteri Nusron menegaskan bahwa area atau lahan yang sudah tidak ada fisiknya merupakan tanah musnah.

"Kalau masuk kategori tanah musnah otomatis, hak apapun di situ hilang. Hak milik juga hilang, hak guna bangunan juga hilang," tegasnya.

"Kenapa? barangnya udah nggak ada, gimana ada haknya. Kecuali kalau ada barangnya. Ini nggak ada barangnya," sambung Nusron.

Tarsin tetap ngotot, dia meyebut, lahan itu memang bekas empang dan tambak yang seiring berjalannya waktu terkena abrasi.

"Tadi saya sama Pak Lurah berdebat. 'Ini dulu abrasi Pak. Ini dulu empang'. Ya udahlah. Kita kan kalau debat tempatnya kan nggak di laut. Debatnya nanti di media saja," kata Nusron.

Meski begitu, Nusron mengaku tetap membatalkan SHGB itu. Lantaran saat ini, fisik tanahnya telah hilang. Sehingga kata Nusron, jika tanah sudah tidak bisa dilihat fisiknya maka dikategorikan sebagai tanah musnah.

"Mau Pak Lurah bilang empang. Nah yang jelas secara faktual material, tadi kita lihat sama-sama fisiknya udah nggak ada tanahnya," kata Nusron kepada awak media, Jumat.

"Karena udah nggak ada tanahnya, saya nggak mau debat soal masalah garis pantai apa nggak mau itu dulu. Itu toh kalau dulunya empang, kalau yang di sono tadi, karena udah nggak ada fisiknya, maka itu masuk kategori tanah musnah," sambungnya.

Nusron menambahkan, pada peninjauan kali ini pihaknya juga turut membatalkan 50 bidang tanah yang memiliki sertifikat HGB dan SHM, di area tersebut.

"Satu satu, dicek satu-satu. Karena pengaturannya begitu. Ini aku belum tahu ada berapa itu yang jelas Hari ini ada lah. Kalau sekitar 50-an ada kali," tukasnya.

Sumber: disway
Foto: Kuasa Hukum Warga Kohod Beberkan Nama-nama Mandor Pagar Laut, Dalangnya Disebut-sebut!-Disway/Candra Pratama-

Kuasa Hukum Warga Kohod Beberkan Nama-nama Mandor Pagar Laut, Dalangnya Disebut-sebut! Kuasa Hukum Warga Kohod Beberkan Nama-nama Mandor Pagar Laut, Dalangnya Disebut-sebut! Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar