Usulan Penundaan Pemilu Tak Hanya Soal Konstitusi, Tapi Patut atau Tidak Patut
Wacana penundaan Pemilu 2024 yang terkesan dibiarkan berlarut oleh Presiden Joko Widodo sarat dengan masalah dari sisi etika dan moral. Sebab, salah satu poin penting spirit Reformasi 1998 adalah pembatasan masa jabatan presiden.
Hal ini disampaikan Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti, saat menjadi narasumber dalam webinar bertajuk "Telaah Kritis Usul Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden" pada Rabu (9/3).
"Persoalan Pemilu ditunda itu, bisa dan tidak bisa, bisa iya bisa tidak, tergantung mau apa tidak. Persoalannya, benar atau tidak benar. Kalau kebenaran konstitusionalnya memang dipenuhi, semua persyaratan tidak dilanggar, ya tidak ada yang salah. Tapi, patut apa tidak patut, etik ini yang menjadi penting," papar Abdul Mu'ti.
"Sehingga bicara pada peraturan, sekali lagi kalau bicara pada spiritnya, harus bicara pada nilai yang ada di dalamnya. Dua periode di dalam UUD 1945 amendemen itu tidak bisa kita lepaskan dari semangat reformasi," imbuhnya menegaskan.
Oleh karena itu, lanjut Abdul Mu'ti, yang diperlukan saat ini bukanlah rasionalisasi dari bagaimana aturan itu sendiri.
Sebab, jika hanya menggunakan logika semata tanpa etika dan moralitas kebangsaan, maka wacana penambahan masa jabatan Presiden bisa "diutak-atik".
"Tapi sekarang, kita bicara pada hati nurani kita, itu sesungguhnya tentang perpanjangan masa jabatan dan penundaan Pemilu sebagai bagian dari mekanisme yang sudah ada itu," pungkasnya.
Sumber: rmol
Foto: Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti/Net
Usulan Penundaan Pemilu Tak Hanya Soal Konstitusi, Tapi Patut atau Tidak Patut
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar