Breaking News

Sesalkan Sikap Kepolisian Terhadap Dugaan Rudapaksa di Lutim, LBH Makassar: Harusnya yang Membuktikan Penyidik


Perkara dugaan rudapaksa terhadap tiga anak oleh ayahnya berinisial SA di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan, yang penyelidikan sempat dihentikan Polres setempat pada 2019 memasuki babak baru.

Pasalnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar meminta Polri profesional menangani perkara tersebut, mengingat pelapor SA telah melakukan pemeriksaan terhadap para anak korban di Puskesmas Malili pada 2019 dan mendapatkan surat rujukan dari dokter lain untuk berobat.

LBH Makassar menyebutkan bahwa hasil diagnosa para anak korban mengalami kerusakan pada bagian anus dan vagina, serta child abuse tidak dinilai.

Terkait penghentian perkara dalam proses penyelidikan melalui penetapan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) dikeluarkan penyidik Polres Lutim, pihaknya menilai sangat prematur.

"Kami minta Polri lebih profesional. Satu hal kenapa kami tidak mempercayai Polres Lutim karena menjaga identitas anak saja tidak mampu," kata Direktur LBH Makassar Muhammad Haedir.

Muhammad Haedir turut membeberkan fakta lain atas perkara dugaan rudapaksa, yaitu ketika Polres Lutim mengklarifikasi di media sosial internalnya dengan menyebut identitas asli ibu korban.

Hal tersebut, tentu menjadi preseden buruk dalam hal penanganan perkara anak berhadapan dengan hukum, serta dinilai melabrak aturan yang ada.

Tidak hanya itu, beberapa fakta yang disampaikan dan diserahkan kepada Polda Sulsel ketika gelar perkara kedua pada Maret 2020 berupa bukti foto para korban yang diabadikan ibunya berinisial SA terdapat kerusakan pada alat seksual pada ketiga anaknya, Namun fakta itu terkesan diabaikan.

Ia turut menyinggung pernyataan Polda Sulsel yang mempersilakan LBH untuk mengajukan bukti-bukti baru pada perkara ini agar bisa dibuka lantaran statement tersebut dinilai salah alamat. Sebab, tidak ada kewenangan LBH mengambil dan mengajukan alat bukti, tetapi itu tugas dan ranah aparat kepolisian.

"Fakta-fakta yang telah disebutkan tadi, minimal ada tiga hal fakta yang harus diambil sendiri oleh polisi, bukan LBH," katanya.

Ia menyampaikan bahwa hasil visum dan hasil rekam medik korban ketika diperiksa di Rumah Sakit di Lutim harus diambil oleh polisi.

Menurutnya, dalam aturan KUHPidana yang melakukan penyelidikan adalah wewenang kepolisian dan bukan korban yang dibebankan tapi kepolisian.

"Bagaimana bisa korban dibebani pembuktian. Harusnya yang membuktikan itu penyidik. Siapakah yang berwenang mencari bukti dalam KUHP? Itu polisi, penyidik dalam hal ini. Jadi tidak benar agar kita untuk menyampaikan bukti karena bukti sebenarnya ada di rumah sakit, kita tidak punya akses," katanya.

Direktur LBH Makassar Muhammad Haedir mengungkapkan metode yang dijalankan P2TP2A Luwu Timur sudah salah dengan mempertemukan para anak korban dengan terduga pelaku.

Padahal, prosedurnya tidak dibolehkan. Seharusnya, para korban anak dijauhkan dari terduga pelaku dalam hal asesmen, bukan justru sebaliknya, yaitu memintanya datang bertemu.***

Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Direktur LBH Makassar Muhammad Hadir bersama Wakil Direktur Aziz Dumpa dan Resky Pratiwi selaku tim kuasa hukum para anak korban pada Konperensi Pers, Sabtu, 9 Oktober 2021 /Antara/Darwin Fatir
Sesalkan Sikap Kepolisian Terhadap Dugaan Rudapaksa di Lutim, LBH Makassar: Harusnya yang Membuktikan Penyidik Sesalkan Sikap Kepolisian Terhadap Dugaan Rudapaksa di Lutim, LBH Makassar: Harusnya yang Membuktikan Penyidik Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar