Militer Sudan Menyatakan Keadaan Darurat Pasca Kudeta, Sebut akan Membentuk Pemerintahan Baru
Pada Senin, 25 Oktober 2021, jenderal tertinggi Sudan, mengumumkan bahwa militer akan menjalankan negara itu setelah melakukan aksi kudeta dengan menangkap perdana menteri dan pejabat pemerintah sipil lainnya.
Sejak aksi pengambilalihan paksa oleh militer tersebut, ribuan warga Sudan melakukan protes di jalan-jalan menentang kudeta.
Bentrokan antara warga dan pasukan militer pun meletus di ibu kota Khartoum, Sudan dengan militer menembakkan peluru tajam kepada para demostran yang memprotes perebutan kekuasaan.
Diketahui, pengambilalihan militer itu juga mengancam untuk menggagalkan upaya Sudan dalam transisi ke demokrasi, dua tahun setelah pengunjuk rasa memaksa penggulingan otokrat lama Omar al-Bashir.
Langkah itu dilakukan tepat sebelum militer seharusnya menyerahkan kepemimpinan administrasi militer-sipil bersama negara itu kepada warga sipil bulan depan.
Rekaman yang dibagikan secara online menunjukkan, pengunjuk rasa memblokir jalan-jalan dan membakar ban ketika pasukan keamanan menggunakan gas air mata untuk membubarkan mereka.
Para pengunjuk rasa terdengar meneriakkan, "Orang-orang lebih kuat" dan "Mundur bukanlah pilihan!" saat gumpalan asap memenuhi udara.
Menurut Komite Dokter Sudan, setidaknya 12 pengunjuk rasa terluka dalam demonstrasi tersebut.
Pada Senin sore, kepala militer, Jenderal Abdel-Fattah Burhan, muncul di TV nasional dan mengumumkan bahwa dia membubarkan pemerintah dan Dewan Berdaulat.
Dia mengatakan pertengkaran di antara faksi-faksi politik mendorong militer untuk campur tangan.
"Untuk memperbaiki arah revolusi, kami telah memutuskan untuk menyatakan keadaan darurat nasional, membubarkan dewan kedaulatan transisi, dan membubarkan kabinet," kata Burhan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari lama Times of Israel.
Burhan menyatakan keadaan darurat dan menuturkan militer akan menunjuk pemerintah teknokratis untuk memimpin negara itu ke pemilihan, yang ditetapkan pada Juli 2023.
Namun dia menjelaskan militer akan tetap bertanggung jawab, dengan mengatakan, angkatan bersenjata akan terus menyelesaikan transisi demokrasi.
"Sampai penyerahan kepemimpinan negara kepada pemerintah sipil yang dipilih," ujarnya.
Sementara itu, Amerika Serikat dan Uni Eropa pada Senin, menyatakan keprihatinan serius atas perkembangan krisis politik di Sudan tersebut.
Laporan pertama tentang kemungkinan pengambilalihan Sudan oleh militer itu mulai mengalir pada Senin pagi.
Kementerian Penerangan mengonfirmasi bahwa perdana menteri, Abdalla Hamdok, telah ditangkap dan dibawa ke lokasi yang dirahasiakan.
Dalam sebuah unggahan di Facebook, kementerian itu pun menyebutkan bahwa beberapa tokoh senior pemerintah juga ditahan. Dikatakan keberadaan mereka tidak diketahui.
Kantor Hamdok mengatakan dalam sebuah pernyataan di Facebook bahwa dia dan istrinya ditahan Senin pagi sebagai bagian dari apa yang digambarkan sebagai "kudeta total".
Sebagai informasi, ketegangan telah meningkat selama berminggu-minggu antara kepemimpinan sipil dan militer Sudan atas jalannya negara itu dan laju transisi menuju demokrasi.
Upaya kudeta yang gagal pada bulan September, memecah negara di sepanjang garis lama, mengadu lebih banyak Islam konservatif yang menginginkan pemerintahan militer melawan mereka yang menggulingkan al-Bashir dalam protes.***
Source: Silahkan Klik Link Ini
Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Ilustrasi. Jenderal tertinggi Sudan mengumumkan keadaan darurat dan akan membentuk pemerintahan baru pasca berhasil melakukan kudeta. /Pexels/Mathias P.R. Reding
Militer Sudan Menyatakan Keadaan Darurat Pasca Kudeta, Sebut akan Membentuk Pemerintahan Baru
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Tidak ada komentar