Breaking News

Pengaruh Oligarki dalam Program Legislasi Nasional


Sejak awal revolusi industri, dunia telah mengalami tingkat pertumbuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya secara historis, dengan kapitalisme meningkatkan standar hidup banyak negara. 

Pada saat yang sama, kapitalisme telah menghasilkan kontradiksi yang sangat besar (eksploitasi tenaga kerja dan alam, kesenjangan ekonomi yang besar dan ketidakadilan sosial yang besar), dan ini secara tradisional telah menjadi fokus utama gerakan politik radikal yang memajukan visi tatanan sosial ekonomi.

Slogan “batas pertumbuhan” telah mengaburkan ini, seperti halnya PDB telah mengaburkan pemahaman kita tentang kesejahteraan manusia. Ini menyampaikan implikasi bahwa kita menghadapi trade-off yang tak terhindarkan antara oligarki dan memajukan kesejahteraan masyarakat. Pada akhirnya, oligarki membatasi pemerataan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan  masyarakat itu sendiri.

Bagi sebagian orang, itu berarti pembagian kesejahteraan masyarakat menjadi dua kelas yang berlawanan: mayoritas besar yang bekerja untuk mencari nafkah, dan segelintir elit yang hidup dari hasil kerja orang lain berdasarkan kepemilikan modal. Bagi yang lain, itu berarti apa saja yang melibatkan pasar, atau upah tenaga kerja atau motif keuntungan yang diperoleh oligarki.

Kesejahteraan masyarakat yang tidak berkelanjutan  adalah konsentrasi kekayaan dan kekuasaan di tangan segelintir orang. Jika ekonomi tumbuh seiring dengan kapitalisme, maka oligarki, yang merupakan nama untuk kekayaan dan kekuasaan terkonsentrasi, buruk bagi orang-orang bukan hanya karena membuat banyak orang menjadi miskin dan tidak berdaya, tetapi juga karena mengikis rasa saling percaya dan kasih sayang yang tanpanya masyarakat tidak dapat berfungsi dengan baik atau bahagia. 

Dan itu buruk bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia karena memungkinkan mereka yang berada di puncak piramida, seperti halnya elite Partai Politik (Parpol)  menggunakan dan menyalahgunakan kekuasan untuk kepentingan oligraki – baik mengusai sebagai Sumber Daya Alam (SDA)  bahan mentah maupun sebagai tempat pembuangan limbah – dengan mengorbankan semua orang.

Secara historis, politik kiri melihat oligarki sebagai hasil dari pasar yang tidak terkekang, sedangkan politik kanan melihatnya sebagai hasil dari negara yang tidak terkekang. 

Namun, sebenarnya, ciri khas oligarki bukanlah keseimbangan antara pasar dan negara. Ciri khasnya adalah distribusi kekayaan dan kekuasaan yang sangat tidak merata. 

Jika daya beli dan kekuatan politik terkonsentrasi di tangan segelintir orang, tidak masalah apakah kita memiliki ekonomi "pasar bebas" atau ekonomi yang dikelola negara: hasilnya akan menjadi hasil yang tidak menyenangkan bagi sebagian besar orang dan bagi sebagian besar orang menjadikan Indonesia negara  yang ditopang oleh hutang dan investasi.

Masih akan ada motif keuntungan, dalam arti orang mencari keuntungan yang menguntungkan atas investasi waktu dan modal mereka. Dan masih akan ada aset non-universal lainnya yang dimiliki secara pribadi oleh individu dan koperasi dan bisnis, atau secara publik oleh pemerintah. 

Tapi apa pun kekuasan pola perilaku pemerintah untuk melakukan distribusi pemerataan ekonomi  dan kesejahteraan, memiliki sistem kapitalisme seperti yang kita kenal sekarang.

Sistem kapitalisme elite  Parpol di Indonesia membuat mekanisme kepentingan parlemen dan kekuasaan Presiden untuk mengusai kebijakan terbuka open legal policy Undang-undang (UU)  kepemilikan universal yang akan menyuntikkan dosis kesetaraan ke dalam distribusi kekayaan dan kekuasaan kepentingan koalisi Partai Politik (Parpol).

Kekuasaan presiden akan bertindak sebagai semacam antibodi demokrasi, memperkuat sistem kekebalan tubuh politik kita melawan oligarki.Kedaulatan rakyat seolah menjadi poros pendukung kekuasaan bersinergi dengan kehendak oligarki. 

Simbol keterwakilan masyarakat melalui DPR RI sebatas memperkuat status quo  koalisi Parpol, menyebut visi ini sebagai kapitalisme jenis baru. Atau  bisa menyebutnya sosialisme libertarian, sebuah ide yang dianut oleh Noam Chomsky,  distribusi kekayaan untuk mengelabui demokrasi dan kedaulatan rakyat

Oligarki juga memasuki ruang program legislasi nasional (Proglesnas),  seolah proses demokrasi berjalan secara konsitusional melalui dominasi Parpol di parlemen.

Megapa oligarki sangat berbahaya dalam program legislasi nasional (Prolegnas) ?

Berbagai faktor kepentingan oligarki menentukan program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2021.

Pertama, omnibus law atau Cipta Kerja menjadi cermin gagalnya permufakatan legislasi disebabkan sistem kekuasaan koalisi Parpol yang tidak berimbang, perubahan waktu itu mirip upaya mengelabui publik dan fraksi di parlemen yan belum menyetujui RUU. 

Rancangan undang-undang omnibus law atau Cipta Kerja disahkan pada 5 Oktober 2020, ada banyak gagasan menjadi post-pactum dan merugikan kepentingan rakyat dan negara.Terjadi Post-pactum karena undang-undang bagaimanapun telah disahkan, namun mendapatkan reaksi publik atas kehadiran undang-undang ini.

Dalam konteks demokrasi, pengelabuan atas keinginan dan hasrat ingin tahu publik terhadap undang-undang adalah cacat demokrasi.

Prinsip demokrasi adalah transparansi dan hak untuk mendapatkan informasi layak. Kedua hal itu sangat minimalis terealisasi dalam pengundang-undangan RUU  di Indonesia.

Kedua, Kegagalan Revisi UU Pemilu, tak ada perubahan yang bersifat esensial.Ambang batas pencalonan presiden presidential threshold pun masih sama: kepemilikan 20 persen kursi DPR, atau 25 persen perolehan suara pemilihan legislatif tingkat nasional.

Draf revisi UU Pemilu ini membuktikan politik  pelanggengan eksistensi oligarki, alih-alih menguatkan sistem presidensial atau mengakomodir kepentingan masyarakat umum.Pihak pengusul revisi UU Pemilu kali ini pun DPR, yang isinya notabene elite partai politik. 
 
Penolakan perseorangan, lembaga, hingga Parpol mengenai presidential threshold tak perlu ada alias 0 persen, sehingga pencalonan presiden tidak bergantung kepada kehendak partai politik di DPR.

Oleh : Nazar EL Mahfudzi
Peneliti Pusat Studi Islam dan Pancasila, Universitas Muhammadiyah Jakarta

Disclaimer : Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Pengaruh Oligarki dalam Program Legislasi Nasional Pengaruh Oligarki dalam Program Legislasi Nasional Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar