MPR akan Layani Syahwat Politik Jokowi?
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo menegaskan bahwa amendemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak akan menjadi bola liar ataupun membuka kotak pandora. Khususnya, kata dia, terkait perubahan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode.
Bambang mengaku telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (13/8/2021) di Istana Bogor dan membahas mengenai hal tersebut. Menurut pria yang akrab disapa Bamsoet itu, Presiden Jokowi justru khawatir dan mempertanyakan apakah amendemen UUD 1945 tidak berpotensi membuka kotak pandora sehingga melebar termasuk mendorong perubahan periodesasi masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Pada Rabu 18 Agustus 2021, Bambang Soesatyo kembali menegaskan rencana amandemen konstitusi itu dengan menyebut bahwa Konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bukan merupakan Kitab Suci. Oleh karena itu, menurut Bambang, jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan atau amendemen UUD 1945, maka tidak boleh dianggap tabu.
“Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang bukanlah kitab suci, karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan,” kata Bambang dalam acara peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-76 MPR yang dipantau secara daring, Rabu (18/8/2021).
Namun publik tidak percaya dengan ujaran Bamsoet yang menjamin amandemen hanya terbatas pada pokok-pokok haluan negara (PPHN) dan tidak melebar pada perubahan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode. Sebab, politisi berbohong itu lumrah sebagaimana lazimnya Jokowi berbohong.
Sementara itu di DPR, wacana tiga periode atau menambah jabatan Jokowi menjadi 8 atau 7 tahun di periode kedua ini menguat. Pandemi Covid-19 akan dijadikan dalih untuk memperpanjang kekuasaan Jokowi melalui Amandemen konstitusi khususnya ketentuan pasal 7 UUD 1945.
Bamsoet menjamin amandemen hanya terkait Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN). Dia, tak merinci apa yang dimaksud PPHN dalam wacana amandemen.
Bagaimana kelak, jika dalam PPHN dimaksud memuat Pokok-pokok Haluan Negara dalam kondisi Emergency ? Bagaimana nanti Jika kelak Kondisi Emergency tersebut termasuk bencana non alam seperti Pandemi Covid-19 ?
Bagaimana nanti, jika norma yang diadopsi dalam amandemen PPHN berbunyi :
“Dalam hal negara mengalami kegentingan yang memaksa, baik oleh sebab bencana alam, bencana non alam, kerusuhan, dan sebab lainnya, maka Pemilu dan Pilpres ditangguhkan. Jabatan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD dan MPR, ditambah hingga menjadi 8 tahun dan setelahnya Pemilu dan Pilpres dapat kembali diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi kegentingan telah berlalu”
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Source: Silahkan Klik Link Ini
Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Presiden Joko Widodo dan Bambang Soesatyo/Net
Disclaimer : Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
MPR akan Layani Syahwat Politik Jokowi?
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:
Reviewed by Oposisi Cerdas
on
Rating:

Tidak ada komentar