Breaking News

DPR Diminta Revisi UU Pilkada Bukan UU Pemilu, Pengamat: Karena Berikan Manfaat Buat Partai Di 2024


Penataan ulang jadwal penyelenggaraan Pilkada tengah berpolemik, lantaran partai politik di DPR memiliki sikap yang berbeda menanggapi draf UU 7/2017 tentang Pemilu.

Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin berpandangan, polemik ini mestinya tidak terjadi. Karena, seharusnya yang direvisi oleh DPR adalah UU 10/2016 tentang Pilkada.

"Karena agenda revisi sudah masuk Prolegnas, partai-partai politik di DPR harusnya konsisten mengubah UU Pilkada," ujar Said Salahudin saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (4/2).

"Khususnya terkait waktu penyelenggaraannya yang tidak lagi digabungkan dengan jadwal Pemilu," sambungnya.

Dengan cara itu, pemerhati Hukum Tata Negara ini menilai partai politik justru akan mendapatkan manfaat untuk menghadapi pemilihan presiden (pilpres) 2024 mendatang.

Dia berkaca dari pilpres 2014 dan 2019, yang mana koalisi partai serta calon-calon presiden dan wakil presiden diusulkan secara tiba-tiba dan mendekati waktu Pilpres.

"Masa koalisi partai dan proses penentuan calon pemimpin nasional disepakatinya dadakan begitu? Itu kan buruk sekali," tuturnya.

Oleh sebab itu, Said mendorong pengaturan waktu penyelenggaraan Pilkada dikembalikan sesuai dengan waktu habis masa jabatan kepala daerah masing-masing.

Namun untuk dapat merealisasikan itu, Said mengatakan, diperlukan perubahan terhadap UU Pilkada. Terlebih dalam Putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013, MK menyebutkan Pilkada bukan bagian dari rezim Pemilu.

"Nah karena itu, penyelenggaraan Pilkada sebelum Pemilu 2024 bisa menjadi momentum bagi partai-partai politik untuk membangun koalisi pra Pilpres," ungkapnya.

"Saya kira ini akan bermanfaat bagi partai politik dan penataan sistem politik kita," demikian Said Salahudin.

Kekinian, sembilan fraksi partai politik di DPR terbelah dalam menyikapi jadwal penyelenggaraan Pilkada yang tercantum di dalam draf UU Pemilu.

Di mana, sebagian fraksi ingin melaksanakan Pilkada sesuai dengan Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016, yakni digelar November 2024.

Sementara sebagian lainnya mendorong pelaksanaan Pilkada mengikuti apa yang ada di dalam draf revisi UU Pemilu. Yaitu, pada Pasal 731 ayat (2) dan (3) menyatakan digelar pada tahun 2022 dan 2023. 

Diterbikan: oposisicerdas.com
Foto: Ilustrasi pelaksanaan pemilu/Net
DPR Diminta Revisi UU Pilkada Bukan UU Pemilu, Pengamat: Karena Berikan Manfaat Buat Partai Di 2024 DPR Diminta Revisi UU Pilkada Bukan UU Pemilu, Pengamat: Karena Berikan Manfaat Buat Partai Di 2024 Reviewed by Oposisi Cerdas on Rating: 5

Tidak ada komentar