Breaking News

Puan Maharani, Perempuan yang (tidak) Berhati Nurani


Hebat, luar biasa Puan Maharani! Hattrick dalam mematikan mic di sidang DPR. Baru kali ini Ketua DPR senang sekali mematikan mic. Apa pun alasannya, kebiasaan mematikan mic menunjukkan tingkat kecerdasan yang rendah, kurangnya tingkat kepekaan, dan sebagai seorang pemimpin dia suka bertindak otoriter.

Sebenarnya banyak makna yang bisa dibaca dari kebiasaan Puan mematikan mic ketika sedang berlangsung rapat (sidang). Rapat itu sendiri sebuah bentuk rembuk atau musyawarah untuk mencari keputusan terbaik. Jadi kalau sedang berlangsung musyawarah saja orang yang berpendapat dihalangi (dibatasi), bagaimana mungkin bisa menghasilkan out put atau produk undang-undang yang berkualitas, adil, dan berpihak kepada rakyat. Apalagi rapat kemarin itu membahas produk ilegal yang bertentangan dengan konstitusi, yaitu Undang-undang Cipta Kerja, yang isinya sangat merugikan rakyat dan hanya berpihak pada oligarki taipan.

Jika di dalam rapat musyawarah saja dihalangi-halangi, lalu saluran apa lagi yang bisa ditempuh untuk merundingkan sesuatu ? Di sini letak kedunguan, otoriterisme, dan ketidakberpihakan Puan kepada rakyar. Salahkah jika Puan (sebagai Ketua DPR) disebut perempuan yang tidak berhati nurani ? Implikasi dari disahkannya UU Cipta Kerja ini sangat menjerat rakyat. Begitu teganya Puan meloloskan UU Cipta Kerja ini.

Kejudesan Puan ternyata bukan terjadi di ruang sidang saja, tetapi juga terjadi ketika Puan membagikan kaos (partai) kepada kerumunan massa dengan cara dilempar-lempar sambil raut mukanya cemberut (judes) Sepertinya memang karakter Puan seperti itu, tidak berkorban secara tulus kepada orang lain (rakyat kecil), tidak bisa menghargai orang lain, dan tidak bisa membaca perasaan orang lain. Orang semacam Puan, yang selalu memposisikan diri sebagai “ningrat”, sangat tidak pantas untuk menjadi sekarang pemimpin, bahkan tidak cocok untuk menjadi seorang ibu yang punya jiwa kasih sayang.

Memang Puan bisa beralasan dan punya kuasa kenapa dia bertindak untuk mematikan mic. Selain untuk mengatur jalannya sidang, juga untuk menghentikan sidang karena waktu habis.

Namun yang menjadi pertanyaan, itu mic selalu dimatikan ketika protes disampaikan oleh oposisi. Padahal materi protes yang disampaikan oleh anggota Dewan sangat penting dan darurat, mengingat pembahasan yang akan diputuskan adalah sesuatu yang menyangkut kepentingan rakyat banyak.

Ada 3 kesalahan Puan ketika mematikan mic.

Pertama, sebagai seorang pimpinan DPR dia tidak bijaksana dan bahkan zhalim

Seharusnya Puan menyadari bahwa protes anggota Dewan itu karena semata-mata untuk mewakili rakyat, bukan untuk kepentingan partainya. Justru mayoritas anggota DPR bukan mewakili rakyat, cuma mewakili oligarki para taipan. Sudah seharusnya pembahasan itu dibatalkan. Wajar jika para mahasiswa menyebut DPR sebagai Dewan Perampok Rakyat bukan lagi sebagai perwakilan rakyat. Dan wajar juga ketika Puan di-meme kan sebagai tikus berkepala manusia.

Kedua, Puan sangat otoriter dan tidak adil

Coba perhatikan, di ruang sidang itu mayoritas adalah para pendukung rezim Jokowi, jadi mereka sudah tidak perlu buka mulut karena sudah buncit perut karena sudah kenyang dengan uang sogokan. Ngapain lagi ngomong-ngomong ini itu, karena sudah puas dengan uang sogokan. Lha ini anggota yang ingin mengingatkan orang yang salah malah dipotong.

Ketiga, Alasan Puan mematikan mic karena waktu telah habis, tidak tepat

Dalam situasi yang sangat krusial (bukan dalam keadaan normal), bahkan shalat bisa dijamak. Bagus jika alasan Puan mematikan mic karena sudah masuk waktu shalat (jika benar alasannya demikian), tapi Puan harus melakukan langkah berikut ; 1). Membuat kesepakatan bahwa jika sudah terdengar adzan semua pembahasan atau penanya akan dipotong; 2).sebelum mematikan mic Puan harus bertanya lagi kepada peserta sidang, mau dilanjutkan atau berhenti pembahasannya ? Jadi orang sedang dihargai.

Sepertinya Puan memang tidak cocok jadi pejabat publik. Puan sebaiknya mundur dari Ketua DPR biar DPR menjadi di berwibawa dan benar-benar bisa mewakili dan membela kepentingan rakyat.

Bagaimana menurut Anda : Setuju ?

Bandung, 2 Ramadhan 1444

Oleh : Sholihin MS
Pemerhati Masalah Sosial dan Politik

Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Puan Maharani, Perempuan yang (tidak) Berhati Nurani Puan Maharani, Perempuan yang (tidak) Berhati Nurani Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar