Breaking News

Tak Henti Warga Myanmar Ditodong Moncong Senjata Usai Kudeta


Warga Myanmar hingga kini masih melakukan unjuk rasa. Mereka menolak aksi kudeta yang dilakukan militer Myanmar.

Untuk membubarkan massa, aparat Myanmar tak segan untuk menembak dengan menggunakan peluru tajak. Warga Myanmar pun membuat barikade darurat dari bambu, batu bata, dan ban karet yang terbakar telah membuat jalan-jalan di Yangon, kota terbesar Myanmar tampak seperti zona perang. Kini, militer Myanmar memaksa warga sipil untuk membongkarnya, sepotong demi sepotong, di bawah todongan senjata.

Dibangun menggunakan bahan apa pun, barikade yang bermunculan di Yangon menawarkan sedikit perlindungan terhadap peluru tajam yang dilepaskan pasukan keamanan terhadap para demonstran antikudeta. Para demonstran memang menang dalam hal jumlah dibanding pasukan keamanan, tapi mereka tidak punya cara nyata untuk memerangi gas air mata, peluru karet, dan tembakan senapan dari tentara dan polisi.

Seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (20/3/2021), kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik menyebutkan, sekitar 230 orang telah tewas dalam aksi-aksi demo antikudeta yang berlangsung sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu. Jumlah korban sebenarnya di seluruh negeri diyakini jauh lebih tinggi.

Barikade tersebut telah menjadi semacam ciri khas para pengunjuk rasa. Mereka memblokir jalan-jalan utama dan menggunakan segala sesuatu mulai dari kantong semen yang diisi pasir dan sekat bambu hingga tempat sampah besar dan batu bata.

Tun Hla (60) berada di rumah ketika personel bersenjata menggedor pintunya dan menyuruh dia bekerja membersihkan barikade yang didirikan di lingkungannya.

"Saya pernah mengalami situasi seperti ini sebelumnya dan itu tidak akan terjadi lagi," kata Tun Hla, bukan nama sebenarnya, kepada AFP.

Selama periode di bawah junta militer, adalah tipikal personel militer di seluruh negeri untuk memerintahkan keluarga agar menyediakan satu orang yang sehat untuk melakukan pekerjaan yang melelahkan.

"Penggunaan kerja paksa bukanlah hal baru di Myanmar," kata John Quinley dari kelompok Fortify Rights, seraya menambahkan bahwa itu adalah "taktik brutal yang digunakan untuk menciptakan lingkungan ketakutan dan intimidasi".

Meski menderita sakit punggung kronis, Tun Hla tidak punya pilihan selain mengikuti perintah aparat bersenjata. Dia pun bergabung dengan tetangganya dalam memindahkan karung pasir dan tiang bambu yang menumpuk di jalan.

Hal senada disampaikan Sabel (20) yang mengatakan dia dan ibunya yang menjanda dipaksa dengan todongan senjata untuk membongkar satu barikade jalan di lingkungan mereka.

"Saya belum pernah melakukan ini sebelumnya dalam hidup saya," katanya.

Sabel mengatakan dirinya juga melihat petugas keamanan menodongkan senjata ke dua anak laki-laki ketika mereka berjuang untuk mengangkat karung pasir dan melepaskan pagar bambu.

Sementara itu, sejumlah jalan di kota terbesar Myanmar, Yangon, tampak dipadati warga yang hendak melarikan diri dari tindakan keras junta militer. Pihak berwenang Thailand mengatakan mereka sedang mempersiapkan masuknya pengungsi Myanmar.

Seperti dilansir AFP, Jumat (19/3/2021) Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, yang memicu pemberontakan massal dan menimbulkan kampanye kekerasan dan ketakutan. Menurut kelompok pemantau, lebih dari 220 orang telah dipastikan tewas dan 2.000 orang ditahan sejak kudeta.

Pekan ini junta militer juga memberlakukan darurat militer di enam kota kecil di Yangon, bekas ibu kota dan pusat perdagangan negara, yang secara efektif menempatkan hampir dua juta orang di bawah kendali langsung komandan militer.

Sebuah laporan yang dimuat media lokal pada Jumat (19/3) ini, terlihat lalu lintas jalan raya utama menuju utara Yangon dipadati banyak orang. Dilaporkan mereka akan melarikan diri ke daerah pedesaan untuk menghindari kekerasan dan tindakan mematikan pasukan keamanan.

"Saya tidak lagi merasa aman dan terlindungi - beberapa malam saya tidak bisa tidur," kata seorang warga di dekat salah satu distrik tempat pasukan keamanan membunuh pengunjuk rasa pekan ini.

"Saya sangat khawatir kejadian yang lebih buruk terjadi di tempat saya tinggal karena pasukan keamanan membawa orang-orang," kata warga lainnya.

Sejumlah wanita mengatakan kepada AFP bahwa mereka telah membeli tiket bus ke negara bagian asalnya di barat Myanmar dan akan pergi dalam beberapa hari.

Sementara itu, seorang pria berusia 29 tahun yang bekerja sebagai tukang emas di Yangon mengatakan melalui telepon bahwa dia telah meninggalkan kota itu minggu ini karena tindakan keras yang terus menerus.

"Terlalu menyedihkan untuk bertahan," katanya kepada AFP. "Setelah tiba di sini di rumah saya, saya merasa jauh lebih lega dan aman," imbuhnya.

Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Barikade dipasang para demonstran di jalan-jalan (Foto: AP Photo)
Tak Henti Warga Myanmar Ditodong Moncong Senjata Usai Kudeta Tak Henti Warga Myanmar Ditodong Moncong Senjata Usai Kudeta Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar