Breaking News

PeduliLindungi Sebenarnya Tak Dibutuhkan


Niat dan tujuan yang baik belum tentu bisa diterima dengan baik di tengah masyarakat. Demikian juga ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk mengakses sejumlah fasilitas publik.

Tentu kita mengapresiasi upaya pemerintah dalam mengendalikan pandemi Covid-19. Namun, masih banyak masalah mendasar yang harus diselesaikan agar kebijakan ini berjalan efektif, tanpa ada diskriminasi.

Kita tentu sepakat jika penggunaan aplikasi ini bertujuan untuk membatasi mobilitas masyarakat di tengah pandemi yang belum selesai. Namun, di tengah gencarnya pemanfaatan aplikasi ini, keluhan masyarakat soal aplikasi ini pun semakin banyak.

Mulai dari aplikasi yang susah diakses, tidak bisa scan barcode, hingga kesalahan data yang tercantum di dalam aplikasi tersebut.

Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, sebelumnya sempat mengkritik aplikasi PeduliLindungi yang menurut dia justru menyulitkan pemerintah.

Selain belum efektif karena sistem database belum terintegrasi, cakupan vaksinasinya juga belum 50 persen.

Menurut Dicky, masalah utama yang dihadapi Indonesia dalam menghadapi Covid-19 ada pada 3T yaitu testing, tracing, dan treatment.

Dicky mengatakan, jika 3T di Indonesia kuat, tidak perlu adanya aplikasi semacam PeduliLindungi.

Apalagi, jika akses seseorang ke fasilitas publik hanya berpatokan pada vaksinasi. Bukankah vaksinasi tak menjamin 100 persen seseorang aman dari Covid-19 atau tidak menularkannya ke orang lain?

Oleh karena itu, Dicky menilai, penerapan aplikasi PeduliLindungi tidak bisa saklek. Said Fariz Hibban, data analis dari LaporCovid19 bahkan menyebut sejak awal kemunculannya, PeduliLindungi tidak terlihat punya riset yang mumpuni akan kebutuhan masyarakat.

PeduliLindungi justru seperti program latah dari Trace Together yang dilakukan Singapura, tanpa mempelajari kesiapan masyarakatnya.

Adanya ribuan orang positif Covid-19 dan memiliki riwayat kontak erat terdeteksi melalui aplikasi PeduliLindungi tengah berkeliaran di ruang publik pun menjadi tanda tanya sekaligus membuktikan jika sistem pelacakan Covid-19 di Indonesia belum berjalan baik.

Padahal, seharusnya mereka yang masuk daftar hitam itu diidentifikasi kontak eratnya, dinilai status kesehatannya, dimonitor isolasi karantinanya.

Kalau masih berkeliaran, artinya ada yang salah dengan penanganan pasien Covid-19. Masalah lainnya, tak semua masyarakat yang akan mengakses fasilitas publik itu memiliki gawai pintar.

Mengutip data Newzoo, pengguna ponsel pintar di Indonesia pada 2020 mencapai 160,23 juta orang.

Sementara, merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada 2020 berjumlah 270,20 juta jiwa.

Artinya, ada 100 juta lebih penduduk Indonesia yang tidak memiliki ponsel pintar yang tidak boleh hilang haknya saat pandemi.

Masalah lainnya, masih ada wilayah yang belum memiliki koneksi internet baik. Bahkan, sejumlah lokasi wisata juga kesulitan mengakses aplikasi ini karena jeleknya sinyal.

Tak hanya itu, tak semua gawai pintar itu juga memiliki kuota atau pulsa untuk bisa mengakses aplikasi tersebut.

Ketua DPR Puan Maharani berharap, pemerintah mencari solusi atau mekanisme lain bagi masyarakat yang tak memiliki gawai atau ponsel pintar untuk mengakses fasilitas publik.

Terlebih, masyarakat yang tidak memiliki ponsel pintar tersebut sudah taat menjalani vaksinasi Covid-19 sehingga perlu mendapat apresiasi yang sama dengan yang memiliki ponsel dan sudah mengunduh aplikasi PeduliLindungi.

Ada pula usulan dari Internet Governance Forum Indonesia (IGF) untuk mengatasi permasalahan agar masyarakat bisa mengakses aplikasi dan situs PeduliLindungi tanpa menggunakan ponsel.

Misalnya, dengan membalik proses penerapan PeduliLindungi sehingga lebih memudahkan masyarakat yang tidak memiliki ponsel pintar untuk tetap beraktivitas.

Dengan cara ini, setiap tempat publik menyediakan terminal check-in manual dengan input Nomor Induk Kependudukan (NIK) melalui layar dashboard yang terhubung ke front-end PeduliLindungi.

IGF Indonesia juga memberikan alternatif input lainnya dengan RFID reader untuk tap chip KTP elektronik atau dengan scan QR code kartu vaksin.

Dengan demikian, masyarakat hanya perlu membawa kartu vaksin atau e-KTP untuk dipindai oleh petugas di area publik.

Apalagi, KTP kita kan sudah elektronik, masak iya, cuma bermanfaat untuk difokopi? Pada akhirnya, upaya untuk melindungi masyarakat jangan sampai malah menjadi alat diskriminasi di tengah masyarakat.***

Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Pengunjung memindai QR code melalui aplikasi PeduliLindungi sebelum memasuki bioskop di salah satu mal di Palembang, Sumatra Selatan, Selasa 21 September 2021. /Antara/Feny Selly
PeduliLindungi Sebenarnya Tak Dibutuhkan PeduliLindungi Sebenarnya Tak Dibutuhkan Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar