Breaking News

Kades Kohod Arsin Masih Petatang-peteteng Meskipun Sudah Dilaporkan ke Inspektorat Pemda, Kuasa Hukum Warga Kohod: Dia Peras Mayarakat


Henri Kusuma selaku Tim Advokasi Warga Kohod mengungkapkan bahwa Kades Arsin masih petatang-peteteng mesksipun sudah dilaporkan ke Inspektorat Pemda.

Adapun pelaporan Arsin yang dilayangkan oleh warga Desa Kohod melalui kuasa hukumnya ke ke Inspektorat Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Tangerang, terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Kades tersebut.

"Kepala Desa ini (Arsin) memeras, di mana modusnya warga warga-warga yang belum memiliki surat tanah yang terkena pembebasan PIK diminta untuk mengurus surat-suratnya sehingga menjadi surat yang resmi," papar Henri.

Henri menjelaskan bahwa dalam mematok harga pengusuran surat-surat seperti akta jual beli tanah atau AJB, sertifikat, dan lain-lain dengan harga yang tinggi sekali.

Saat mengusrus Surat Pemberitahuan Pajak Tertuang atau SPPT aja bisa sampai puluhan juta, padahal untuk mengurus SPPT hanya Rp 300 ribu.

Walaupun warga telah melaporkan dugaan pemerasaan itu ke Inspektorat Pemda Kabupaten, tetapi hingga saat ini belum ada tindak lanjut.

"Meskipun telah dilaporkan, namun Arsin masih petatang-peteteng, Catat aja, petantang petenteng!" tegasnya.

Henri juga menjelaskan polemik Sertifikat Hak Guna Bangunan atau SGHB pagar laut yang berada sekitar di Laut Alar Jiban, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.

Diketahui bahwa Arsin bin Asip ngotot mengatakan ke Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid bahwa SGHB di laut dulunya bekas daratan, yang seiring berjalannya waktu terkena abrasi.

Namun, Menteri Nusron dengan tegas membantah pernyataan tersebut dan menjelaskan jika tanah yang sudah tidak ada fisiknya masuk ke dalam kategori tanah musnah.

Berangkat dari hal tersebut, Henri Kusuma mengakui bahwa saat itu memang pernah terjadi abrasi di dua tempat, yaitu di Desa Kohod dan Kramat, Kabupaten Tangerang.

Namun, dampak abrasi tidak begitu besar, karena jarak dari bibir pantai ke area pagar laut lumayan jauh dan pada saat itu juga sempat muncul tanah timbul.

"Pantai ini memang ada abrasi tapi tidak sebesar itu dan sempat muncul ini tanah atau bisa disebut tanah timbul. Itupun tidak banyak hanya 20-30 hektar," paparnya.

Menurut Henri kemudian area tersebut tertutup lagi sama laut.

Sementara, jarak menuju ke tempat dipasangnya pagar laut itu sekitar 800 meter dari bibir pantai, jadi penerbitan SGHB di laut tidak terkait dengan faktor abrasi.

"Empang itu hasil abrasian yang kemudian muncul tanah timbul. Hasil abrasi itu awalnya dijadiin empang. Ada juga jadiin untuk kebutuhan lainnya," tuturnya.

"Itu sebentar aja, gak sampai tahunan dan kemudian tertutup lagi dengan laut," sambungnya.

"Sedangkan pagar laut itu 800 meter dari pantai, masa lahan tersebut ngegeser kesana," ucapnya.

Sedangkan Nusron menegaskan bahwa area atau lahan yang sudah tidak ada fisiknya merupakan tanah musnah.

Akan tetapi Arsin mengatakan, sebelum diterbitkan SGHB, awalnya lahan tersebut bekas empang dan terdapat beberapa tambak yang kemudian terimbas abrasi.

"Kalau masuk kategori tanah musnah otomatis, hak apapun di situ hilang. Hak milik juga hilang, hak guna bangunan juga hilang," tegas Nusron.

"Kenapa? barangnya udah nggak ada, gimana ada haknya. Kecuali kalau ada barangnya. Ini nggak ada barangnya," sambung Nusron.

Arsin tetap ngotot dan meyebut jika lahan itu memang bekas empang dan tambak yang seiring berjalannya waktu terkena abrasi.

"Tadi saya sama Pak Lurah berdebat. 'Ini dulu abrasi Pak. Ini dulu empang'. Kita kan kalau debat tempatnya kan nggak di laut. Debatnya nanti di media saja," kata Nusron.

Meski begitu, Nusron mengaku tetap membatalkan SHGB itu karena saat ini fisik tanahnya telah hilang, jika tanah sudah tidak bisa dilihat fisiknya maka dikategorikan sebagai tanah musnah.

"Mau Pak Lurah bilang empang. Nah yang jelas secara faktual material, tadi kita lihat sama-sama fisiknya udah nggak ada tanahnya," kata Nusron kepada awak media, Jumat saat menyambangi Desa Kohod beberapa waktu lalu.

Nusron menambahkan, pada peninjauan kali ini pihaknya juga turut membatalkan 50 bidang tanah yang memiliki sertifikat HGB dan SHM, di area tersebut.

"Satu satu, dicek satu-satu. Karena pengaturannya begitu. Ini aku belum tahu ada berapa itu yang jelas Hari ini ada lah. Kalau sekitar 50-an ada kali," tukasnya.

Sumber: disway
Foto: Henri Kusuma selaku Tim Advokasi Warga Kohod mengungkapkan bahwa Kades Arsin masih petatang-peteteng mesksipun sudah dilaporkan ke Inspektorat Pemda.-876sa-

Kades Kohod Arsin Masih Petatang-peteteng Meskipun Sudah Dilaporkan ke Inspektorat Pemda, Kuasa Hukum Warga Kohod: Dia Peras Mayarakat Kades Kohod Arsin Masih Petatang-peteteng Meskipun Sudah Dilaporkan ke Inspektorat Pemda, Kuasa Hukum Warga Kohod: Dia Peras Mayarakat Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar