Breaking News

Ceplas-ceplos Megawati: Narsistik atau Gagap Kecakapan Komunikasi?


Megawati lagi-lagi menjadi sorotan publik lantaran pernyataannya di HUT ke-50 PDIP beberapa waktu lalu. Hal ini dikarenakan, Presiden ke-5 RI tersebut memberikan sebuah pernyataan terhadap Presiden Joko Widodo yang dianggap kurang patut. 

Ini bukan pertama kalinya Megawati menjadi perbincangan publik karena pernyataannya. Dia selama ini dikenal sebagai sosok yang kontroversial dikarenakan berbagai pernyataannya yang "lugu" dan blak-blakan.

Megawati sebelumnya mencuri perhatian publik akibat pernyataannya di HUT ke-49 PDIP mengenai kenaikan harga minyak goreng sawit yang menyebabkan aksi rebutan minyak goreng di kalangan emak-emak. Dia mengatakan bahwa ada alternatif lain untuk memasak selain dengan menggoreng, yaitu mengukus atau merebus. 

Megawati juga pernah menjadi perbincangan publik akibat pernyataannya yang enggan memiliki menantu dengan profesi sebagai tukang bakso. Hal ini dilontarkannya pada saat memberikan pidato di Rakernas—yang dalam kesempatan itu—dia menyinggung mengenai kriteria calon menantunya. Pernyataan ini kemudian dianggap merendahkan profesi tukang bakso.

Megawati tampaknya belum kapok melontarkan pernyataan yang kontroversial. Hal ini terbukti dengan pernyataan beliau dalam pidatonya di HUT ke-50 PDIP yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan publik. 

Kutipan yang paling disoroti adalah saat Megawati berkata "Kasihan, dah!" mengenai Presiden Jokowi ketika membicarakan nasib Presiden Jokowi tanpa adanya sokongan dari PDIP. Pidato tersebut disampaikannya langsung di hadapan Presiden Jokowi dan kader Partai PDIP lainnya yang kemudian dianggap mengindikasikan bahwa Jokowi tidak akan mendapatkan gelar RI 1 tanpa PDIP. 

Hal ini disayangkan oleh publik dikarenakan terkesan merendahkan posisi Presiden Jokowi sebagai orang nomor satu di Indonesia. Belum ada keterangan pasti mengenai alasannya mengeluarkan pernyataan tersebut.

Pada kajian politik memang benar bahwa Jokowi dapat diusung menjadi Presiden dikarenakan adanya dorongan dari partai politik. Ya, meskipun pada akhirnya rakyat yang akan menentukan apakah seseorang dapat benar-benar naik sebagai Presiden atau tidak. 

Pernyataan Megawati sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Namun, publik tampaknya masih tidak dapat menerima pernyataan tersebut mengingat status yang saat ini dipegang oleh Jokowi sebagai seorang presiden Indonesia.

Perdebatan di antara publik tentunya cukup beralasan. Hal ini dikarenakan dari sisi kajian politik pernyataan Megawati memang benar adanya namun di sisi yang lain pernyataan tersebut tidak tepat untuk dilontarkan oleh seorang ketua umum partai politik kepada Presiden sebuah negara. Hal ini juga diperkeruh dengan label petugas partai yang disematkan oleh Megawati kepada Presiden Jokowi.

Pakar menganggap bahwa pernyataan Megawati yang menjadi perdebatan publik hanyalah masalah perbedaan persepsi dan gaya bahasa belaka. Tentunya hal ini yang menarik minat penulis untuk memberikan kajian lanjutan. Penulis yakin bahwa hal-hal seperti ini tidak hanya terjadi oleh orang-orang tersohor tetapi juga masyarakat sipil atau orang biasa.

"Urusan Gue."

Narsisisme dalam psikohistoris digambarkan sebagai sebuah perilaku seseorang untuk meluaskan kekuatan dan kekuasaannya. Narsisisme terjadi akibat kebutuhan personal akan sebuah pengakuan. Perilaku ini juga dilakukan atas dasar keinginan untuk memperoleh sebuah hak atau perlakuan istimewa. Pada titik tertentu perilaku ini lebih akrab disebut sebagai sebuah perilaku egois meskipun pada dasarnya narsisisme hanyalah sebuah perilaku untuk mendapatkan pengakuan.

Seseorang dengan narsisisme ini seringnya kurang bisa diterima karena cenderung agresif sehingga sulit untuk diberikan pendekatan. Narsistik seringkali ditemui senang menunjukkan konfrontasi, menyinggung, meremehkan, dan juga mengintimidasi. Pernyataan ini sejalan dengan berbagai kajian literatur yang menyatakan bahwa narsisisme seringkali dilihat sebagai perilaku antagonis yang arogan, eksploitatif, dan kerap bercekcok.

Individu dengan narsisisme barangkali memang terlihat arogan namun sebenarnya hal ini adalah sebagai bentuk defensif. Narsisisme sebenarnya adalah sebuah bentuk perlawanan dari berbagai pikiran-pikiran negatif seseorang terhadap dirinya sendiri. 

Ketakutan akan tersingkirkan, terbuang, atau dilupakan mempengaruhi seseorang untuk terus-menerus menjelaskan dirinya sendiri kepada orang lain. Hal ini tentunya dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan validasi atau pengakuan dari orang lain.

Kerap kali ditemukan pula pelaku narsisisme yang mencari validasi dari orang lain tanpa henti. Ia akan terus mencari celah dan cara untuk membuktikan dirinya di hadapan orang lain hingga tak segan untuk merendahkan orang lain.

Narsisisme dianggap menyebalkan bukan hanya karena ketidakmampuannya dalam mengenali batasan dirinya tetapi juga kurangnya empati terhadap orang lain. Seseorang yang tidak menerapkan atribut empati pada dirinya maka yang terjadi adalah orang tersebut akan mengeluarkan sebuah keputusan dan pernyataan berdasarkan sudut pandang yang egois alias berpusat pada diri sendiri. Narsistik juga akan cenderung abai terhadap tanggapan-tanggapan yang menunjukkan kontra terhadap sudut pandang egois tersebut.

Cara yang paling sering dijadikan sebagai bentuk pelarian diri oleh seorang narsistik adalah pencarian rekognisi untuk membuktikan posisinya yang lebih superior dari orang lain. Pelarian ini dilakukan secara terus-menerus oleh seorang narsistik hingga ia berada pada sebuah status hierarki tertentu. 

Keinginan untuk terus-menerus berada di puncak hierarki dengan mengagung-agungkan superioritas diri adalah sebuah tanda narsisisme. Hierarki ini dipahami sebagai bentuk pertahanan diri dalam pengaturan sosial. Seorang narsistik akan selalu dikendalikan oleh motifnya untuk memperoleh status dominan dalam hierarki. 

Hal ini sesuai dengan karakter dari hierarki status yang percaya bahwa sesuatu harus lebih superior dibandingkan yang lainnya. Asumsi atas terjadinya hal ini dikarenakan seorang narsistik percaya bahwa semakin tinggi posisi hierarkinya maka akan semakin banyak manfaat yang didapatkan dan akan semakin tinggi pengakuan yang diberikan.

Awas Blunder!

Komunikasi yang efektif sejatinya memiliki tiga komponen yaitu verbal, non-verbal, dan paraverbal. Komponen verbal merupakan isi dari pesan yang ingin disampaikan kepada penerima (pemilihan kata). Komponen non-verbal berkaitan dengan penggunaan bahasa tubuh (postur, gestur, dan mimik wajah). Sementara komponen paraverbal terdiri atas hal-hal yang berkaitan dengan kontrol suara (intonasi).

Komponen verbal dianggap penting karena berkaitan langsung dengan informasi yang ingin diberikan. Komponen non-verbal dan paraverbal sering tidak menjadi perhatian karena yang terpenting adalah informasi telah tersampaikan. Pada nyatanya komunikan akan merasa lebih puas atas informasi yang ia terima apabila disampaikan dengan cara (non-verbal dan paraverbal) yang tepat.

Komponen-komponen komunikasi tentunya mengarahkan seseorang agar dapat berkomunikasi secara efektif. Hal ini tentunya untuk menghindari terjadinya blunder atau misinterpretasi informasi. 

Seorang komunikator tidak dapat mengatur bagaimana sebuah informasi akan diterima namun komunikator dapat mengatur bagaimana ia ingin informasi tersebut diterima. Komunikasi yang efektif dapat meminimalisasi terjadinya misinterpretasi informasi dan blunder.

Hal yang perlu diperhatikan oleh seorang komunikator adalah adanya perbedaan pengetahuan, status, dan interpretasi antara ia dengan komunikan. Komunikasi sering mengalami distorsi dikarenakan komunikator tidak mampu menempatkan diri di hadapan komunikan.

Kemampuan seseorang dalam berkomunikasi sebenarnya ditentukan oleh beberapa variabel tertentu seperti lingkungan, tingkat pendidikan, usia, dan lain-lain. Seorang dokter tentu dapat menyampaikan informasi terkait kesehatan dengan komponen komunikasi yang belum tentu dapat dipahami dengan baik oleh pasiennya. Ucapan seloroh kepada teman sejawat bisa jadi sebagai bentuk penghinaan bagi orang lain.

Ada Apa dengan Megawati?

Publik menilai pidato Megawati di perayaan HUT ke-50 PDIP tidak berkenan dan arogan. Hal ini dikarenakan Megawati melontarkan beberapa pernyataan yang dianggap merendahkan Presiden Jokowi.

Megawati dalam pidatonya di HUT PDIP ke-50 kerap kali menegaskan posisinya sebagai Ketua Umum PDIP. Beliau tidak henti-hentinya menunjukkan kekuatannya di partai politik terkait dan menunjukkan superioritasnya di hadapan kader lainnya.

Publik menyayangkan pernyataan Megawati yang seakan menganggap rendah Presiden Jokowi. Dia bahkan tidak segan memberikan label petugas partai kepada Presiden. Arogansi yang ia tunjukkan melalui pernyataannya tersebut membuat publik jengkel bahkan beliau dicap sebagai seorang narsistik.
Kecaman publik terhadap pernyataan Megawati bukan baru terjadi sekali ini saja. Dia pernah mendapatkan berbagai tanggapan akibat kebingungannya kepada emak-emak yang berebutan minyak goreng sawit pada saat terjadi kelangkaan akibat kenaikan harga. 

Megawati menilai bahwa hal ini aneh karena masih banyak alternatif lain dalam memasak seperti merebus atau mengukus. Hal ini dinilai publik sebagai ketidakmampuannya untuk berempati kepada orang-orang yang kesusahan akibat kelangkaan minyak goreng sawit. Pernyataannya juga dinilai tidak solutif dan diluar konteks permasalahan.

Pakar menilai bahwa berbagai pernyataan kontroversial yang dilontarkan Megawati hanyalah masalah perbedaan persepsi dan gaya bahasa. Dia terbiasa hidup di "pinggiran" terutama di masa-masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Pemilihan kata yang digunakan oleh beliau adalah sebuah cerminan dari kebiasaannya. Beliau dinilai bukan individu yang mampu merangkai kata menjadi elegan. Kerap kali beliau memberikan pernyataan secara blak-blakan sehingga terkesan kasar.

Pakar juga menjelaskan bahwa pernyataan Megawati adalah sebagai bentuk harapan agar Presiden Jokowi tidak melupakan jasa PDIP yang mengusungnya. Beliau seakan meminta adanya balas jasa dari Presiden Jokowi atas dukungan yang selama ini diberikan oleh PDIP. Hal ini biasa terjadi di dunia politik dan cukup masuk akal mengingat bahwa Puan Maharani digadang-gadang akan menjadi kandidat Calon Presiden dari PDIP pada Pemilu tahun 2024 mendatang.

Puan Maharani selaku Ketua DPR RI sekaligus putri dari Megawati memberikan keterangan bahwa hubungan antara ibunya dengan Presiden Jokowi sangat baik. Ia menambahkan bahwa ibunya tersebut pernah menangis akibat banyaknya hujatan kepada Presiden Jokowi. Pernyataan Puan ini seakan membantah bahwa ibunya sengaja merendahkan Jokowi sebagai Presiden.

Sebuah Analisa

Publik sudah sering mendengarkan pernyataan kontroversial dari tokoh-tokoh tersohor. Tidak sedikit pula orang-orang biasa yang menjadi sorotan publik akibat pernyataannya yang kontroversial. Pernyataan ini seringkali menjadi perbincangan publik baik yang pro maupun kontra. Hal ini tentu wajar terjadi mengingat bahwa publik bisa memiliki pendekatan dan sudut pandang yang berbeda terhadap suatu permasalahan.

Pernyataan yang kontroversial tersebut sebenarnya wajar saja terjadi. Hal yang menjadi permasalahan adalah ketika pernyataan ini memberikan kesan mengejek atau merendahkan suatu individu atau golongan tertentu. Pernyataan tersebut juga menjadi masalah ketika hal tersebut dinilai tidak sesuai dengan fakta. Pernyataan-pernyataan bermasalah ini yang seringkali disebut blunder.

Blunder bisa terjadi akibat kelalaian dalam melakukan riset sebelum mengeluarkan sebuah pernyataan. Blunder juga bisa terjadi akibat kurangnya insentif untuk memberikan informasi dan keterangan secara jelas. Hal ini menyebabkan terjadinya misinterpretasi informasi dan ketersinggungan publik.

Megawati menjadi salah satu tokoh politik yang sering menjadi perhatian karena pernyataannya yang kontroversial bahkan dinilai blunder oleh publik. Tak jarang publik dibuat jengkel oleh pernyataan-pernyataannya tersebut.

Tidak ada kajian yang benar-benar memberikan keterangan mengenai kondisi yang dialami oleh Megawati terkait kebiasaannya mengeluarkan pernyataan yang blunder namun bisa ditemukan satu benang merah yang jelas. Pernyataan-pernyataan kontroversial beliau jelas menunjukkan kegagalannya dalam menerapkan komunikasi efektif dan menempatkan diri.

Pakar telah menjelaskan bahwa latar belakang yang dimiliki oleh Megawati menyebabkan ia mengeluarkan pernyataan yang tidak elegan. Pakar lainnya menjelaskan bahwa pernyataan yang ia berikan sebenarnya memiliki pesan permohonan terselubung di dalamnya. Publik juga banyak yang menyayangkan pernyataan yang diberikan olehnya karena terkesan narsis.

Tidak ada pihak yang memberikan justifikasi bahwa hal yang dilakukan Megawati dapat diterima sehingga boleh dan sah untuk dilakukan. Para pakar dan publik secara konsensus menilai bahwa Megawati memang gagal dalam memilih kata yang akan digunakan dalam pernyataannya dan tidak dapat menempatkan diri di hadapan audiensinya. Beliau tidak cukup peka terhadap status, kondisi, dan situasi akan hal-hal yang sedang ia bicarakan.

Megawati acapkali abai terhadap kondisi dan situasi yang terjadi. Dia sebagai komunikator bahkan mengabaikan status yang dipegang oleh pihak komunikan. Hal ini diperparah oleh ketidakmampuannya memilih kata yang dia gunakan dalam pidato-pidato kontroversialnya sehingga terjadi ketersinggungan dan misinterpretasi publik. 

Megawati juga sering membuat pernyataan yang tidak sesuai dengan permasalahan. Hal itu seringkali berada di luar konteks dan benar-benar tidak nyambung alias blunder.

Oleh: Putri Kayla Annisa
Mahasiswa S1 Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Riau - Awardee Pertukaran Mahasiswa Merdeka 2 Universitas Padjadjaran - Debate Judge for SD Camps - Alumni SMA Negeri 2 Plus Sipirok

Foto: Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan pidato di HUT ke-50 PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta pada Selasa (10/1/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Disclaimer: Rubrik Suara Mahasiswa adalah media mahasiswa dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Ceplas-ceplos Megawati: Narsistik atau Gagap Kecakapan Komunikasi? Ceplas-ceplos Megawati: Narsistik atau Gagap Kecakapan Komunikasi? Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar