Breaking News

Inilah Perbandingan Data Angka Kemiskinan Orang Indonesia dari Era Soeharto hingga Jokowi


Permasalahan kemiskinan bukan hanya dialami belakangan ini.

Sejak dulu, siapapun presidennya, soal kemiskinan menjadi pekerjaan rumah utama yang harus segera dituntaskan. 

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) sejak 1970 hingga 2018, tren angka kemiskinan cenderung menurun meski sempat naik di tahun 1996, 1998, 2002, 2005, 2006, 2013, 2015, dan 2017.

Kemiskinan tertinggi terjadi pada 1970, di mana terdapat 60 persen penduduk yang masuk kategori miskin atau 70 juta jiwa.

Sementara angka terendah ditunjukkan pada data BPS bulan Maret 2018, yakni 9,82 persen dengan 25,95 juta penduduk miskin.

Pertama kalinya dalam sejarah Indonesia angka kemiskinan berada di bawah 10 persen.

Berikut ini perbandingan angka kemiskinan dari masa ke masa, dibagi berdasarkan presiden yang memimpin saat itu (referensi data setiap tahun diambil pada Februari):

1. Era Presiden Soeharto
  • 1970 : Angka kemiskinan 60 persen dengan 70 juta jiwa.
  • 1976 : Angka kemiskinan turun menjadi 40,1 persen dengan 54,2 juta jiwa.
  • 1978 : Angka kemiskinan turun menjadi 33,3 persen dengan 47,2 juta jiwa.
  • 1980 : Angka kemiskinan turun menjadi 28,6 persen dengan 42,3 juta jiwa.
  • 1981 : Angka kemiskinan turun menjadi 26,9 persen dengan 40,6 juta jiwa.
  • 1984 : Angka kemiskinan turun menjadi 21,2 persen dengan 35 juta jiwa.
  • 1987 : Angka kemiskinan turun menjadi 17,4 persen dengan 30 juta jiwa.
  • 1990 : Angka kemiskinan turun menjadi 15,1 persen dengan 27,2 juta jiwa.
  • 1993 : Angka kemiskinan turun menjadi 13,7 persen dengan 25,9 juta jiwa.
  • 1996 : Angka kemiskinan naik menjadi 17,47 persen dengan 34,01 juta jiwa.
2. Era Presiden BJ Habibie
  • 1998 (Desember) : Angka kemiskinan naik menjadi 24,2 persen dengan 49,5 juta jiwa.
  • 1999 (Februari) : Angka kemiskinan turun menjadi 23,43 persen dengan 47,97 juta jiwa.
3. Era Presiden Abdurrahman Wahid
  • 2000 : Angka kemiskinan turun menjadi 19,14 persen dengan 38,74 juta jiwa.
  • 2001 : Angka kemiskinan turun menjadi 18,41 persen dengan 37,87 juta jiwa.
4. Era Presiden Megawati Soekarnoputri
  • 2002 : Angka kemiskinan naik menjadi 18,20 persen dengan 38,39 juta jiwa. Meski persentase turun, jumlah penduduk miskin meningkat.
  • 2003 : Angka kemiskinan turun menjadi 17,42 persen dengan 37,34 juta jiwa.
  • 2004 : Angka kemiskinan turun menjadi 16,66 persen dengan 36,15 juta jiwa.
5. Era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)
  • 2005 : Angka kemiskinan naik menjadi 16,69 persen dengan 36,8 juta jiwa.
  • 2006 : Angka kemiskinan naik menjadi 17,75 persen dengan 39,3 juta jiwa.
  • 2007 : Angka kemiskinan turun menjadi 16,58 persen dengan 37,17 juta jiwa.
  • 2008 : Angka kemiskinan turun menjadi 15,42 persen dengan 34,96 juta jiwa.
  • 2009 : Angka kemiskinan turun menjadi 14,15 persen dengan 32,53 juta jiwa.
  • 2010 : Angka kemiskinan turun menjadi 13,33 persen dengan 31,02 juta jiwa.
  • 2011 (Maret) : Angka kemiskinan turun menjadi 12,49 persen dengan 30,12 juta jiwa.
  • 2011 (September) : Angka kemiskinan turun menjadi 12,36 persen dengan 30,01 juta jiwa.
  • 2012 (Maret) : Angka kemiskinan turun menjadi 11,96 persen dengan 29,25 juta jiwa.
  • 2012 (September) : Angka kemiskinan turun menjadi 11,6 persen dengan 28,71 juta jiwa.
  • 2013 (Maret) : Angka kemiskinan turun menjadi 11,36 persen dengan 28,17 juta jiwa.
  • 2013 (September) : Angka kemiskinan naik menjadi 11,46 persen dengan 28,61 juta jiwa.
  • 2014 (Maret) : Angka kemiskinan turun menjadi 11,25 persen dengan 28,28 juta jiwa.
  • 2014 (September) : Angka kemiskinan turun menjadi 10,96 persen dengan 27,73 juta jiwa.
6. Era Presiden Joko Widodo
  • 2015 (Maret) : Angka kemiskinan naik menjadi 11,22 persen dengan 28,59 juta jiwa.
  • 2015 (September) : Angka kemiskinan turun menjadi 11,13 persen dengan 28,51 juta jiwa.
  • 2016 (Maret) : Angka kemiskinan turun menjadi 10,86 persen dengan 28,01 juta jiwa.
  • 2016 (September) : Angka kemiskinan turun menjadi 10,7 persen dengan 27,76 juta jiwa.
  • 2017 (Maret) : Angka kemiskinan naik menjadi 10,64 persen dengan 27,77 juta jiwa. Meski persentase turun, jumlah penduduk miskin meningkat.
  • 2017 (September) : Angka kemiskinan turun menjadi 10,12 persen dengan 26,58 juta jiwa.
  • 2018 (Maret) : Angka kemiskinan turun menjadi 9,82 persen dengan 25,95 juta jiwa.
Cara Perhitungannya

Badan Pusat Statistik mencatat adanya penurunan angka kemiskinan per Maret 2018.

Angka kemiskinan mencapai 9,8 persen, hal ini merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah Indonesia kemiskinan berada di level single digit.

Pada Maret 2018, persentasenya sebesar 10,64 persen.

Jumlah orang yang masuk kategori miskin pun menurun dari 27,7 juta jiwa pada Maret 2017 menjadi 25,95 juta jiwa pada Maret 2018.

Namun, ada pihak yang menyebutkan bahwa fakta di lapangan, jumlah orang miskin lebih banyak dari hasil statistik BPS.

1. Berpatok ke Bank Dunia

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pihaknya berpatokan pada metode yang digunakan Bank Dunia untuk menentukan garis kemiskinan. Dibandingkan September 2017 lalu, ada kenaikan 3,63 persen garis kemiskinan dari Rp 387.160 per kapita perbulan menjadi Rp 401.220 per kapita perbulan.

Angka itu didapatkan dengan menggunakan perkiraan konsumsi yang dikonversikan ke dollar AS dengan menggunakan kesetaraan daya beli per hari, bukan dengan nilai tukar dollar AS resmi.

Angka konversi tersebut menunjukkan banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah kebutuhan barang dan jasa, di mana dengan jumlah tersebut dapat dibeli sebesar 1 dollar AS di Amerika Serikat.

Adapun batasan kemiskinan internasional yang digunakan oleh Bank Dunia yakni kesetaraan daya beli (purchasing power parity/PPP) sebesar 1,9 dollar AS sebagai batas extreme poverty alias sangat miskin. Sementara perkiraan konversi 1 dollar AS dengan baseline 2011, pada 2016, setiap kesetaraan daya beli dalam 1 dollar AS sebesar Rp 4.985,7.

2. Garis Kemiskinan Nasional

Kemudian bergeser ke posisi Garis Kemiskinan Nasional (GKN) terhadap kesetaraan daya beli per dollar AS.

Tahun 2016, GKN sebesar Rp 364 527 perkapita per bulan atau setara 2,44 dollar PPP per hari. Tahun 2018, GKN sebesar Rp 401.220 perkapita per bulan atau setara 2,50 dollar AS PPP per hari.

Garis kemiskinan nasional pun berbeda dengan masing-masing daerah. Misalnya, dibandingkan GKN nasional, GKN DKI Jakarta lebih tinggi yakni Rp 593.108. Sementara Nusa Tenggara Timur lebih rendah yakni Rp 354.898.

GKN dipengaruhi oleh harga komoditas pangan dan nonpangan terhadap daya beli masyarakat.

3. Bukan dibagi per hari

Suhariyanto mengatakan, hitung-hitungannya bukan dengan membagi pendapatan Rp 401.220 per bulan menjadi Rp 13.374 per hari. Ada faktor lain yang perlu diperhatikan, yakni jumlah anggota keluarga.

"Kalau dibagi 30 hari, saya rasa tidak relevan. Saya sarankan dikalikan anggota rumah tangga. Kan yang dibutuhkan per rumah tangga," kata Suhariyanto.

Biasanya, kata dia, keluarga miskin memiliki anak lebih banyak. BPS mendapat angka 4,5 rata-rata anggota keluarga. Jadi, pendapatan perkapita per bulan tersebut dikalikan dengan 4,5. Didapatkan hasil Rp 1,8 juta.

Nilai tersebut masih di bawah upah minimum sehingga termasuk dalam kategori miskin. 

"Kan kita bukan bicara hidup layak ya. Tapi kan orang miskin, yang memang dia the lowest," kata Suhariyanto.

Demografis kota tentu berbeda dengan desa. Angka kemiskinannya pun berbeda.

Tingkat kemiskinan tertinggi berada di kawasan Papua sebesar 27,74 persen dan Papua Barat sebesar 23,01 persen. Nusa Tenggara Timur menempati posisi tiga tertinggi dengan 21,34 persen.

Sementara tingkat kemiskinan terendah ditunjukkan oleh DKI Jakarta sebesar 3,57 persen dan Bali sebesar 4,01 persen.

4. Faktor turunnya kemiskinan

Adapun penyebab turunnya tingkat kemiskinan dibandingkan September 2017 yakni:

1. Inflasi umum pada periode September 2017-Maret 2018 sebesar 1,92 persen,

2. Rata-rata pengeluaran perkapita perbulan untuk rumah tangga yang berada di 40 persen lapisan terbawah selama periode September 2017-Maret 2018 tumbuh 3,06 persen.

3. Bantuan sosial tunai dari pemerintah tumbuh 87,6 persen pada Triwulan I 2018, lebih tinggi dibanding Triwulan I 2017 yang hanya tumbuh 3,39 persen.

4. Program beras sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada Triwulan I telah tersalurkan sesuai jadwal.

5. Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2018 berada di atas angka 100, yaitu 101,94.

6. Kenaikan harga beras yang cukup tinggi yaitu mencapai 8,57 persen pada periode September 2017-Maret 2018 disinyalir mengakibatkan penurunan kemiskinan menjadi tidak secepat periode Maret 2017-September 2017. Pada periode Maret 2017-September 2017, harga beras relatif tidak berubah.

Angka Kemiskinan Terendah dalam Sejarah Indonesia

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku senang setelah mendengar angka kemiskinan Indonesia mengalami penurunan.

Menurut dia, penurunan angka kemiskinan tersebut merupakan sejarah bagi bangsa Indonesia. Sebab, di tahun-tahun sebelumnya, angka kemiskinan Indonesia tak pernah di bawah 10 persen.

"Hari ini BPS mengumumkan tingkat kemiskinan kita 9,82 persen. The first time in the historic of Indonesia tingkat kemiskinan di bawah 10 persen," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Senin (16/7/2018) malam kemarin.

Sri Mulyani menambahkan, fenomena ini belum pernah terjadi sebelum di era kepemimpinan Presiden Jokowi.

"Dulu Pak Harto 11 persen mendekati 10 persen. Lalu terjadi krisis naik jadi 24 persen. Kemudian sampai presiden Pak Yudhoyono di mana saya jadi menteri keuangan juga menurun pada level mendekati 11 persen juga," ucap dia.

Menurut Sri Mulyani, pemerintah akan terus berusaha menekan angka kemiskinan di Indonesia.

"Jadi kita tidak berhenti di situ, ingin menurunkan (kemiskinan) lebih lanjut. Masalah pemerataan juga lebih bagus. Trennya menurun jadi 0,389. Sudah di bawah 0,39 atau 0,4 sebelumnya. Jadi Indonesia sudah menuju ke arah yang benar dan akan terus-menerus memperbaiki," kata Sri Mulyani.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami titik terendah dalam hal persentase kemiskinan sejak tahun 1999, yakni sebesar 9,82 persen pada Maret 2018.

Dengan persentase kemiskinan 9,82 persen, jumlah penduduk miskin atau yang pengeluaran per kapita tiap bulan di bawah garis kemiskinan mencapai 25,95 juta orang.

"Maret 2018 untuk pertama kalinya persentase penduduk miskin berada di dalam 1 digit. Kalau dilihat sebelumnya, biasanya 2 digit, jadi ini memang pertama kali dan terendah," kata Kepala BPS Suhariyanto saat menggelar konferensi pers di kantornya, Senin (16/7/2018).

Sumber: tribunnews
Foto: Era Presiden RI dari Presiden Soeharto hingga Presiden Joko Widodo/Kolase Foto
Inilah Perbandingan Data Angka Kemiskinan Orang Indonesia dari Era Soeharto hingga Jokowi Inilah Perbandingan Data Angka Kemiskinan Orang Indonesia dari Era Soeharto hingga Jokowi Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar