Breaking News

SEJARAH KELAM G30S PKI: Dimulai Pemberontakan di Tahun 1926 Hingga Pembunuhan 6 Jenderal dan 1 Perwira TNI AD


Hari Ini tepat pada tanggal 30 September 2021. 56 tahun lalu terjadi sebuah kudeta yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI).

PKI dengan terang-terangan menculik dan membunuh 6 orang jenderal dan seorang perwira TNI AD. Aksi kudeta ini dinamakan Gerakan 30 September PKI atau biasa disebut G30S PKI.

Ideologi komunis sebenernya bukan hasil pemikiran murni orang Indonesia. Ideologi ini merupakan produk impor.

Berdasarkan keterangan, orang pertama yang membawa ideologi ini adalah Henk Sneevliet, seorang aktivis dan pengurus partai Marxis, SDAP (Sociaal Democratische Arbeiderspartij) di Belanda.

Dia datang ke Indonesia pada 1913 dan menjadi ketua serikat buruh kereta api di Surabaya. Sneevliet kemudian mendirikan partai ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging) pada 1914.

Setelah ISDV berdiri, dia melakukan berbagai kegiatan bawah tanah untuk mempengaruhi tokoh-tokoh pergerakan untuk mengenalkan ideologi Marxis dan membangun kekuatan komunisme internasional di Hindia Belanda.

Tokoh paling penting yang akhirnya dapat dipengaruhi adalah Semaoen, seorang pemuda pimpinan Sarekat Islam Cabang Semarang. Melalui Semaoen, pengaruh Sneevliet menyebar secara cepat di lingkungan SI Semarang.

Semaoen-Darsono berkonfrontasi dengan HOS Tjokroaminoto-Agoes Salim karena Tjokroaminoto dan Agoes Salim dianggap terlalu berkompromi dengan penjajah dengan bersedia masuk dalam Volksraad (dewan perwakilan bentukan Belanda yang berisi tokoh pribumi dan belanda).

Akibat konfrontasi itu, SI Semarang disebut sebagai SI Merah. SI Merah inilah yang kemudian menjadi Partai Komunis Hindia pada 1920 dan kemudian menjadi PKI.

Pada tahap itu, poros Hindia Belanda-Moskow sudah terjalin. Ajaran Marxisme sudah mulai banyak dianut, dan PKI mulai banyak mendapat tempat di kalangan buruh, khususnya buruh pelabuhan dan kereta api.

Watak revolusi Lenin di Soviet membakar semangat muda pemimpin PKI yang baru saja lahir itu dan membuat mereka ingin segera melakukan revolusi seperti Lenin.

Pada 1926, PKI yang baru berusia 6 tahun itu melakukan pemberontakan bersenjata, dan kemudian ditumpas pemerintah Hindia Belanda. Pimpinan dan ribuan anggota PKI dibuang ke Boven Digoel, banyak dari mereka yang tidak pernah kembali ke Jawa, hilang atau mati.

Pemberontakan ini sebenarnya sudah diperingatkan dan dilarang oleh Tan Malaka, anggota PKI dan selaku Perwakilan Commintern untuk wilayah Asia Tenggara. Tapi pelarangan itu tidak digubris, bahkan Tan Malaka dikeluarkan dari keanggotaan partai.

Setelah penumpasan itu, praktis PKI tidak lagi tampil dipanggung pergerakan nasional secara formal. Aktivis partai yang tersisa melakukan kegiatan bawah tanah, mencoba memobilisasi massa yang tercerai berai. Komunikasi dengan Commintern tetap dilakukan, secara sembunyi-sembunyi.

Pada periode ini Munawar Musso tampil memimpin PKI yang sampai 1945 mengkonsolidasikan kekuatannya masih dengan cara gerakan bawah tanah.

Setelah kemerdekaan RI diproklamasikan, Musso mulai membawa PKI muncul lagi ke permukaan. Musso bahkan berhasil membujuk Amir Sjarifuddin untuk ikut memimpin PKI.
Amir Sjarifuddin sendiri kemudian menjadi perdana menteri pada tahun 1947. Di masa revolusi ini, PKI di bawah Musso dan Amir Sjarifuddin menunjukkan lagi watak Leninis.

Pada Januari 1948 Amir Sjarifuddin mundur sebagai perdana menteri, karena dianggap kalah dalam perundingan dengan Belanda dalam Perundingan Renville. Belanda untung besar dalam perundingan ini. Kubu nasionalis mengecam keras kekalahan ini.

Setelah mundur, Amir dan Musso mengkonsolidasikan pengikutnya untuk memproklamirkan republik bercorak Soviet di Madiun.

Mereka berontak pada September 1948, berencana membentuk pemerintahan sendiri, terpisah dari NKRI.

M. Hatta yang ditunjuk untuk menggantikan Amir Sjarifuddin sebagai perdana menteri sangat marah. Hatta memerintahkan untuk menindak para pemberontak itu. Tentara dari Divisi Siliwangi dikirim ke Madiun untuk menumpas Amir-Musso dan pengikutnya.

Mereka berdua dan banyak tokoh PKI dieksekusi. PKI kembali hilang ditelan bumi. Gerakan mereka kembali lagi ke bawah tanah. Anehnya, Soekarno tidak juga menetapkan PKI sebagai partai atau organisasi terlarang.

Lalu muncul sosok DN Aidit yang secara perlahan berusaha memulihkan nama PKI. Aidit memiliki strategi yang jitu. Semangat revolusioner dan persatuan nasional Soekarno betul-betul dimanfaatkan.

Aidit bersama tiga rekannya mendekati Soekarno dengan sangat intensif. Tidak perlu waktu terlalu lama, Aidit berhasil membangkitkan PKI dari kuburnya.

Tujuh tahun sejak peristiwa Madiun, PKI menjadi salah satu partai pemenang pemilu pertama pada 1955. Memperoleh sekitar 6 juta suara, PKI menduduki peringkat 4 di bawah PNI, Masyumi, dan NU.

Kedekatan Aidit dengan Soekarno terus berlangsung. Sampai pada 1959, Soekarno mengumumkan Dekrit Presiden, banyak masuk Aidit yang diadopsi melalu slogan Manipol USDEK (Manifesto Politik Indonesia-Undang-undang Dasar 45, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia).

Keputusan Soekarno setelah Dekrit 59 yang tidak akan pernah dilupakan oleh umat Islam Indonesia adalah dibubarkannya Partai Masyumi pada 1960. Banyak kalangan menduga kuat, ini adalah provokasi dari Aidit.

Di masa penerapan Manipol-Usdek ini, PKI benar-benar memanfaatkan kesempatan. Mereka menetapkan apa yang disebut dengan Plan 3 Tahun dan Plan 4 Tahun.

Dua plan itu adalah realisasi pembangunan Partai dalam rangka memperkuat pengaruhnya di hati Soekarno sekaligus memperkuat basis massa mereka dan tentu saja memenangkan makar mereka.

Nasakom sebagai slogan Soekarno yang sangat massif dipublikasikan benar-benar menambah subur PKI.

Banyak sekali organisasi masyarakat, organisasi professional yang mereka susupi dan dengan singkat menjadi underbow PKI. Pada masa itu, mereka menjadi anggota Commintern terkuat ke tiga di bawah Soviet dan China.

Tetapi, kembali lagi watak Leninisme mereka ditunjukkan. Merasa sudah sangat kuat dan dekat dengan Soekarno, Aidit cs menghembuskan issue Dewan Jenderal yang kontra revolusi dan akan melakukan kudeta.

Enam jenderal angkatan darat yang dituding sebagai anggota Dewan Jenderal kemudian dihabisi dalam semalam pada 30 September 1965. Jenderal AH. Nasution adalah salah satu sasaran juga, tapi selamat. Pelakunya adalah satuan komando Cakrabirawa pengawal Presiden Soekarno dipimpin Letkol Untung.

Peristiwa itu tentu saja menyulut kemarahan rakyat Indonesia. Pemuda dan mahasiswa bergerak, turun ke jalan, berdemonstrasi.

Mereka memprotes peristiwa pembunuhan 6 jenderal, ekonomi nasional yang merosot, dan tidak jelasnya langkah Soekarno dalam mengatasinya.

Demonstran menuntut apa yang disebut dengan Tritura, tiga tuntutan rakyat; Bubarkan PKI, Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur yang terlibat G30S, dan Turunkan harga.

Tekanan yang besar itu memaksa Presiden Soekarno menulis Surat Perintah Sebelas Maret pada 11 Maret 1966. Surat perintah itu diberikan kepada Letjen Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat. Peristiwa inilah yang menandai akhir dari Demokrasi Terpimpin, Manipol-Usdek.

Dari sejarah kelahiran, tumbuh, bangkitnya kita mempelajari bahwa watak PKI adalah penjelmaan watak Lenin di Soviet. Logika dan strategi mereka yang sentralisme demokratik alias diktatur proletariat menjadi karakter yang tidak mungkin dilepaskan dalam mewujudkan cita-cita mereka.

Bangsa Indonesia dan warga dunia sudah faham betul karakter itu, sehingga sangat sulit saat ini mereka akan bisa diterima.***

Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Ilustrasi Monumen Pancasila Sakti. SEJARAH KELAM G30S PKI. /Tangkap layar instagram.com/amonumenpancasilasakti
SEJARAH KELAM G30S PKI: Dimulai Pemberontakan di Tahun 1926 Hingga Pembunuhan 6 Jenderal dan 1 Perwira TNI AD SEJARAH KELAM G30S PKI: Dimulai Pemberontakan di Tahun 1926 Hingga Pembunuhan 6 Jenderal dan 1 Perwira TNI AD Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar