Mural Jadi Momok Pemerintah, Dihapus Bikin Seniman Kian Genius
Mural 'Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit' di Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dan mural bergambar wajah diduga mirip Jokowi bertulisakan '404:Not Found' di Kota Tangerangdihapus aparat.
Alasan aparat menghapus mural-mural tersebut tak lain karena mengganggu ketertiban umum dan keindahan lingkungan. Padahal, mural-mural lain justru tak dihapus.
Aksi aparat menghapus mural-mural itu langsung menuai kontra banyak pihak. Bahkan sampai ramai diperdebatkan di media sosial.
Sejumlah kalangan menilai aksi aparat menghapus mural justru menjadi bentuk pengekangan pendapat oleh pemerintah.
Sejak tahun 1937, mural sudah menjadi karya seni yang dimanfaatkan seniman untuk mengkespresikan pendapat.
Arsita Pinandita, M.Sn., dosen jurusan desain komunikasi visual Institut Teknologi Telkom Purwokerto menyebut, mural secara harfiah berarti segala bentuk goresan visual yang berada di jalanan dalam sudut pandang umum (publik).
Oleh karena itu, wajar jika mural dimanfaatkan sebagai suatu bentuk komunikasi seniman dengan masyarakat.
"Karena memang tempatnya di publik, apa pun itu bentuknya pasti punya risiko sebagai bentuk komunikasi visual, entah itu kritik, informasi, hingga persuasif," ujar Dito, sapaan akrab Arsita, kepada Pikiran-Rakyat.com.
Dosen yang juga seorang desainer itu menyebut, mural bisa punya pengaruh besar bagi masyarakat, bergantung beberapa hal, salah satunya lokasi pembuatan mural.
Jika mural yang dibuat berada di titik sentral aktifitas publik, segala pesan yang terkandung di dalamnya bisa dengan mudah dilihat dan tersampaikan.
Faktor selanjutnya adalah bahasa yang digunakan. Jika mural menggunakan bahasa keseharian masyarakat, besar kemungkinan arti dalam gambar akan tersampaikan.
Sebaliknya, jika mural hanya mengandung muatan artistik, hanya sebagaian orang yang bisa menikmatinya.
Vandalisme dan 'merdeka atoe mati'
Tak heran, mural masih menjadi salah satu karya seni yang sangat ampuh menyuarakan pendapat.
Meski begitu, masyarakat sering menyebut mural sebagai salah satu bentuk vandalisme karena tak berizin. Seiring perkembangan zaman, hal itu mulai tersamarkan.
"Mural yang sering dianggap vandalisme bisanya lebih sering menggunakan bahasa visual yang cenderung berjauhan selera dari masyarakat kebanyakan serta terkesan spontan dan bermuatan represif. Seperti kritik, propaganda, atau ajakan provokatif lainnya. Karena sifat spontan dan tanpa izin inilah, masyarakat menyebutnya vandalisme," katanya.
Terkait perizinan, Dito menyebut mural yang dibuat spontan dan bermuatan represif tidak memiliki keharusan mengantongi izin karena segala hal yang berkaitan dengan publik memiliki ruang dan selera apresiasi yang sangat luas.
Pemerhati subkultur itu menilai aksi aparat menghapus mural yang bermuatan kritik sangatlah aneh. Pasalnya, berbagai jenis iklan termasuk baliho yang terpampang di sepanjang jalan justru tak dipermasalahkan aparat.
"Ruang publik adalah area yang luas untuk berkomunikasi, bila kita bisa dikepung banyak iklan-iklan komersial di jalanan, kita juga tidak bisa melarang mural-mural bermunculan di jalanan," tuturnya.
"Perkara kritik atau tidak, itu permasalahan bentuk komunikasi saja. Bila ada pihak yang merasa keberatan dengan bentuk kritik di mural saya rasa aneh. Bukannya mural dengan muatan propaganda sudah terjadi bertahun-tahun lalu? Bahkan sejak awal kemerdekaan, masyarakat Indonesia aktif menyuarakan semangatnya dengan menulisi tembok-tembok dengan tulisan 'merdeka atoe mati'," ucapnya.
Dito menilai, seninam memiliki tugas dan fungsi membuat inovasi dengan imajinasinya. Seniman adalah orang yang paling mudah menerima perubahan dengan gemar melompati batas-batas perilaku konvensional.
Apabila pemerintah nantinya semakin mempersempit ruang berkreasi seniman, atau bahkan menghilangkannya, para seniman tetap bisa berkembang bebas.
"Perkara diberi ruang atau tidak, seniman selalu punya cara kreatifnya sendiri yang sulit dijangkau pikiran orang umum kebanyakan," katanya.
Pada era modern ini, seniman justru semakin cerdas dalam mengkekspresikan pendapat atau kritik mereka. Pemerintah tak seharusnya ketakutan jika mendapat kritik melalui mural atau kesenian lainnya.***
Source: Silahkan Klik Link Ini
Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Mural yang menampilkan wajah mirip Presiden Jokowi dihapus. Penghapusan mural yang mengkritik pemerintah dinilai sebagai wujud pengekangan pendapat masyarakat. /Twitter.com/ @milikandi
Mural Jadi Momok Pemerintah, Dihapus Bikin Seniman Kian Genius
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:

Tidak ada komentar