Breaking News

H-1 Wawancara Richard Eliezer dengan Kompas TV, Ronny Klaim Telah Berkomunikasi dengan LPSK


Pengacara Ronny Talapessy membantah tidak ada izin yang dilakukan pihak Kompas TV kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait wawancara eksklusif dengan Richard Eliezer atau Bharada E.

Ronny mengatakan bahwa dirinya telah berkomunikasi dengan Wakil Ketua LPSK Susilaningtias, satu hari sebelum wawancara tersebut.

Hal tersebut dikatakannya saat konferensi pers di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Jumat (10/3/2023) sore.

"Karena sebelum diadakan wawancara, H-1 sudah dikirimkan surat untuk mendapatkan perizinan kepada pihak yang berwenang termasuk LPSK yang mendapatkan tembusan," kata Ronny.

Ia menyesalkan dan menyayangkan keputusan LPSK yang menghentikan perlindungan terhadap Eliezer.

"Menurut saya, keputusan ini tidak cukup bijaksana dan merugikan terpenuhinya hak hukum Eliezer," ucapnya.

Menurut Ronny, tidak benar apa yang dikatakan LPSK bahwa Eliezer melanggar perjanjian sebagai justice collabroator.

"Poin itu yakni 'tidak berhubungan dan memberikan komentar apapun secara langsung dan terbuka pada pihak manapun tanpa sepengetahuan dan persetujuan LPSK'," kata dia.

"Semua prosedur sudah dijalankan oleh pihak media yang mewawancarai. Saya mendengar langsung saat menelpon dan LPSK sendiri bilang 'silakan, asalkan Eliezer setuju'. Kalau ada teknis koordinasi soal ini di intenal LPSK, saya kira ini tidak perlu sampai harus merugikan Eliezer," sambungnya.

Pasalnya, ujar Ronny, Eliezer dan pihak keluarga juga tidak keberatan karena tema dalam wawancara itu tentang nilai-nilai kehidupan, kejujuran, penyesalan atau pertobatan.

Ia menilai, ada ego sektoral atas keputusan LPSK mencabut hak perlindungan Eliezer.

"Saya berpandangan ada nuansa ego sektoral yang semestinya tidak perlu hadir, apabila LPSK mau lebih menahan diri dan membangun komunikasi yang lebih efektif. Hal-hal seperti ini tidak perlu melibatkan Richard Eliezer bahkan sampai harus mengorbankan hak-haknya," kata dia.

"Sebagai penasihat hukum, saya meminta agar LPSK tetap menjamin hak-hak Eliezer sesuai amanat UU terhadap seorang yang terlindungi," lanjut Ronny. 

Alasan LPSK cabut Hak Perlindungan

Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) secara resmi mengumumkan mencabut Hak Perlindungan terhadap Richard Eliezer atau RE

Bharada E dianggap telah melanggar perjanjian setelah tampil dalam sebuah wawancara ekslusif yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi.

Syahrial M Wiryawan selaku tenaga ahli LPSK menegaskan, RE dinyatakan melanggar persetujuan perlindungan yang telah ditandatangani sejak 15 Agustus 2022 lalu.

"Tanpa persetujuan LPSK maka hal tersebut telah bertentangan dengan Pasal 30 ayat 2 huruf C, UU Nomor 13 Tahun 2006, tentang perlindungan saksi dan Korban serta perjanjian perlindungan dan pernyataan kesediaan yang telah di tandatangani oleh saudara RE," kata Syahrial, saat release di gedung LPSK, Ciracas, Jumat (10/3/2023).

Sebelumnya, pihak LPSK sempat menyampaikan perihal surat keberatan terhadap pimpinan dari Kompas TV untuk penayangan wawancara tidak ditayangkan.

Sebab terdapat konsekuensi terhadap perlindungan RE ke depannya.

Namun, tepat pada Kamis (9/3) sekira pukul 20.30 WIB, acara tersebut tetap ditayangkan.

Status Justice Collaborator

Keputusan tersebut dijelaskan Syahrial juga berdasarkan ketentuan Pasal 32 huruf C UU 13 Tahun 2006.

"LPSK telah melaksanakan sidang Mahkamah Pimpinan LPSK dengan keputusan menghentikan perlindungan kepada saudara RE," ujarnya.

Selanjutnya, penghentian perlindungan ini akan disampaikan secara tertulis kepada RE, kepada Dirjen Pemasyarakatan, Lapas Salemba, Karutan Bareskrim, serta Penasihat hukum RE

"Penghentian perlindungan ini tidak mengurangi hak narapidana RE sebagai JC Sebagaimana diatur dalam UU 31 Tahun 2014 dan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022," imbuhnya.

Sebagai informasi, RE telah memiliki status sebagai Justice Collaborator atas perkara pembunuhan berencana Alm Novriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J sejak dilaksanakan pada 15 Agustus 2022 lalu.

Hal tersebut juga didasari berdasarkan penandatanganan perjanjian perlindungan nomor perjanjian 649/1.51HSPP/LPSK/08/2022, yakni perjanjian tersebut berlaku hingga 15 februari 2023.

"Selanjutnya telah dilakukan perpanjangan perlindungan pada 16 Februari 2023 dengan perjanjian perlindungan nomor perjanjian 129/1.5HSPP/LPSK/02/2023 yang sejatinya akan berlaku hingga 16 Agustus 2023," tuturnya.

RE secara resmi mendapatkan lima bentuk program perlindungan, meliputi perlindungan fisik, yakni dengan bentuk pengamanan dan pengawalan melekat, termasuk dalam rumah tahanan.

"Kemudian pemenuhan hak prosedural, lalu pemenuhan hak saksi pelaku atau justice collaborator, selanjutnya perlindungan hukum, dan terakhir bantuan psikososial," tegas Syahrial.

Tentu Hak Perlindungan itu telah dilaksanakan sesuai ketentuan UU tentang perlindungan saksi dan Korban serta SOP yang berlaku di LPSK.

"Rekomendasi LPSK kepada saudara RE sebagai JC juga telah menjadi pertimbangan dalam putusan PN Jaksel 15 Februari 2023. Selain itu juga menjadi pertimbangan dalam putusan Komisi Kode Etik Kepolisian pada 22 Februari 2023, yang juga memuat status saudara RE sebagai JC," pungkasnya.

Bharada E Susun Skripsi Kuliah Hukum dari Balik Jeruji Besi

Diberitakan Warta Kota sebelumnya, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, terpidana kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, yang divonis 1 tahun 6 bulan penjara kini menjalani sisa masa hukumannya di Rutan Bareskrim Mabes Polri Cabang Salemba.

Dimana dalam kasus itu, Bharada E menjadi justice collaborator atau penguak fakta yang membuat terang kasus pembunuhan Brigadir J.

Meski Bharada E yang melakukan penembakan atau eksekusi atas Brigadir J, terungkap bahwa otak pembunuhan Yosua adalah Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi.

Ferdy Sambo akhirnya divonis pidana mati oleh majelis hakim dan Putri Candrawathi 20 tahun penjara.

Sementara Bharada E divonis sangat rendah yakni hanya 1 tahun 6 bulan penjara. 

Dalam wawancara khusus Bharada E di acara Rosi yang ditayangkan di Kompas TV, Kamis (9/3/2023) malam, Bharada E mengaku lega divonis rendah atas kejujurannya.

Belum lagi ia masih diterima kembali sebagai anggota Polri karena dalam sidang etik hanya dihukum demosi 1 tahun.

Rosi Silalahi dalam acara Rosi di Kompas TV, kemudian menanyakan apa saja kegiatan Bharada E saat ini di dalam rutan.

"Lebih banyak baca buku mbak. Sekarang saya masIh dalm tahap belajar membuat skripsi. Kemarin kuliah saya tertunda," kata Bharada E yang mengaku mengambil jurusan di fakultas hukum di salah satu universitas.

Saat ditanya mengenai banyaknya masyarakat yang mendukungnya bahkan memenuhi ruang sidang saat agenda pembacaan vonis digelar, Bharada E mengaku melihat semua itu.

"Saya lihat mbak. Jujur, saya kaget. Tidak menyangka juga banyak orang yang mendukung saya. Saya betul-betul sangat bersyukur, saya tidak disudutkan. Di luar sana banyak yang mendukung saya berkata jujur," ujar Bharada E yang disapa Icad, panggilan akrabnya oleh Rosi Silalahi.

Menurut Rosi, dalam persidangan banyak yang memuji Bharada E karena memberi kesaksian dengan gagah berani, lugas dan runut meski dihadapanya ada terdakwa lain yang meruakan eks jenderal bintang dua Ferdy Sambo.

"Tapi ada tangkapan kamera, Icad grogi kalau ada papa dan mama di persidangan," kata Rosi.

"Saya tidak tega melihat orang tua saya bersedih karena dari kecil kita sebagai anak, tujuan kita kan untuk membahagiakan orang tua kita," jawab Bharada E.

"Jadi saya lebih ke tidak tega mbak, kalau melihat orang tua saya hadir di persidangan," ujar Bharada E.

Ia mengatakan dari kecil diajarkan orangtua untuk berkata jujur.

"Pada saat ada masalah kemarin, bertentangan dengan hati nurani saya. Pelajaran dari orang tua untuk berkata jujur, membuat saya lebih berani sih mbak," kata Bharada E.

Bharada E kemudian menjelaskan momen pada akhirnya memutuskan berkata jujur, setelah beberapa lama mempertahankan skenario yang disusun eks Kadiv Propam Ferdy Sambo.

"Saya waktu itu diberi kesempatan nelepon Mama. Saya bilang Ma, saya mau berkata jujur kepada penyidik. Mama bilang, iya lebih baik kamu jujur dek, mama bangga sama kamu, kalau kamu jujur," ujar Bharada E.

Sejak itu kata Bharada E ia mengatakan semua peristiwa pembunuhan Brigadir J secara apa adanya dan bertolak belakang dengan skenario yang disusun Ferdy Sambo.

"Setelah jujur, saya lebih ke lega, betul mbak," kata Bharada E ke Rosi.

Bharada E juga membeberkan alasannya mengganti pengacaranya dari sebelumnya Deolipa hingga akhirnya Ronny Talapessy.

"Jadi pengacara yang sebelumnya, saya pribadi merasa kurang maksimal menghadapi saya pada saat itu. Kebetulan bang Ronny Talapessy dekat dengan keluarga saya waktu di Manado. Jadi papa dan mama minta dia, saya setuju," kata Bharada E.

Hukuman Ringan

Seperti diketahui terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dijatuhi vonis 1 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan 1 tahun 6 bulan penjara" kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan putusannya di PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023).

Majelis hakim menilai Bharada E terbukti secara sah dan meyakinkan turut serta melakukan pembunuhan berencana atas Brigadir J.

Menurut majelis hakim semua unsur dalam pembunuhan berencana sudah terpenuhi dan melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Meski begitu majelis hakim menerima Bharada E sebagai justice collaborator atau pengungkap fakta atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

Sehingga majelis hakim memvonis Bharada E lebih rendah dibandingkan terdakwa lainnya.

Vonis hakim ini jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara.

Majelis hakim dalam kasus ini diketuai Wahyu Iman Santoso, dengan hakim anggota Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono.

Cemas

Setelah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf dan Ricky Rizal, hari Rabu (15/2/2023) majelis hakim menjatuhkan vonis pada Bharada Richard Eliezer (Bharada E).

Sebelum menghadapi vonis tersebut, ada sedikit rasa cemas dari Bharada E, mengingat majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan cukup tegas, memvonis semua terdakwa di atas tuntutan jaksa.

Bharada E sendiri mendapat tuntutan dari jaksa 12 tahun penjara, hal itu membuatnya lemas karena cukup lama.

Bisa saja saat sidang vonis hari ini hukuman bertambah, mengingat Bharada E yang menembak almarhum Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) hingga tewas.

Namun, Ronny Talapessy, kuasa hukum Bharada E, yakin kliennya akan divonis ringan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hal itu dikarenakan adanya Amicus Curiae yang diajukan oleh ratusan akademisi dari seluruh Indonesia untuk Eliezer.

Selain itu, Amicus Curiae ini diajukan dengan tujuan untuk menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memberikan vonis kepada Eliezer.

Berdasarkan contoh kasus tersebut, Ronny pun bisa melihat bahwa pengadilan sebenarnya bisa terbuka dangan adanya Amicus Curiae ini.

"Terus ada beberapa kasus yang lainnya juga. Kalau kita lihat dulu waktu Time melawan Soeharto, itu juga Amicus Curiae. Jadi saya lihat pengadilan terbuka atas itu," terang Ronny.

Lebih lanjut Ronny mengaku tetap optimis bahwa Eliezer akan bisa mendapat vonis ringan dari majelis hakim.

Terlebih Amicus Curiae ini diajukan oleh para Guru Besar Hukum, sehingga bisa dilihat majelis hakim sebagai bentuk opini hukum.

"Ya (optimis) kita lihat ini adalah aspirasi dari masyarakat luas, ini juga pun Guru Besar Hukum yang menyampaikan. Jadi Hakim juga pun akan melihat bahwa ini adalah aspirasi dan bentuk opini hukum. Nah itu kita hargai, kita kasih applause untuk itu," pungkasnya.

Diketahui, Amicus curiae merupakan sebuah istilah latin yang berarti sahabat pengadilan.

Amicus curiae memiliki arti sebagai pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.

Sebelumnya dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ada Selasa ini, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menjatuhkan vonis 13 tahun penjara terhadap terdakwa Ricky Rizal.

Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan JPU yakni delapan tahun penjara.

Pada hari yang sama, Majelis Hakim pun menjatuhkan vonis pidana 15 tahun penjara terhadap terdakwa Kuat Ma'ruf.

Padahal oleh jaksa Kuat Maruf dituntut jaksa 8 tahun penjara.

Majelis Hakim juga menjatuhkan vonis pidana mati terhadap aktor intelektual kasus ini yakni Ferdy Sambo pada Senin kemarin sebelumnya.

Vonis ini tentunya melebihi tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Ferdy Sambo yakni pidana penjara seumur hidup.

Sementara Putri Candrawathi yang dutuntut jaksa 8 tahun penjara divonis majelis hakim hukuman 20 tahun penjara.

Sumber: tribunnews
Foto: Pengacara Eliezer, Ronny Talapessy/Net
H-1 Wawancara Richard Eliezer dengan Kompas TV, Ronny Klaim Telah Berkomunikasi dengan LPSK H-1 Wawancara Richard Eliezer dengan Kompas TV, Ronny Klaim Telah Berkomunikasi dengan LPSK Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar