Breaking News

Sosok Edward Soeryadjaya Tersangka Baru Skandal ASABRI


Edward Soeryadjaya dijerat Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka anyar skandal ASABRI. Sosok Edward Soeryadjaya sendiri saat ini masih berada di balik sel penjara terkait perkara korupsi dana pensiun Pertamina.

Ditelusuri detikcom, Rabu (15/9/2021), Edward Soeryadjaya diketahui sebagai putra dari William Soeryadjaya yang dikenal sebagai pendiri Astra Internasional. Edward Soeryadjaya yang lahir di Amsterdam pada 21 Mei 1948 diketahui mendirikan Bank Summa pada era Orde Baru. Namun bisnisnya itu ditutup oleh Bank Indonesia pada 14 Desember 1992.

Setelah reformasi, Edward mencoba mencari peruntungan membangun monorel lewat bendera Ortus Holdings. Namun proyeknya kembali kandas.

Kisah Edward Soeryadjaya pun kerap bersinggungan dengan perkara hukum hingga tokoh-tokoh publik. Tercatat Edward Soeryadjaya pernah berseteru dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hingga Sandiaga Uno.

Berikut deretan kontroversi yang berkaitan dengan Edward Soeryadjaya:

1. Seteru dengan Ahok

Kisah bermula di tahun 2014 saat PT Jakarta Monorail (PT JM) menggandeng 2 investor yaitu China Communication Construction Ltd dari China dan SMRT asal Singapura. Kedua perusahaan ini berada dalam naungan Ortus Holding milik Edward Soeryadjaya.

PT JM mengaku mengantongi dana segar Rp 25 triliun untuk pembangunan proyek monorel di Jakarta. Saat itu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjabat sebagai pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta sebab Joko Widodo (Jokowi) tengah mencalonkan diri dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.

Ahok mengusulkan agar PT JM memberikan jaminan 5 persen dari total nilai proyek. Usulan jaminan ini merupakan salah satu klausul tambahan yang diajukan Pemprov DKI dalam penyesuaian perjanjian kerja sama proyek monorel.

Baca juga:
Jejak Edward: Dulu Berseteru dengan Ahok, Kini Dihukum 15 Tahun Penjara
Jaminan ini sebagai bukti dana segar yang dimiliki PT JM. Namun PT JM enggan memberikannya sehingga terjadilah kisruh monorel itu.

Lalu sekitar Juni 2014, Edward Soeryadjaya menyambangi Ahok di Balai Kota DKI Jakarta untuk membahas kisruh monorel. Usai pertemuan, Ahok membeberkan perbincangannya dengan Edward Soeryadjaya.

Ahok menyebut Edward Soeryadjaya tidak banyak bicara soal masalah ini. Buntutnya, hubungan Ahok dengan Edward Soeryadjaya kala itu dinilai tidak akur.

"Kita juga minta jaminan bank 5 persen. Kan kamu mau bangun triliunan, buktikan dong uang kamu di mana. Kalau nggak ada duit, berarti bohong dong. Masak, mau bangun tapi 1 perak duit aja nggak ada," kata Ahok.

2. Laporkan Sandiaga ke Polisi

Lagi-lagi Edward Soeryadjaya berurusan dengan pemimpin DKI Jakarta. Kala itu Sandiaga Uno menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Edward Soeryadjaya melaporkan Sandiaga Uno ke Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan pengalihan saham PT Japirex pada tahun 2018. Laporan terhadap Sandiaga Uno itu diajukan oleh Edward Soeryadjaya dengan memberi kuasa ke pengacaranya RR Fransiska.

Fransiska mengatakan kasus bermula saat Sandiaga masih berkantor dengan Edward Soeryadjaya di Jalan Teluk Betung, Jakarta. Edward Soeryadjaya kemudian menitipkan secara lisan kepada Sandiaga untuk membantu mengurusi PT Japirex. Fransiska adalah kuasa hukum Edward.

Namun kemudian Sandiaga dituduh mengalihkan saham 40 persen saham PT Japirex kepada dirinya sendiri. Dia juga disebut menjual sertifikat tanah yang merupakan aset PT Japirex pada 2012.

"Sandi mengalihkan 40% Saham PT Japirex dari John Nainggolan kepada dirinya tanggal 17 Mei 2001. Akta Notaris Henny Singgih S.H No 32 tanggal 22 November 2001 dan melikuidasi tanggal 11 Februari 2009, penjualan 2 sertifikat tanah tanggal 22 November 2012, kepada Ho Ing Hing, yang merupakan asset PT dengan luas 6175 M2, di mana pemilik awalnya adalah Djoni Hidayat dan uangnya tidak dikembalikan," ujar Fransiska.

Laporan Fransiska tertuang dalam laporan polisi bernomor LP/3356/VI/2018 tertanggal 27 Juni 2018. Perkara yang dilaporkan adalah penipuan dan/atau penggelapan dan/atau penadahan dan/atau TPPU dengan Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 480 KUHP dan/atau Pasal 3 dan 4 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang TPPU.

Soal pihak terlapor dalam laporan itu tertera nama Sandiaga Salahuddin Uno. Sementara itu, kerugian yang dilaporkan berjumlah Rp 20 miliar.

Sebelumnya, Fransiska juga telah mencabut laporan terkait kasus dugaan penggelapan tanah di Ciledug yang melibatkan tersangka Andreas Tjahjadi. Fransiska kemudian mencabut laporannya karena telah mendapat ganti rugi dari Andreas.

Fransiska mengungkapkan pihaknya mencabut laporan karena pihak Andreas telah membayar kerugian yang dialami oleh rekan bisnisnya, Djoni Hidayat.

Kala itu Sandiaga enggan banyak bicara. Dia menduga laporan polisi itu bermuatan politis.

"Saya nggak komentar ya, ini musim politik ya. Saya fokus Asian Games," kata Sandiaga di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/7/2018).

Kabid Humas Polda Metro Jaya kala itu Kombes Argo Yuwono telah membenarkan mengenai laporan tersebut. Menurut dia, laporan itu masih diteliti polisi.

"Iya benar (ada laporan masuk soal Sandiaga)," kata Argo saat dimintai konfirmasi detikcom.

Pada 2018 lalu polisi mengaku telah memeriksa Fransiska terkait laporannya. Namun hingga kini tidak ada kabar lebih lanjut terkait kasus tersebut.

3. Terjerat Kasus Dana Pensiun Pertamina

Perkara ini terjadi saat Edward Soeryadjaya menjadi pemegang pemegang saham mayoritas PT Sugih Energi Tbk (SUGI). Pada 2014, Edward Soeryadjaya bertemu dengan Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina M Helmi Kamal Lubis.

Dari pertemuan itu, keduanya sepakat menggocek dana pensiun Pertamina ke PT SUGI. Dana yang digelontorkan ke PT SUGI mencapai ratusan miliar. Berdasarkan perhitungan, kerugian negara mencapai Rp 612 miliar.

Belakangan, patgulipat itu tercium kejaksaan. Edward Soeryadjaya dan Helmi sama-sama harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Pada 10 Januari 2019, Pengadilan Tipikor (PT) Jakarta menjatuhkan hukuman 12,5 tahun penjara kepada Edward Soeryadjaya. Selain itu, Edward Soeryadjaya juga diminta membayar uang pengganti Rp 25,6 miliar.

Atas putusan itu, baik jaksa dan Edward Soeryadjaya sama-sama mengajukan banding. Bukannya diringankan, PT Jakarta malah memperberat hukuman Edward Soeryadjaya menjadi 15 tahun penjara.

Tidak terima, Edward Soeryadjaya mengajukan kasasi. Namun lagi-lagi kandas sehingga Edward Soeryadjaya tetap dihukum 15 tahun penjara.

4. Jadi Tersangka Skandal ASABRI

Meski masih berada di dalam penjara, Edward Soeryadjaya kembali menyandang status tersangka. Kejagung menetapkan Edward Soeryadjaya sebagai tersangka bersama dengan Betty Halim dan Rennier Abdul Rahman Latief dalam perkara korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT ASABRI (Persero).

"Tim penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus telah menetapkan 3 orang tersangka terkait perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi oleh PT ASABRI (Persero) pada beberapa perusahaan periode tahun 2012 s/d 2019," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Selasa (14/9/2021).

Edward Soeryadjaya dijerat selaku mantan Direktur Ortus Holding. Sedangkan Betty selaku mantan Komisaris Utama PT Sinergi Millennium Sekuritas (eks PT Milenium Danatama Sekuritas) dan Rennier Abdul Rahman Latief selaku Komisaris PT. Sekawan Inti Pratama.

Peran Edward Soeryadjaya di Kasus ASABRI

Awalnya, pada 2012, ada pertemuan antara Direksi PT ASABRI dengan Edward Soeryadjaya dan Betty Halim terkait dengan rencana penjualan saham SUGI (PT Sugih Energi Tbk). Menindaklanjuti pertemuan tersebut kemudian Edward Soeryadjaya meminta bantuan Betty selaku Komisaris PT Millennium Danatama Sekuritas dan LAC selaku Pemilik PT Millennium Capital Management untuk menjual saham SUGI, dengan kesepakatan jika Betty dapat menjual 1 lembar saham SUGI, akan mendapatkan 2 lembar saham SUGI.

Selanjutnya, menindaklanjuti kesepakatan tersebut kemudian Betty yang mengelola saham SUGI aktif melakukan transaksi di antara nomine-nominenya sendiri sehingga berhasil menaikkan harga saham SUGI.

Betty kemudian diberikan saham SUGI oleh Edward sebanyak 250.000.000.000 lembar yang transaksinya dilakukan secara free of payment (FOP) melalui Nomine ES di Millennium Danatama Sekuritas.

Dalam 2013-2015, setelah berhasil menaikkan harga saham SUGI melalui nomine-nominenya di PT Millennium Danatama Sekuritas, kemudian Betty menjual saham SUGI kepada PT ASABRI (persero). Karena saham SUGI tidak memiliki fundamental yang baik dan bukan merupakan saham yang Liquid sehingga mengalami penurunan harga.

Pada saat saham SUGI mengalami penurunan harga sampai Rp 140/lembar, kemudian PT ASABRI (persero) bekerja sama dengan 4 manajer investasi untuk memindahkan saham SUGI dari portofolio saham PT ASABRI (persero) menjadi underlying portofolio reksadana milik PT ASABRI di reksa dana GURU, reksa dana Victoria Jupiter, reksa dana Recapital Equity Fund, reksa dana Millennium Balanced Fund, dan reksa dana OSO Moluccas Equity Fund tidak dengan harga pasar wajar tetapi dengan harga perolehan.

Bahwa sisa saham SUGI yang masih ada di portofolio saham PT ASABRI (persero) kemudian dijual di bawah perolehan (cutloss) pada PT Tricore Kapital Sarana.

Akibat perbuatan para tersangka, mereka disangkakan dan diancam pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Serta Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Edward Soeryadjaya (Ari Saputra/detikcom)
Sosok Edward Soeryadjaya Tersangka Baru Skandal ASABRI Sosok Edward Soeryadjaya Tersangka Baru Skandal ASABRI Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar