Breaking News

NIK Jadi NPWP Bisa Bikin Dompet Lebih Tipis, Keamanannya Masih Meresahkan


Pernahkah kita menghitung berapa jumlah kartu identitas yang ada di dompet kita? Sedikitnya, di dompet atau tas kita selalu ada kartu tanda penduduk (KTP), kartu ATM, SIM, NPWP, atau mungkin kartu BPJS kesehatan. Dompet tentunya semakin dijejali dengan tambahan kartu vaksinasi Covid-19.

Belum lama ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengajukan penambahan fungsi Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Penambahan fungsi NIK itu merupakan salah satu bentuk reformasi perpajakan yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

RUU itu akan memperkuat reformasi administrasi perpajakan yang saat ini dilakukan pemerintah, melalui implementasi NIK sebagai NPWP untuk wajib pajak pribadi.

Sri Mulyani menjelaskan, reformasi pajak melalui RUU HPP juga akan memperkuat posisi Indonesia dalam kerja sama internasional dan memperkenalkan ketentuan mengenai tarif pajak pertambahan nilai (PPN) final.

Kebijakan itu disebut akan memperluas basis pajak, sebagai faktor kunci dalam optimalisasi penerimaan pajak, juga akan dapat diwujudkan melalui pengaturan kembali tarif PPh orang pribadi dan badan.

Lalu penunjukan pihak lain untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak, pengaturan kembali fasilitas PPN, kenaikan tarif PPN, implementasi pajak karbon, dan perubahan mekanisme penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai.

Sri Mulyani meyakini, RUU HPP bakal memberi manfaat membangun sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel untuk menjaga kepentingan Indonesia hari ini dan ke depan.

”Implementasi berbagai ketentuan yang termuat dalam RUU tersebut diharapkan akan berperan dalam men dukung upaya percepatan pemulihan ekonomi dan mewujudkan perekonomian yang berkelanjutan,” kata Sri Mulyani.

Hal senada diungkapkan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh. Dia memastikan semua orang akan langsung berstatus wajib pajak jika Nomor Induk Kependudukan (NIK) di KTP telah menjadi satu dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Hal itu disampaikan Zudan menanggapi kabar bertambahnya fungsi NIK di KTP sebagai NPWP.

Zudan menyebut, bagi mereka yang belum punya NPWP, cukup mencantumkan NIK. Sementara bagi yang punya NPWP, dipersilakan mencantumkan NIK di NPWP-nya.

”Perpresnya mengatakan seperti itu, sehingga semua penduduk nanti langsung bisa mendapatkan status sebagai wajib pajak semuanya,” katanya.

Zudan menilai, langkah itu merupakan terobosan. Ia berharap, NIK yang menjadi NPWP bisa menambah kesadaran wajib pajak di Indonesia.

Meski demikian, Zudan mengatakan pemberlakuannya akan bertahap dan harus sesuai ketentuan.

”Tentunya tidak semua langsung membayar pajak karena ada kategorinya dan ketentuannya,” kata dia.

Zudan mengungkap, menggabungkan NPWP ke NIK menjadikan NIK satu-satunya nomor untuk keperluan semua layanan.

Hal itu seiring dengan rencana pemerintah mewujudkan single identity number seperti tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 83/2021 yang mensyaratkan semua layanan publik berbasis NIK.

”Perpres iiti untuk menjaga agar semua layanan publik kita berbasis NIK. Jadi sudah di awal Perpres 69/2019 kemudian ditegaskan kembali dalam Perpres 83/2021,” ucap dia.

Pengawasan Akademisi dari Universitas Padjadjaran Ferry Hadiyanto mengatakan, langkah NIK bisa jadi NPWP tersebut tidak perlu dipertentangkan.

Dia menggarisbawahi, perlu dipikirkan ulang, terutama terkait tujuan pengawasan dan efisiensi.

Betulkah tujuan tersebut bisa dicapai dengan langkah yang disiapkan. Ferry mengemukakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.

Pertama, terkait tujuan dari kehadiran KTP dan NPWP. Dijelaskan, KTP diterbitkan dinas kependudukan dan pencatatan sipil di masing-masing daerah.

Dokumen tersebut dimaksudkan sebagai kontrol administasi kependudukan untuk kepentingan pemerintah kabupaten atau kota.

Sementara NPWP, kaitannya untuk kepentingan pajak atau kepentingan negara. Sehingga, ada dua kepentingan yang berbeda.

Ia mencontohkan, pengintegrasian NIK sudah dilakukan di sektor moneter dan menjadi bagian dari kontrol di sektor tersebut.

Misalnya, seseorang tidak bisa membuka rekening di lembaga keuangan jika tidak memberikan atau memasukkan NIK. ”

Jadi langsung jelas ada punishment. Pertanyaannya, untuk sektor fiskal seperti apa? Apakah akan ada sanksi jika tidak memasukkan NIK sebagai bukti pembayaran pajak atau ketika menunggak pajak? jadi bentuk pengawas an ketaatan pajak. Pertanyaannya, bagaimana detailnya?” kata Ferry, Rabu 6 Oktober 2021.

Faktor kedua, kata Ferry, jika kaitannya untuk efektivitas penerimaan pajak, hal yang terpenting adalah kuantitas sumber daya manu sia (SDM).

Hingga saat ini jumlah SDM perpajakan masih minim sehingga menjadi tantangan tersendiri jika pemerintah ingin menaikkan tax ratio tanpa adanya penguatan dari sisi SDM. Aspek SDM sangat penting di sisi penghimpunan.

Berdasarkan dua faktor tersebut, Ferry belum melihat langkah yang tengah dipersiapkan tersebut akan serta merta meningkatkan tax ratio karena ada persoalan mendasar yang mestinya dibenahi terlebih dulu.

Progresif

Pengamat kebijakan publik dari Unpad Yogi Suprayogi menyambut baik wacana pemerintah mengenai single data tersebut.

Sebab, wacana itu sudah di gulirkan sejak lama melalui program Kartu Indonesia Satu yang berupaya mengintegrasikan data dalam satu kartu.

”Selama ini masyarakat disulitkan untuk memiliki banyak kartu dan tanda pengenal. Sehingga, setiap nomor kartunya akan sulit dihafalkan karena terlalu banyak. Ada KTP, NPWP, bahkan kartu BPJS. Belum lagi menghafal password dan PIN ATM serta kebutuhan perbankan lainnya,” kata Yogi.

Dengan data tunggal pasti akan memudahkan masyarakat beraktivitas, minimal, dalam melakukan transaksi keuangan.

Bahkan, kata Yogi, kartu itu bisa juga menjadi alat pembayaran, misalnya untuk transportasi. Hal itu sama dengan yang sudah berlaku di banyak negara seperti Malaysia.

Yogi menilai, itu adalah langkah progresif. Ke depannya, masyarakat tidak perlu membawa banyak kartu dalam dompet yang berpotensi hilang.

Apalagi jika fungsinya semakin banyak, kehidupan yang praktis bisa memudahkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

”Masyarakat pasti akan siap. Terlebih jika kartu ini membawa banyak fungsi,” tuturnya.

Hanya, perlu dipertimbangkan aspek keamanannya. Jangan sampai karena data yang terintegrasi, kalau tidak aman, berpotensi kebocoran data. Kebocoran dapat menimbulkan persoalan misalnya penyalahgunaan pinjaman online dan kepentingan jahat lainnya.

Keamanan

Dari sisi sistem informasi secara umum, rencana pemerintah iitu akan sangat memudahkan administrasi.

Hanya, pemerintah harus benar-benar memastikan keamanan sistem yang digunakan sehingga tidak akan mengalami kebocoran data pada masa yang akan datang.

Praktisi sekaligus pakar teknologi informasi Christianto Tjahjadi menegaskan, saat ini infrastruktur dan sistem yang dimiliki pemerintah terkait pengamanan basis data masih jauh dari predikat baik. Buktinya, kebocoran data masih terus terjadi, baik disadari maupun tidak.

”Dalam kondisi seperti ini, saya merasa bahwa jika ada kebocoran data wajar saja, karena infrastrukturnya memang belum bagus. Kalau terus seperti ini, akan bablas, berbahaya sekali,” ucap Christianto.

Jika akan menjalankan rencana penggabungan NPWP ke dalam NIK, Christianto berharap pemerintah segera melakukan evaluasi terkait sistem dan infrastruktur yang digunakan sehingga sama sekali tidak ada peluang data yang bocor, apalagi diperjualbelikan.

Terlebih, data kependudukan bersifat konfidensial karena berhubungan dengan wajib pajak. Pemerintah harus benar-benar bisa menjamin keamanan data itu.

Hingga saat ini, di Indonesia belum ada auditor yang bisa mengukur seberapa aman sistem dan infrastruktur teknologi informasi itu.

Dalam industri 4.0 yang saat ini bergulir, cyber security menjadi salah satu isu utama yang harus dipecahkan.

Akan tetapi, ada saja orang-orang yang memiliki keahlian lebih kemudian menyusup ke dalam sistem dan memanfaatkannya. Hal-hal semacam itu harus lebih dulu diantisipasi.***

Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Seorang pegawai kantor memperlihatkan kartu NPWP dan KTP di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Rabu 6 Oktober 2021. /Pikiran Rakyat/Andri Gurnita
NIK Jadi NPWP Bisa Bikin Dompet Lebih Tipis, Keamanannya Masih Meresahkan NIK Jadi NPWP Bisa Bikin Dompet Lebih Tipis, Keamanannya Masih Meresahkan Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar