Mengancam Mogok Nasional
PARTAI Buruh dan serikat-serikat pekerja melakukan kegiatan demonstrasi per 24 Oktober 2024. Demonstrasi akan terus berlangsung selama beberapa hari di semua provinsi di Indonesia. Demonstrasi yang seperti ini sudah sering terjadi.
Ada dua aspirasi buruh, yaitu membatalkan UU Cipta Kerja Omnibus Law minimal tentang ketenagakerjaan. Yang kedua adalah mengajukan tuntutan, agar upah minimum naik minimal 6 persen hingga 10 persen dibandingkan posisi upah minimum tahun 2024.
Jika kedua tuntutan tersebut tidak dipenuhi oleh pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, maka buruh akan melakukan mogok nasional di semua provinsi Indonesia pada pertengahan bulan November 2024.
Kegiatan mogok nasional akan diorganisasikan untuk mencapai jumlah sasaran demonstrasi sebanyak 5 juta buruh. Serikat buruh berharap meyakini akan membuat semua pabrik di Indonesia tutup beroperasi.
Penataan UU Cipta Kerja Omnibus Law yang paling ditolak oleh buruh antara lain adalah ketentuan Pasal 64 ayat (1) tentang perjanjian alih daya, sekalipun ketentuan perjanjian alih daya yang diatur dalam UU adalah di antara perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya.
Dalam hal ini yang dialihdayakan bukanlah buruh, melainkan hubungan di antara perusahaan. Partai Buruh meyakini bahwa ketentuan alih daya bukanlah sistem perekonomian Pancasila, melainkan sebagai sistem kapitalisme dan liberal yang diyakini bukanlah amanat UUD 1945.
Yang juga ditolak oleh buruh adalah formulasi hasil perhitungan kenaikan upah minimum, yang dirasakan merugikan buruh. Formula upah minimum sesungguhnya tidak diperinci dalam UU Cipta Kerja Omnibus Law, melainkan dinyatakan secara terperinci pada PP 51/2023.
Jadi, implikasi dari demonstrasi di atas, jika UU Cipta Kerja Omnibus Law dihapuskan, maka dampak negatif terhadap buruh antara lain adalah hapusnya revisi tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU 40/2004).
Akibatnya adalah semua jenis program jaminan sosial akan otomatis terhapuskan. Dengan posisi yang seperti ini justru sangat merugikan buruh. Buruh akan semakin terpuruk.
Kemudian hapusnya sistem jaminan sosial berdampak terhadap hapusnya jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pension, jaminan kematian, dan jaminan kehilangan pekerjaan (Pasal 18). Juga berimplikasi pada hapusnya revisi tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (BPJSN) UU 24/2011.
Hapusnya BPJS Kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan justru akan semakin lebih merugikan kehidupan buruh pada umumnya, walaupun justru terkesan lebih menguntungkan perusahaan-perusahaan asuransi swasta dan BUMN non BPJS. Juga hapusnya revisi tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU 18/2017). Demikian pula dengan hapusnya revisi UU Ketenagakerjaan (UU 13/2003).
Oleh karena itu, demonstrasi penghapusan UU Cipta Kerja Omnibus Law melalui mekanisme demonstrasi sesungguhnya justru memproduksi implikasi yang justru semakin merugikan perlindungan terhadap kepentingan buruh.
Berbeda halnya, jika buruh menggunakan mekanisme uji materi pasal-pasal dan ayat-ayat yang hanya merugikan buruh untuk dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Mengenai formula perhitungan pengupahan berdasarkan PP 51/2023 telah ditata formula sebagai berikut (Pasal 26, 26A, dan 26B). Upah minimum tahun depan adalah upah minim tahun ini ditambah dengan nilai penyesuaian upah tahun depan.
Nilai penyesuaian tahun mendatang terdiri dari inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dan hasilnya dikalikan dengan alfa maupun upah minimum tahun ini.
Alfa berada pada kisaran nilai 0,1 hingga 0,3. Simbol alfa merepresentasikan kepentingan tingkat penyerapan tenaga kerja dan rata-rata atau median upah, atau pun menggunakan pertimbangan faktor lain yang relevan dengan kondisi ketenagakerjaan.
Kemudian upah minimum kabupaten tahun mendatang merupakan rasio paritas daya beli dari kabupaten atau kota terhadap paritas daya beli provinsi dikalikan dengan upah minimum provinsi tahun ini (Pasal 32). Selanjutnya, beberapa reformulasi diturunkan berdasarkan formula tersebut.
Artinya, perhitungan pengupahan berdasarkan PP 51/2023 telah mempertimbangkan kepentingan-kepentingan ekonomi diantara semua pemangku kepentingan. Inflasi mewakili kepentingan para buruh dalam mengkonsumsi barang dan jasa.
Pertumbuhan ekonomi mewakili kepentingan buruh untuk urusan pemerataan kesejahteraan di antara kepentingan pengusaha bersama buruh. Alfa mewakili kepentingan para pengangguran yang diukur menggunakan pengukuran tingkat penyerapan tenaga kerja, atau merepresentasikan kondisi ketenagakerjaan pada umumnya.
Dalam hal ini, faktor paritas daya beli yang bersifat kewilayahan lokal. Singkat kata, berbagai kepentingan telah terukur dan ditata untuk mewakili perbedaan kepentingan antar kepentingan buruh, pengusaha, pengangguran, dan daya beli rumah tangga.
Akan tetapi persoalannya kemudian adalah formula pengupahan pada tahun 2024 telah menimbulkan kenaikan upah yang dinilai oleh buruh telah merugikan kenaikan pengupahan mereka.
Misalnya, upah minimum provinsi (UMP) Aceh naik 1,38 persen. UMP DKJ Jakarta naik 3,3 persen. UMP Bangka Belitung naik 4,06 persen. UMP Daerah Istimewa Yogyakarta naik 7,27 persen. UMP Sulteng naik 8,73 persen.
Akibatnya, buruh tetap senantiasa merasa dirugikan, jika mereka masih menggunakan formulasi perhitungan pengupahan berdasarkan PP 51/2023 sekalipun perhitungan pengupahan telah memperhatikan semua kepentingan dari para pemangku kepentingan sebagaimana telah diperinci di atas.
Akibatnya, buruh tetap menuntut kenaikan upah 6 persen hingga 10 persen untuk tahun 2025, dengan tidak memperhatikan PP 51/2023. Kiranya ada persoalan-persoalan lainnya di luar perumusan perhitungan pengupahan tersebut, yang bersifat mengganggu dan meruntuhkan formulasi pengupahan.
Misalnya, barangkali jeratan judi online, berjudi yang lainnya, perilaku gaya hidup konsumsi yang melebihi kemampuan pendapatan, atau pun tidak ada sumber pendapatan lainnya sebagaimana orang-orang kaya dan pengusaha yang mempunyai banyak sumber pendapatan.
Misalnya sumber pendapatan dari kegiatan sewa, bisnis, suku bunga simpanan, kenaikan harga emas, kenaikan harga tanah dan bangunan, harga saham, royalti, dividen, bagi hasil usaha, warisan, dan sumber pendapatan lainnya seperti hibah murni.
Perbedaan antara pendapatan tunggal pada buruh dibandingkan banyak sumber pendapatan pada pengusaha dan orang kaya, hal itu terkesan kemudian menjadi pemicu tumbuhnya rasa semakin tidak puas dalam menilai perbedaan kesejahteraan dan penghasilan.
Yang kesemuanya itu sebagai persoalan kesenjangan sosial dan sumber ketidakadilan terkesan senantiasa dipersalahkan sepenuh hati pada kinerja pemerintah.
OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI
Associate Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Mengancam Mogok Nasional
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar