Breaking News

Mengupas Gerakan JAD Menyasar Generasi Muda dan Modus 'Family Bombing'


Terduga pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan adalah anggota jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Belakangan, gerakan ini kerap menyasar anak muda dan menghalalkan pelibatan keluarga untuk turut serat dalam aksi teror.

Seperti diketahui, ledakan bom bunuh diri dilakukan di depan Gereja Katedral Makassar pada pukul 10.28 Wita, Minggu (28/3). Pelakunya adalah pasangan suami istri yang berboncengan menggunakan sepeda motor ke depan Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3). Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan mereka adalah JAD.

JAD terbentuk atas inisiatif Aman Abdurrahman di Nusakambangan. Secara organisasi, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dinyatakan sebagai korporasi yang mewadahi aksi terorisme. Pada 31 Juli 2018, PN Jaksel menyatakan terdakwa Jamaah Ansharut Daulah atau JAD terbukti secara sah berafiliasi dengan ISIS (Islamic State in lraq and Syria) atau DAESH (Al-Dawla Ill-Sham) atau ISIL (Islamic State of Iraq and levant) atau IS (Islamic State).

JAD sudah kerap melakukan aksi terornya di Indonesia di berbagai daerah. Belakangan JAD menyasar para anak-anak muda untuk direkrut menjadi pelaku bom bunuh diri alias bomber. Selain itu, JAD juga memanfaatkan pelaku keluarga atau family bombing untuk melancarkan aksi terornya.

JAD Sasar Anak Muda

Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar menyebut pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar adalah pasangan suami-istri yang lahir pada 1995. Usia muda yang termasuk kategori milenial. Boy menyebut mereka merupakan kaum milenial yang terpapar virus radikalisme.

Awalnya, Boy menyebutkan, tindakan terorisme seperti di Makassar sebetulnya bukan karakter bangsa Indonesia. Menurutnya, peristiwa kemarin bisa terjadi lantaran paham radikal yang hinggap pada kaum muda.

"Karena teridentifikasi pelaku kelahiran tahun '95, jadi inisialnya L dengan istrinya adalah termasuk tentunya kalangan milenial yang sudah menjadi ciri khas korban dari propaganda jaringan teroris," kata Boy kepada wartawan, di Gereja Katedral Makassar, Senin (29/3/2021).

Boy lantas menyebut propaganda jaringan teroris saat ini menyasar kalangan anak-anak muda. Dia menyebut virus radikalisme ini tidak terasa, bahkan tidak kasatmata, tapi lama-lama dapat mengubah watak hingga perilaku toleran seseorang.

"Propaganda jaringan terorisme adalah istilahnya itu dapat saya katakan seperti 'jebakan batman' untuk anak-anak muda, karena pengaruh virus radikalismenya tidak terasa kemudian mengubah watak, mengubah perilaku yang itu sejatinya bukan jati diri bangsa Indonesia. Kita tidak seperti itu, kita dilahirkan sebagai bangsa yang toleran, menjaga persatuan di tengah keberagaman, semangat untuk hormat-menghormati, semangat untuk bertoleransi di tengah perbedaan," ujarnya.

Pernyataan Boy ini juga diamini oleh Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto. Wawan menyebut generasi alfa rentan terpapar radikalisme dari media sosial. Oleh karena itu, BIN rutin melakukan pemantauan di media sosial mengawasi hoax hingga terorisme.

"Media sosial disinyalir telah menjadi inkubator radikalisme, khususnya bagi generasi muda. Rentang kendali biasanya 17-24 tahun, ini yang menjadi target utama, selebihnya di atas itu second liner," kata Wawan dalam acara webinar 'Mencegah Radikalisme dan Terorisme untuk Melahirkan Keharmonisan Sosial' yang disiarkan di YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama, Selasa (30/3/2021).

Generasi alfa, mengacu pada Demografer Mark McCrindle, adalah mereka yang lahir pada 2010-2024. Namun, dalam paparannya, Wawan menggunakan istilah generasi milenial.

Wawan mengungkap potensi radikalisme pada generasi milenial melalui medsos, misalnya banyak sekali konten terkait cara membuat bom. Lebih lanjut ada pula yang mengajak generasi muda bergabung sebagai anggota, diajarkan bagaimana menyerang hingga praktik membuat bom.

"Oleh karenanya, kita selalu memberikan literasi dan patroli cyber kita, dan selalu menyampaikan untuk berpikir menanyakan kepada mereka-mereka yang berkompeten, sumber-sumber yang bisa dipercaya dan sahih," ujarnya.

JAD Halalkan Keluarga Ikut Aksi Teror

Sementara itu, Pakar terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib menyebut pelibatan keluarga dalam aksi teror merupakan ciri khas JAD. Hal ini tampak dari beberapa kasus teror.

"Serangan terorisme yang dilakukan oleh keluarga atau family bombing ini kekhasan JAD. Yang mereka berbeda dengan JI (Jemaah Islamiyah). JAD membolehkan perempuan dan anak-anak terlibat dalam serangan teror," kata Ridlwan kepada wartawan, Selasa (30/3/2021).

Dia menjelaskan melibatkan perempuan dan anak dalam aksi teror merupakan kemuliaan.

"Karena bagi mereka itu sebuah kemuliaan tersendiri. Faktanya sudah banyak. Sebelumnya ada keluarga Dita yang melakukan serangan di Gereja di Surabaya. Ada juga Abu Rara dan istrinya, Abu Rara yang melakukan penusukan Pak Wiranto. Ada juga Ulfah dan Rere yang terbang di Makassar ke Jolo, Filipina," ungkapnya.

Dia mengatakan JI tidak seperti JAD. Maka itu, dalam Bom Bali I dan II, tidak ada pelaku wanita dan anak-anak.

"Sedangkan dari kelompok JI, melarang keras. Karena itu, kita ingat bom Bali I dan II nggak ada itu perempuan dan anak-anak. Perempuan dan anak-anak di rumah, nggak boleh terlibat," tuturnya.

Selain itu, dia menyoroti maraknya penangkapan teroris selama masa pandemi. Menurutnya, para teroris ini masih aktif berkegiatan karena menggunakan fasilitas online.

"Mereka memanfaatkan online. Pakai platform media sosial untuk merekrut (anggota baru)," ujarnya.

Daftar Keluarga Pelaku Bom Bunuh Diri

Keluarga yang memilih menjadi pelaku bom bunuh diri bukan hanya di Makassar. Keluarga yang terlibat aksi bom bunuh diri juga pernah ada di Surabaya, WNI di Filipina, hingga Medan. Dirangkum detikcom, Selasa (30/3/2021) berikut ini daftarnya:

-Keluarga Dita

Minggu, 13 Mei 2018, pukul 06.30 WIB, Gereja Katolik Santa Maria menjadi sasaran bom. Gereja itu terletak di Jalan Ngagel Madya 01 Surabaya. Yusuf (18) dan Firman (16) berboncengan mengendarai sepeda motor masuk ke halaman Gereja Santa Maria dan meledakkan bom yang mereka bawa. Dua pelaku dan lima masyarakat tewas.

Pukul 07.15 WIB, Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jl Diponegoro Surabaya menjadi sasaran bom. Pelakunya adalah Puji Kuswati (43) yang mengajak dua putrinya berinisial Famela (9) dan Firman (12). Mereka tewas. Tak ada orang lain yang jadi korban tewas di titik ledakan ini.

Pukul 07.53 WIB, bom diledakkan oleh Dita Oepriarto (48) di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya. Dita menuju lokasi ini, Jl Arjuna Surabaya, usai menurunkan Puji dan kedua putrinya di GKI di Jl Diponegoro. Toyota Avanza Dita ditabrakkannya ke gereja itu. Tujuh orang tewas, plus satu pelaku yakni Dita juga tewas. Keluarga Dita termasuk JAD.

-Keluarga Tri Murtiono

Senin, 14 Mei 2018, pukul 08.50 WIB, bom meledak di Polrestabes Surabaya, Jl Sikatan. Pelakunya adalah keluarga Tri Murtiono (50) bersama istrinya Tri Ernawati (43) dan ketiga anaknya. Hanya satu anak yang tak tewas. Keduanya juga JAD.

-Keluarga GI

Pasangan suami istri (pasutri) GI dan NH nekat menerobos Mapolres Indramayu. Pelaku melemparkan sebuah panci berisi bahan peledak. Beruntung bom panci itu tak meledak dan menimbulkan banyak korban.

Peristiwa penyerangan tersebut terjadi pada Minggu (15/7/2018) dini hari sekitar pukul 02.35 WIB. Pasutri tersebut datang menggunakan sepeda motor matic. Gerak-gerik keduanya diketahui polisi jaga. Mereka pun ditangkap.

-Keluarga Abu Hamzah

Keluarga pelaku bom bunuh diri juga pernah muncul di Sibolga, Sumut. Di tengah kepungan polisi, istri terduga teroris Husain alias Abu Hamzah di Sibolga, Sumut, memilih meledakkan diri dengan bom lontong rakitan pada 13 Maret 2019. Istri Abu Hamzah tewas bersama anaknya dengan kondisi jasad tak utuh. Abu Hamzah juga jaringan JAD.

-Keluarga RMN

Keluarga yang menjadi pelaku bom bunuh diri juga ada di Medan. Pria bernama Rabbial Muslim Nasution (RMN) meledakkan bom bunuh diri setelah mengaku ingin mengurus SKCK di Mapolrestabes Medan. Menggunakan jaket ojek online, pria berusia 24 tahun itu terpantau masuk ke Mapolrestabes Medan sekitar pukul 08.15 WIB, Rabu (13/11/2019).

Rabbial pun masuk ke Mapolrestabes Medan hingga ke halaman dekat kantin ruang SKCK. Sekitar pukul 08.45 WIB, Rabbial meledakkan bom yang disebut polisi dililitkan ke tubuhnya.

Sementara itu, istri Rabbial, berinisial DA diamankan polisi sehari setelah aksi bom bunuh diri suaminya. Dari pemeriksaan, istri Rabbial diketahui pernah berkomunikasi dengan napi di Lapas Medan soal rencana aksi teror di Bali. Rabbial diketahui bagian dari JAD juga.

-Keluarga Rullie

Pelaku bom bunuh diri di Gereja Katolik, Pulau Jolo, Filipina pada 24 Agustus 2020 juga pasutri. Pelaku adalah dua orang warga negara Indonesia (WNI) bernama Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh. Pasutri ini merupakan deportan dari Turki pada Januari 2017.

Identitas kedua pasutri pelaku bom bunuh diri ini terungkap setelah penangkapan anggota JAD Kalimantan Timur bernama Yoga dan JAD Sumatera Barat bernama Novendri. Keluarga Rullie juga bagian dari JAD.

Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Dua pelaku terduga bomber Makassar (Istimewa)
Mengupas Gerakan JAD Menyasar Generasi Muda dan Modus 'Family Bombing' Mengupas Gerakan JAD Menyasar Generasi Muda dan Modus 'Family Bombing' Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar