Breaking News

Kekuasaan Kian Sekarat


SAAT Kekuasaan semakin represif dan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Sejatinya kekuasaan tidak sedang menunjukkan kekuatannya. Justru sebaliknya, bukan cuma sekadar kelemahan. Kekuasaan itu malah terlihat sedang limbung dan mengalami sakit yang serius.

Sebenarnya tak berdaya tapi memaksakan menjadi dzolim. Serba permisif dan terkesan melakukan pembiaran terhadap korupsi dan extra ordinary crime lainnya. Kejahatan-kejahatan institusional secara kolektif kolegial yang dilakukan dengan masif, sistematik dan terorganisir dalam penyelenggaraan negara.

Sementara di sisi lain begitu tegas, keras dan terkesan bengis dalam menyikapi suara kritis. Rezim yang didalamnya digerogoti oleh  disfungsi dan kerusakan baik dari sistem maupun aparaturnya. Berangsur-angsur dan perlahan, sedang menuju kematiannya. Ia hanya menunggu waktu untuk  terhempas dari kekuasaannya. Baik secara  konstitusional maupun  oleh tuntutan gerakan rakyat di luar mekanisme formal.

Jatuhnya kekuasan dengan proses 'soft landing' atau harus menempuh terjadinya  'bleeding'. Bisa saja mengiringi transisi kekuasaan yang akan berlangsung. Rezim dan kroninya akan  dipaksa dan terpaksa  mundur secara terhormat atau dengan cara dinistakan.

Kekuasaan yang dijalankan oleh rezim yang hanya memiliki legalitas tanpa legitimasi. Menandakan bahwa  rezim sudah tidak lagi memiliki kepercayaan dari rakyat. Apalagi jika sudah muncul sikap skeptis dan apriori dari publik.

Bahkan diolok-olok dan dipermalukan oleh rakyatnya sendiri. Desakan dan tuntutan mundur kepada seorang presiden, pada substansinya telah menegaskan sosok dan  jabatan yang melekat padanya,  sudah tidak berfungsi dan berlaku lagi.

Keputusan dan kebijakan sebagai seorang pemimpin tak akan lagi akan didengar, didukung dan dilaksanakan rakyat. Hanya butuh adminitrasi dan kaidah hukum untuk melengkapi sekaligus mengesahkan seorang presiden harus meletakan jabatannya.

Bukan hanya kegagalan-kegagalan program pembangunan dan runyamnya kebijakan strategis lainnya. Rezim oligarki sekaligus boneka konspirasi global ini, dinilai telah membawa kehidupan rakyat, bangsa dan negara pada kemunduran.

Apa yang dihasilkan pemerintahan selama ini justru menimbulkan kerusakan dan kehancuran dalam pelbagai sektor kehidupan. Setidaknya ada tiga aspek penting dan fundamental yang selama ini dinyatakan oleh banyak pihak,  telah hilang dalam tata kelola negara.

Pertama, terkait kedaulatan dalam bidang politik. Kedua, soal kemandirian ekonomi. Ketiga, kegagalan  melahirkan kebudayaan yang berkepribadian bangsa. Semua prinsip dan nilai-nilai kebangsaan  itu sudah terlepas,  dimiliki dan dikuasai asing. Rakyat dan negeri ini sudah kadung dieksploitasi. Dirampok hartanya dan diberangus hak asasinya.

Negara kekuasaan dengan sadar atau tanpa sadar,  harus menggerus dan  memakan tubuhnya sendiri. Pada akhirnya harus mengorbankan rakyat dengan pelbagai kesengsaraan dan penderitaan hidup. Alampun ikut bereaksi  memperlihatkan murkanya.

Dari banjir Sintang Kalbar hingga Mandalika yang pongah dan memalukan di Lombok. Seakan muncul sebagai penolakan proyek lumbung pangan yang serampangan dan lintasan sirkuit yang ceroboh mengabaikan kelestarian alam dan memanipulasi hak rakyat atas tanah. Rakyat hanya punya simbol-simbol dan lambang negara tanpa keberadaan Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI yang sesungguhnya.

Rakyat seperti berada di negeri merdeka yang terjajah. Direndahkan martabat dan harga dirinya oleh bangsa asing, sembari dikhianati oleh sebagian bangsanya sendiri. Hidup sebagai budak dan didera penderitaan panjang di negeri yang terbilang penuh anugerah.

Kehilangan faktor-faktor mendasar dan prinsip dalam membangun negara tersebut. Pada hakekatnya sama dengan keadaan negara dengan raga saja tanpa kehadiran jiwa. Hanya lahiriah tanpa batiniah. Negara dengan adat kekuasan, seperti zombie yang memangsa siapa saja dan mencari korban yang paling lemah.

Kenyataannya akan menampilkan ketiadaan aturan, hukum rimba dan kebiadaban disana-sini. Jika tidak ada lagi yang bisa dikorbankan. Gerombolan penguasa itu saling memangsa  dan berusaha mempertahankan diri dan meneruskan kesinambungan kehidupannya masing-masing.

Sampai tidak ada lagi yang bisa dimangsa, tidak lagi yang bisa dikanibal sesamanya. Monster kekuasaan itu pada akhirnya mengalami sekarat. Menghadapi kematian karena pertarungan di kalangannya sendiri.

Dengan realitas dan fakta tak terbantahkan bahwasanya NKRI dalam keadaan gawat. Kebhinnekaan dan kemajemukan bangsa  saban hari makin tersekat. Degradasi sosial dan disintegrasi nasional terus menguat. Kebijakan dan perilaku  aparat cenderung menampilkan banyak maksiat. Diperburuk dengan kepemimpinan yang sarat mudharat.  Akankah negara ini pulih dan kembali menjadi sehat ?

Atau mungkin juga  solusi terbaik dari kekuasaan yang kian sekarat.  Tidak ada kata dan pilihan lain lagi, selain harus segera tamat. (rmol)

Oleh: Yusuf Blegur
(Penulis adalah pegiat sosial dan aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari)

Foto: Genangan di Sirkuit Mandalika/Net

Disclaimer : Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Kekuasaan Kian Sekarat Kekuasaan Kian Sekarat Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar