Breaking News

Somasi Luhut Pandjaitan Atas Dugaan Konsesi Tambang Papua Bentuk Antikritik Pejabat Negara


Somasi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terhadap Koordinator KontraS dan Direkut Eksekutif Lokataru Haris Azhar atas dugaan kepemilikan konsensi tambang sang menteri di Papua menuai tanggapan kuasa hukum mereka. Somasi dinilai bentuk sikap antikritik pejabat negara.

Menanggapi somasi tersebut, Julius Ibrani, Kuasa Hukum Fatia Maulidiyanti‎ menyatakan apa yang dilakukan Fatia selaku Koordinator KontraS adalah tugas kelembagaan untuk advokasi publik berbasis riset tentang kondisi di Papua.

"KontraS secara kelembagaan memiliki rekam jejak yang panjang dan valid dalam melakukan pengawasan dan kontrol terhadap jalannya pemerintahan termasuk secara khusus di Papua," kata Julius pada Selasa 31 Agustus 2021.

"Luhut sebagai pejabat negara seharusnya merespon dengan sarana dan ruang yang bersifat publik seperti diskusi, klarifikasi dan lain-lain. Bukan dengan Somasi yang bernuansa personal. Sudah salah kaprah di situ,” tuturnya lagi.

Somasi Luhut, lanjutnya, menambah fenomena serangan serupa yakni musim somasi yang dilayangkan pejabat pemerintah kepada publik akhir-akhir ini.

Hal itu merupakan bentuk pembungkaman dan bukti tidak adanya transparansi maupun akuntabilitas terkait informasi publik.

Hasil riset yang menjadi dasar pernyataan kliennya tersebut juga merupakan salah satu bentuk kerja-kerja pembela hak asasi manusia dan bentuk kebebasan berpendapat yang dilindungi dan dijamin oleh negara.

Hal itu diatur dalam Pasal 28E ayat (2) dan Pasal 28F UUD 1945, TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 19 ayat (1) dan (2) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2005, dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Selain itu, tren somasi yang dilayangkan pejabat negara ini merupakan bentuk anti kritik. Padahal pernyataan ataupun penyampaian informasi publik dan kritik terhadap pejabat negara merupakan salah satu bentuk partisipasi publik yang dilindungi.

Sebagaimana Pasal 28E ayat (3) UUD 1045, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 44 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Asfinawati, Kuasa Hukum Fatia lainnya dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mengatakan, apa yang dilakukan pejabat publik Luhut Binsar Pandjaitan merupakan ironi.

Seharusnya yang mesti Luhut lakukan adalah memberikan klarifikasi terbuka dan jujur kepada publik tentang kronologi keterlibatan anak perusahaan Toba Sejahtra Group dalam proyek Derewo River Gold.

“Somasi ini terbalik, seharusnya masyarakat yang mengawasi dan mensomasi pejabat publik, bukan sebaliknya. Sesungguhnya esensi demokrasi adalah pengawasan oleh publik, kritik oleh publik, bukan justru membungkam kritik dan pengawasan oleh publik,” katanya.

Sebelumnya, ‎dalam obrolan di kanal YouTube milik Haris Azhar dengan judul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya” Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti melakukan diskusi mengenai dugaan keterlibatan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dalam bisnis tambang di Papua.

Obrolan itu kemudian menyulut reaksi. Pada 26 Agustus 2021, Luhut melayangkan somasi kepada Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar‎. Obrolan berdasarkan hasil laporan penelitian sejumlah lembaga.

Dalam Laporan Indikasi Kepentingan ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer, Studi Kasus Intan Jaya di Papua tersebut mengungkapkan pengerahan ilegal kekuatan militer dan kemungkinan relasinya dengan konsesi perusahaan tambang.

Dua dari empat konsesi tambang yang diteliti di Intan Jaya terhubung dengan alat negara. Di Derewo River Gold Project bahkan ada jejak perusahaan Tobacom Del Mandiri dan Tambang Raya Sejahtra, yang merupakan bagian dari Toba Sejahtra Group yang sahamnya dimiliki Luhut Binsar Pandjaitan.

Riset itu diluncurkan oleh WALHI Eknas, JATAM Nasional, YLBHI, Yayasan Pusaka, LBH Papua, WALHI Papua, KontraS, Greenpeace, Bersihkan Indonesia dan Trend Asia mengkaji keterkaitan operasi militer ilegal di Papua dan industri ekstraktif tambang dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik.

"Pemaknaan Beneficial Ownership (BO) atau penerima manfaat korporasi telah cukup jelas dalam regulasi Indonesia. Dalam konteks ini publik justru harus tahu keterkaitan bisnis para pejabat publik sehingga tidak terjadi konflik kepentingan. Pada sisi lain, kejelasan BO juga memudahkan siapa yang harus bertanggung jawab jika terjadi kasus kerusakan lingkungan hidup dan pelanggaran HAM,” ujar Wahyu Perdana dari WALHI Eknas.

Dalam kajian cepat tersebut terungkap bahwa setidaknya dua dari empat perusahaan tambang terhubung dengan para purnawirawan jenderal baik di TNI maupun Polri. Dua perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia (FI) dan PT Madinah Qurrata ‘Ain (MQ).

Di Perusahaan MQ, setidaknya ada tiga nama purnawirawan Jenderal TNI/POLRI yang terhubung dengan entitas ini.

Mereka adalah Purnawirawan Polisi Rudiard Tampubolon, Purnawirawan TNI Paulus Prananto. Sementara nama Purnawirawan TNI Luhut Binsar Pandjaitan terhubung melalui PT Toba Sejahtra Group.

Rudiard Tampubolon merupakan komisaris MQ. West Wits Mining (pemegang saham MQ) menganggap bahwa kepemimpinan dan pengalaman Rudiard cukup berhasil menavigasi jalur menuju dimulainya operasi pertambangan.

Selain duduk sebagai komisaris, perusahaan yang dipimpin Rudiard yakni PT Intan Angkasa Aviation juga mendapat kepemilikan saham di PT Madinah Qurrata’ain.

Dalam Derewo River Gold Project, West Wits Mining juga membagi sejumlah 30% saham kepada PT Tobacom Del Mandiri (TDM). Presiden direktur TDM ialah Purnawirawan TNI Paulus Prananto. Di sebuah terbitannya, West Wits Mining jelas menyebut bahwa TDM bertanggung jawab terkait izin kehutanan dan terkait keamanan akses ke lokasi proyek.

TDM merupakan bagian dari PT Toba Sejahtra Group, di mana pemilik saham minoritasnya adalah Luhut Binsar Pandjaitan. Dua purnawirawan TNI yang terkait dengan perusahaan MQ, Paulus Prananto dan Luhut Binsar Pandjaitan, merupakan anggota tim relawan (Bravo Lima) pemenangan Presiden Joko Widodo pada 2014 dan 2019.

“Dari sumber legal dan publik yang kita peroleh, perusahaan yang merupakan bagian dari Toba Sejahtra Group punya jejak bisnis tambang di Intan Jaya. Dari penelusuran kami, Luhut Binsar Pandjaitan memiliki saham di Toba Sejahtera,” kata Ahmad Ashov, Jurubicara #BersihkanIndonesia.

Sementara dalam rencana tambang emas di Blok Wabu, kajian cepat itu menelusuri lima nama purnawirawan yang berasal dari tiga nama entitas perusahaan yang berbeda, tetapi masih satu naungan di bawah holding perusahaan tambang Indonesia yaitu MIND ID.

Dalam entitas PTFI sebagai perusahaan pemilik konsesi sebelumnya di Blok Wabu, ada nama Purnawirawan TNI Hinsa Siburian (HS) sebagai komisaris PTFI. Pada 2015-2017, HS pernah menjabat sebagai Pangdam XVII/Cenderawasih Papua. HS juga tercatat tergabung dalam tim relawan (Cakra 19) pemenangan Presiden Jokowi pada 2019.

Perusahaan yang ditunjuk untuk menggarap lahan konsesi PTFI (Blok Wabu) yang dikembalikan ke Pemerintah Indonesia adalah PT ANTAM.

Ada dua nama aparat militer di ANTAM yakni Purnawirawan TNI Agus Surya Bakti dan Komisaris Jenderal Polisi Bambang Sunarwibowo. Di ANTAM, Agus Surya Bakti menjabat sebagai Komisaris Utama, sementara Bambang Sunarwibowo merupakan Komisaris.

Di samping itu, Bambang Sunarwibowo juga tercatat masih aktif menjabat sebagai Sekretaris Utama Badan Intelijen Nasional. Sementara di tubuh MIND ID ada nama Purnawirawan TNI Doni Monardo sebagai Komisaris Utama dan Purnawirawan Muhammad Munir sebagai Komisaris Independen. Sampai saat ini, Muhammad Munir juga tercatat berkiprah sebagai Ketua Dewan Analisa Strategis Badan Intelijen Negara.***

Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan/Net
Somasi Luhut Pandjaitan Atas Dugaan Konsesi Tambang Papua Bentuk Antikritik Pejabat Negara Somasi Luhut Pandjaitan Atas Dugaan Konsesi Tambang Papua Bentuk Antikritik Pejabat Negara Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar